Saturday, July 10, 2010

Fan Fiction.. Pregnant?? Noo... YooSu..

Cast : YooSu


Cekidot.

++++++++++++++++++++++++


Kisah ini dimulai sebelum Junsu dan Yoochun menikah dan memiliki anak. Kisah yang menautkan dua hati menjadi satu dalam ikatan sebuah cinta.
Kisahpun dimulai.


Tanpa sengaja Junsu yang terburu-buru malah menabrak Yoochun saat ia keluar dari perpustakaan kampusnya.
"Mianhae. Tidak sengaja.", sesal Junsu singkat sambil menundukan kepala sopan. Yoochun menaikan sebelah alisnya.

"Apa hanya itu?", sinis Yoochun. Junsu mengangkat kepalanya seakan menantang pria dihadapannya.

"Aku kira iya. Mau apa lagi. Mianhae. Jeongmal mianhae.", seru Junsu beranjak pergi, namun tangan Yoochun menariknya dan membantingnya ke tembok.

"Berani sekali. Tidak tau siapa Park Yoochun. Kau harus dihukum sayang.", ucap Yoochun dengan nada mengerikan.

"Aniya. Yoochun-ssi bisa lepaskan aku. Dasar playboy sok paling tampan.", sindir Junsu membuat Yoochun sang playboy kampus paling terkenal naik darah.

"Kau ini. Memang aku tampan bukan? Tiga detik termakan tatapanku kau akan jatuh cinta padaku.", percaya diri Yoochun. Junsu tertawa kecil.

"Jangan buatku tertawa. Lepaskan aku. Aku ada kelas. Aku mohon Yoochun-ssi.", pinta Junsu dengan sikap dan nada bicara yang cukup manis.


-Yoochun POV-

Ya tuhan pria di hadapanku manis sekali. Ingin sekali aku memakannya. Apa-apaan aku ini.
'Calm man.', kataku dalam hati.

"Aku akan melepasmu. Tapi setelah kau membayar hukumanmu.", kataku. Dia mencibir, menatap malas ke arahku.

"Yasudah cepat katakan? Aku tidak banyak waktu.", gertaknya menyebalkan. Ish, manusia ini.

"Kau harus menciumku.", syaratku. Aku basahi bibirku dengan lidah. Mendekatkan wajahku padanya. Bingo! Aku dapatkan bibirnya yang seksi. Sial tanpa pembalasan. Pria ini tidak tergoda sedikitpun dengan lumatanku. Aku melepasnya. Dia tersenyum padaku.

"Sudah? Bayaranku? Bisa aku pergi sekarang?", tanyanya memuakan. Pria ini membuatku gemas. Aku mendengus.

"Belum. Bagaimana kalau kau bayar dengan tubuhmu.", kataku menggodanya. Aku tau ini akan membuatnya kesal. Dia menjentikan jarinya tepat di wajahku.

"Kau telat tuan Park Yoochun. Tadi kau bilang mencium. Aku membayar hanya sekali. Makanya kalau menghukum orang dipikirkan dulu. Bodoh.", ejeknya padaku. Ia mendorong tubuhku. Dan berlalu meninggalkanku yang masih belum seimbang.

"Yaa kau...", teriakku, tapi tidak selesai karena aku tidak tau namanya. Kenapa dia tidak termakan tatapanku. Dia itu siapa sih. Baru kali ini aku tidak dianggap seperti ini. Pria langka. Membuatku penasaran. Akan aku dapatkan kau bokong seksi.*haha*

....


-Junsu POV-

Aku dikejutkan dengan pukulan Jaejoong di punggungku.
"Kalau mau mengejutkanku jangan memukulku. Sakit tau.", protesku, aku memajukan bibirku. Dia malah tertawa.

"Su-ie, lihat pria itu. Ah dia tampan.", riangnya menunjuk seorang pria tinggi, tampan, dan berbadan sempurna. Benar-benar pria idaman pria cantik seperti kami.

"Kenapa kau suka padanya?", tanyaku. Dia mengangguk tanpa melepas pandangannya dari pria itu.

"Tampan sekali.", sepertinya dia sudah menerawang jauh dengan pikirannya bersama pria itu.

"Yunho.", panggil seorang pria pada pria tampan itu. Ternyata namanya Yunho. Gleeekk. Aku menelan ludahku. Itu kan playboy sok tampan itu. Aku tersenyum lalu aku mainkan alisku. Aku punya ide untuk menyenangkan Jaejoong.

"Jae, kau mau berkenalan dengan pria itu kan? Kkaja ikut aku.", aku menarik Jaejoong yang masih terpaku.

Bruuukkk
Dengan sengaja aku menabrakan diri ke tubuh si playboy sok tampan itu dengan keras dan menumpahkan sedikit air mineral yang ada di tanganku ke bajunya.

"Mianhae.", kataku memelas dengan tundukan kepala. Pria yang aku ketahui namanya Yunho itu langsung cepat menangkap Jaejoong yang terlempar ke arahnya, karena tabrakanku ke Yoochun. Sengaja aku yang melemparnya. Karena ini kesempatan Jaejoong untuk berkenalan. Sekaligus pembalasan dendamku pada si playboy, karena telah menciumku kemarin.

"Kau tidak apa-apa?", tanya Yunho. Jaejoong mengangguk. Dan aku yakin benih-benih cinta akan tumbuh diantara keduanya. Siapa yang bisa menyangkal kecantikan Jaejoong yang luar biasa itu.

"Kau babo sekali bajuku basah. Ini lagi malah senyum-senyum bukannya menyesal.", bentak Yoochun padaku. Dia ini pria mengerikan.


-Yoochun POV-

Dia lagi, pakai acara menumpahkan minuman lagi. Ish, tapi sepertinya aku memang ditakdirkan untuk menaklukannya.
"Tadi kan aku sudah minta maaf.", katanya. Lalu ia menarikku menjauh dari Yunho dan seorang pria dalam pelukan Yunho.

"Hei kau. Kali ini kau menabrakku, menyiramku. Kemudian, menarikku. Kau ini apa-apaan sih?", marahku padanya. Dia mencibir padaku.

"Berisik. Sekali lagi aku minta maaf.", ucapnya padaku. Pria ini, minta aku makan dalam artian lain sepertinya.

"Ani, apa-apaan itu. Kau harus dihukum.", kataku. Dia memicingkan mata.

"Tubuhku? Jangan harap.", sinisnya. Aku tertawa keras.

"Satu minggu penuh kau jadi kekasihku. Tentunya kau harus berlaku seperti seorang kekasih.", sautku. Ia membelalakan mata. Aku membelai pipinya. "Dan kau sendiri yang akan menyerahkan tubuhmu padaku, seksi.", desahku di telinganya dengan suara rendahku. Yang mampu menaklukan pria dan wanita manapun. Aku tersenyum ke arahnya dan mengedipkan mataku. Dia hanya terpaku. Ku kecup pipinya lalu pergi. Playboy sepertiku tau bagaimana menaklukan pria cantik sepertinya.

.......................................

Hari pertama, si bokong seksi menjadi kekasihku. Biarkan aku memanggilnya seperti itu, karena sampai saat ini aku belum tau namanya siapa.

Kupeluk tubuhnya dari belakang saat ia sibuk memesan makanan di kantin. Dan kukecupi setiap jengkal lehernya. Semua mata memperhatikan kami. Aku ingin tertawa.

"Apa dia kekasih baru Park Yoochun? Patah hati.", gunjing seorang gadis pada temannya yang sampai di telingaku. Kuat sekali pesonaku sampai mereka patah hati, tapi aku tidak peduli.

"Lepaskan.", kesalnya padaku.

"Aku akan memanggilmu Dolphin. Suaramu seperti suara lumba-lumba.", kataku tidak peduli permintaannya. Ia tetap saja mencoba melepas pelukanku. Tapi tetap tidak aku biarkan. "Kita kekasih dolphinku.", kataku menang. Dia mendengus.

"Namaku Junsu, bukan dolphin. Hentikan memanggilku itu. Dan satu lagi. Tidak peduli aku kekasihmu atau bukan. Aku tidak suka kau peluk.", marahnya padaku. Ternyata namanya Junsu. Aku melepas pelukanku.

"Kalau marah kau semakin imut, DOLPHIN.", gurauku dengan penekanan. Dia mendengus. Aku tersenyum kecil. "Kau pulang kuliah jam berapa? Kita pulang bersama.", tanyaku lebih lanjut.

"Jam 4.", jawabnya ketus. Lalu beranjak pergi. Aku tarik tangannya.

"Poppo.", aku menunjuk bibirku. Dengan kesal ia mengecup bibirku. Lalu pergi. Senyum menang aku sunggingkan.
"Kena kau dolphin. Hahaha.", gumamku. Lucu juga mengerjainya.

...


-Author POV-

Yoochun membuat Junsu menunggu terlalu lama. Junsu sudah mengumpat tidak karuan.
"Kenapa aku mau saja sih dijadikan kekasihnya. Ish menyebalkan.", kesal Junsu. Tak lama Yoochun muncul dan langsung menerjang tubuh Junsu masuk dalam pelukannya.

"Lama ya dolphinku? Salahkan dosenku.", tanya Yoochun santai saja. Junsu menatap Yoochun.

"Chunnie. Aku mau tanya, mengapa aku harus menjalankan hukumanmu. Bukankah tak ada masalah, kalau aku tidak menuruti kemauanmu.", tanya Junsu dengan senyum dan tangan yang menelusuri setiap jengkal wajah Yoochun. Yoochun menikmati sapuan tangan Junsu di wajahnya. "Jadi aku tidak akan mau jadi kekasihmu dan satu lagi. Playboy sepertimu, tidak akan dapat tubuhku. Kau mengerti Chunnie.", Junsu mendorong tubuh Yoochun. Yoochun terhenyak. Ia menepuk-nepuk kemejanya. Ada seulas senyum.

"Chunnie?", pikir Yoochun. "Kalau dia tidak menyukaiku, tidak mungkin dia memberikan nama kecil seperti itu.", senang Yoochun. Ia mengejar Junsu. Dan menahan langkah Junsu.

"Ckckck. Ada. Kau akan di keluarkan dari club sepak bola. Karena apa? Karena aku akan menyebarkan gosip. Kau pengguna obat terlarang. Makanya kau harus jadi kekasihku yang penurut.", ancam Yoochun dengan senyum liciknya. Junsu memicingkan matanya.

"Ish darimana kau tau aku masuk club bola.", kesal Junsu. Yoochun menunjuk pin yang tertempel di tas Junsu.

"Ini kan pin club bola kampus kita. Pintar kan aku?", Yoochun menaik-naikan alisnya. Junsu mendengus.

"Iya satu minggu.", gemas Junsu. Rasanya ingin sekali ia mencabik-cabik Yoochun. Yoochun tersenyum, lalu merangkul pundak Junsu.

"Kau ini, bilang saja kalau suka jadi kekasihku.", sindir Yoochun. Bluussh.. Wajah Junsu memerah seketika. Segera ia mencubit pinggang Yoochun, seperti gadis yang manja pada kekasihnya. Yoochun semakin tertawa bahagia.

...

Yunho bingung melihat Yoochun yang kini tidak mau lepas dari Junsu. Setiap hari, jika tidak ada kelas Yoochun langsung pergi mencari Junsu. Karena penasaran, Yunho mengikuti saja temannya yang berlari ke kursi taman. Sebenarnya bukan hanya itu alasannya, karena disamping Junsu ada Jaejoong.

"Siang dolphinku. Tidak bertemu denganmu, aku rindu sekali.", gombal Yoochun yang langsung duduk di samping Junsu dan mengecup pipi empuk Junsu berulang kali.

"Baru juga dua jam yang lalu bertemu. Kau ini, bilang saja ingin menciumku.", sindir Junsu. Yoochun tersenyum lebar.

"Tau saja. Aku rindu pipi besarmu ini.", manja Yoochun sambil menusuk-nusuk pipi Junsu. Jaejoong yang berada disitu tidak bisa menahan tawanya melihat tingkah Yoochun.

"Siang Joonggie.", sapa Yunho. Dengan cepat Jaejoong menghentikan tawanya dan menutup mulutnya. Ia jadi malu tertawa kencang di hadapan Yunho. Dalam dua detik sikap Jaejoong, jadi berubah manis.

"Yunnie. Hehe.", salah tingkah Jaejoong.

"Ciyeh. Sudah kalian pacaran saja. Yunho belum pernah pacaran lho Jaejoong. Baru kali ini dia suka pada seseorang.", goda Yoochun. Muka YunJae sontak memerah.

"Memangnya Yunnie, suka sama siapa?", bodoh Jaejoong.

"Tanya saja sama Yunho langsung. Aku mau pacaran dulu sama dolphinku.", Yoochun menarik Junsu pergi dari sana.

"Mereka itu lucu ya.", kata Yunho untuk menutupi malunya.*ampun dah yunjae, knp xan jadi dodol gene*


-Junsu POV-

Tanganku ditarik, entah mau dibawa kemana. Dasar Chunnie. Ternyata playboy ini menyenangkan juga. Waktu semingguku sudah habis, tapi aku masih berpacaran dengannya, bahkan menginjak minggu ke empat.

"Dolphin. Nanti malam mau ke apartementku tidak?", tanyanya. Yang kini sedang memerangkapku di dinding mobil. Kini kami ada di halaman parkir diantara dua mobil.*ngerti kan?* Ia menyapu wajahku dengan bibirnya. Membuatku tergoda. Aku kecup bibirnya berulang kali.

"Aku tau mengapa kau mengajakku ke apartementmu. Kau mau 'itu' kan?", tembakku tepat pada sasaran tetap mengecupinya.

"Kau tau saja.", sautnya yang tanganya sudah masuk ke dalam bajuku dan membelai punggungku.

"Aku maunya sekarang saja.", aku sudah gila. Aku mendorongnya masuk ke dalam mobil. Kami melakukannya di jok belakang. Sudah gila. Tapi menyenangkan.

"Aaaahhhh.. Chunnie..", desahku menikmati gerakannya.*cukup*

..................................................

-Author POV-

Yoochun tersenyum puas melihat Junsu yang kelelahan. Ia mengenakan kembali bajunya.
"Benar kan apa kataku? Kau yang akan menyerahkan tubuhmu sendiri.", bisik Yoochun dengan senyum menangnya, karena berhasil mendapatkan tubuh Junsu. Junsu tetap mengambil nafasnya yang tidak karuan.

"Iya aku kalah. Chunnie aku lelah sekali.", eluh Junsu. Yoochun mengecup bibir Junsu.

"Tidurlah.", suruh Yoochun. Junsu memejamkan matanya. Sementara Junsu tidur, Yoochun memakaikan pakaian Junsu. Ia tersenyum memandang prianya terlelap.

"Dasar dolphin, satu ronde saja sudah tumbang. Lain kali akan aku siksa beronde-ronde. Hehehe. Dolphinku yang imut.", gumam Yoochun dengan pikiran mesumnya.

....

Junsu terbangun dari tidurnya, ia merasa tubuhnya sudah segar. Tidak lengket dan harum. Ia bingung sendiri. Junsu bangkit dari tempat tidur, walau sedikit masih terasa sakit pada bagian bawahnya.

"Pulas sekali tidurnya. Sampai tidak merasa aku mandikan.", kata seseorang di ambang pintu. Mememang benar, Junsu tidak terbangun sama sekali saat Yoochun memandikan Junsu. Padahal saat itu Yoochun juga menyetubuhi Junsu di dalam bathup.*kebluk*

"Jadi kau yang memandikanku? Pantas. Aku terlalu lelah Chunnie. Jadi aku tidur pulas sekali. Kau gila tadi.", ledek Junsu memajukan bibirnya. Yoochun tertawa.

"Tapi suka kan? Mau lagi tidak?", goda Yoochun memainkan alis. Junsu hanya tersenyum geli. Ia memutar bola matanya pada sekelilingnya. Ini bukan di dalam kamar kostnya.

"Aku dimana?", tanya Junsu heran. Yoochun mengedipkan matanya.

"Di apartementku.", saut Yoochun, lalu mendekati Junsu dan memeluk Junsu dari belakang. "Saranghaeyo.", bisik Yoochun. Junsu bergidik.

"Pasti dengan kekasih-kekasihmu yang dulu, kau sering berkata seperti ini.", tuduh Junsu. Yoochun mengeratkan pelukannya.

"Tidak pernah. Kata-kata ini baru keluar hanya untukmu.", gombal Yoochun. Namun semua itu memang benar adanya. "Kau tau prinsip playboy?", tanya Yoochun. Junsu menggeleng.

"Apa?", tanya balik Junsu. Yoochun tersenyum. Ia membalikan tubuh Junsu menghadapnya.

"Jika seorang playboy sudah menemukan orang yang dia cintai. Dia akan mencintai sampai kapanpun. Dan kau tau? Dia akan menjadi pria paling setia di dunia ini.", papar Yoochun dengan begitu lembut. Ia mengecup bibir Junsu singkat. "Saranghaeyo Su-ie.", lanjut Yoochun. Junsu tertawa keras sekali.

"Sudah ah, aku ingin tertawa dengar gombalanmu.", gurau Junsu merusak suasana. "Aku mau pulang Chun.", rajuk Junsu dengan mimik wajah sok manis. Yoochun memeluk Junsu erat. Walau sebenarnya dia kesal pada gurauan Junsu, yang menghancurkan semua usahanya.

"Mulai malam ini kau tinggal di apartementku saja ya. Besok semua barang-barangmu, baru kita ambil di kostanmu.", bujuk Yoochun dengan wajah yang memelas. Junsu menggigit hidung Yoochun pelan.

"Oke Chunnieku. Asal kau tidur di luar. Kamarmu, jadi kamarku.", Junsu memainkan alisnya. Ia bisa memanfaatkan keadaan. Yoochun memajukan bibirnya.

"Aniya. Tidak ada kamarku atau kamarmu. Yang ada adalah kamar kita.", ucap Yoochun yang kesal. Ia menggendong Junsu ke tempat tidur. "Dan sekarang, waktunya malam pertama kita.", licik Yoochun yang memerangkap Junsu dibawahnya. Junsu hanya tertawa-tawa tidak bisa menahan geli.

....


~ 4,5 Years Later ~

Junsu sedang asik membaca majalah, sedangkan Yoochun asik mendengarkan lagu di ipod.
"Chunnie, lihat bayi ini. Lucu sekali.", teriak Junsu menunjukan foto bayi di majalah. Yoochun segera melepas earssetnya.

"Tapi akan lebih lucu anak kita nanti.", goda Yoochun. Junsu mengadukan hidungnya dengan hidung Yoochun.

"Jangan mulai menggodaku.", sergah Junsu. Yoochun tertawa kecil.

"Tidak ada yang menggodamu.", elak Yoochun. "Dolphin. Kita sudah berhubungan tubuh empat tahun lebih. Tapi kau belum juga hamil.", bisik Yoochun yang bermaksud hanya bergurau. Junsu menghela nafasnya.

"Memang aku tidak bisa hamil mungkin.", jawab Junsu berusaha tegar. Yoochun langsung merubah wajahnya sesal.

"Bukan itu. Kita disuruh melakukan prosesnya lebih sering.", Yoochun mencoba bergurau.

"Aniya. Empat tahun, sepertinya cukup untuk aku bisa hamil. Nyatanya tidak. Aku memang tidak bisa hamil. Mianhae.", lemas Junsu. Yoochun jadi merasa bersalah.

"Dolphin saranghaeyo.", Yoochun mengecup pipi Junsu. "Sekarang ayo kita mandi.", riang Yoochun. Ia ingin membuat tawa Junsu kembali. Ia menarik Junsu ke dalam kamar mandi.

"Chunnie tanganmu nakal. Jangan memainkannya. Kau ini.", omel Junsu ketika tangan Yoochun bergerak liar dalam air memainkan sesuatu.

"O.o galak. Payah sekali pacarku ini.", ledek Yoochun. Junsu tersenyum.

"Aku akan berusaha, untuk memberimu anak chunnie.", tekad Junsu dalam hati. Ia memeluk Yoochun erat.

....


-Junsu POV-

Aku pergi ke dokter spesialis, untuk memeriksa kesuburanku. Aku ingin tau apa aku memang tidak bisa hamil. Aku pergi sendiri, tanpa Yoochun. Aku tidak mau dia tau, yang ada dia makin merasa bersalah.

"Bagaimana songsaengnim?", tanyaku saat hasil labnya keluar. Aku sudah tidak sabar.

"Bagus. Tidak ada apa-apa. Mungkin kesalahan ada pada suami anda. Atau memang belum ditakdirkan saja.", jelas sang dokter. Rasanya lega sekali. Aku tersenyum. Masalah ada pada Chunnie? Tidak mungkin. Karena dulu dia pernah menghamili pacarnya, walau akhirnya gadis itu menggugurkan kandungannya. Padahal Chunnie bersedia merawat anak itu. Tapi gadis itu tidak peduli. Tapi baguslah, jadi Chunnie seutuhnya milikku. Aku tersenyum jahat. Aku membayangkan wajahnya. Nanti malam saatnya membuat anak. Aku sedang dalam semangat besar.

...........................................................

-Yoochun POV-

Dia menghela nafas beratnya di depan pintu kamar mandi, wajahnya terlihat kecewa. Aku bodoh kenapa waktu itu aku menyindirnya. Bodoh sekali. Padahal aku hanya bergurau, tapi dia malah menanggapi serius. Sampai-sampai dua minggu yang lalu, dia pergi ke dokter. Dia begitu senang saat bercerita kalau ia bisa punya anak. Rahimnya normal. Karena itu, dia bersemangat sekali untuk membuat anak di setiap malam. Tapi memang terlalu berlebihan, karena di setiap pagi, dia akan langsung menggunakan testpack untuk mengecheck apa dia sudah hamil atau belum. Dan selalu saja kecewa setelah mengetahui hasilnya. Seperti sekarang ini.

"Chunnie, kenapa belum hamil juga ya?", tanyanya, namun matanya tetap fokus pada garis di testpack.

"Belum saatnya. Anak kita, masih mau membiarkan umma dan appanya pacaran.", gurauku. Dia tersenyum kecil.

"Mungkin. Bodoh sekali aku. Mungkin besok, anak kita muncul.", riangnya. Walau aku tau itu hanya palsu.


-Junsu POV-

Dia memelukku. Akupun membalas pelukannya. Aku lempar testpack itu ke tempat sampah seperti biasa.
"Testpack tidak berguna. Tidak akan pernah aku gunakan lagi.", umpatku dalam hati.

...

Badanku lemas akhir-akhir ini, tapi maunya makan terus. Bisa tambah gendut nanti aku. Tapi tidak peduli, yang penting kenyang.

"Makanmu banyak sekali. Kelihatan sekali gendutnya.", ledek Chunnie. Aku memicingkan mataku kesal.

"Kalau aku gendut terus kenapa? Kau tidak suka. Yasudah kalau tidak suka. Jangan melihatku. Aku juga tidak suka melihatmu.", kesalku. Dia memuncratkan air yang diminumnya.


-Yoochun POV-

Aku memuncratkan air yang ada dalam mulutku. Aku terkejut mendengar kata-kata Junsu. Akhir-akhir ini dia menjadi super galak. Emosinya suka naik tiba-tiba, padahal aku hanya bergurau. Aku meletakkan gelas yang aku pegang di meja.

"Kenapa bicara seperti itu? Kau ini.", kesalku dengan nada lumayan tinggi. Mana mungkin aku tidak suka melihatnya. Pria ini.

"Apa? Kenapa memangnya? Memang aku tidak suka melihatmu. Satu lagi jangan berteriak di hadapanku. Ingin mati ya.", bentaknya padaku. Aku menghela nafas.

"Siapa yang berteriak?", geramku. Dia memberikan tatapan membunuh padaku.

"Kau! Memangnya siapa lagi. Ada orang disini selainmu? Hah?", tanyanya memuakan. Manusia ini kenapa sih. Aneh.

"Aku malas berdebat denganmu. Gendut.", karena aku kesal jadi aku ledek saja dia. Tapi malah memperkeruh keadaan.

"Kau ini. Bilang saja sudah tidak cinta padaku. Lalu mengataiku gendut. Terus meminta putus denganku. Begitu kan?", tuduhnya padaku. "Oke, kalau begitu kita putus.", katanya. Apa-apaan ini. Kenapa seperti ini. Dia membanting sendok di tangannya. Lalu meninggalkan meja makan.

"Yaa dolphin mau kemana? Aku tidak minta putus. Dolphin dengarkan dulu.", rajukku. Aku mengejarnya yang sudah keluar dari apartementku. Dia ini sensitif sekali.

"Aish, jangan mengejarku. Besok akan aku ambil semua barang-barangku. Selamat malam.", dia membanting pintu taksi yang ia naiki. Lalu taksi itu berlalu. Aku menggaruk-garuk kepalaku.

"Bisa gila aku. Kemana perginya dia malam-malam begini.", bingungku. Kenapa jadi seperti ini. Aku jadi pusing.

...


-Author POV-

Sudah satu minggu, Junsu tinggal di rumah YunJae. Dia kesal pada Yoochun. Walaupun sudah dibujuk untuk pulang Junsu tetap menolak.

"Tengah malam begini aku lapar. Dasar Junsu.", gerutu Junsu, ia mengelus-elus perutnya. Lalu mengendap-endap ke dapur. Ia tidak mau membangunkan YunJae. Tapi salah ternyata YunJae masih terjaga.

"Jangan menggangguku bunny.", sergah Jaejoong yang sedang menuangkan susu ke dalam gelas. Namun, sedaritadi Yunho malah terus memeluknya sambil menjilati lehernya.

"Sedikit saja honey. Habisnya kau pelit. Aku minta di kamar kau malah ke dapur.", manja Yunho. Jaejoong berbalik menghadap Yunho. Ia mencium bibir Yunho dan menumpahkan susu yang ada dalam mulutnya ke dalam mulut Yunho.

"Minum susu dulu biar sehat.", gurau Jaejoong setelahnya. Yunho tersenyum licik. Ia langsung menggendong Jaejoong ke kamar ala bridal style. Junsu yang melihat itu semua dari balik tembok jadi merindukan Yoochunnya.

"Chunnie, mau.", gumamnya iri. "Rindu Chunnie.", lemas Junsu. Ternyata pria keras kepala ini harus mengakui, kalau dia membutuhkan Yoochun. Rasa laparnya hilang. Ia kembali ke kamarnya. Menyambar ponselnya dan menelepon kekasihnya itu.

"Chunnie. Ke rumah Yunho sekarang.", bentak Junsu saat baru saja telepon diangkat Yoochun. Sontak Yoochun yang sebenarnya sudah tertidur lelap terkejut bukan main.

"Apa?", tanya Yoochun.

"Cepat kesini. Atau aku tidak akan pernah memaafkanmu.", ancam Junsu langsung mematikan sambungan teleponnya. Yoochun di sebrang sana, langsung mengambil kunci mobilnya. Ia takut akan ancaman Junsu.

Junsu sedaritadi menunggu kedatangan Yoochun di teras rumah. Dia sudah kesal, karena Yoochun lama sekali. Yoochun yang akhirnya sampai di depan rumah Yunho, tergesa-gesa turun dari mobil. Dia langsung berlari menghampiri Junsu.

"Dolphin? Aku tidak telat kan? Aku sudah mengebut.", takut Yoochun dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Jika, satu detik lagi telat. Habis kau.", kesal Junsu. Yoochun mengelus dada.

"Ada apa dolphin menyuruhku tengah malam kesini?", tanya Yoochun. Junsu memajukan bibirnya.

"Tidak suka aku suruh kesini? Tidak suka bertemu denganku? Memangnya tidak rindu padaku?", nada bicara Junsu terdengar begitu sedih. Junsu menunduk. Yoochun menggaruk kepalanya. Dia salah bicara lagi.

"Bukan begi...", bicara Yoochun terpotong. Karena Junsu mengunci bibirnya terlebih dahulu. Yoochun tampak kaget.

.........................................................................

Junsu mencium Yoochun terlalu lama, sampai Yoochun tidak mendapat asupan oksigen sama sekali. Yoochun menusuk-nusuk pipi Junsu agar dilepaskan. Akhirnya dilepaskan juga.

"Sudah sana pulang. Besok pagi jemput aku ya. Saranghaeyo Chunnie.", manja Junsu, ia mengecup pipi Yoochun lalu langsung masuk ke dalam rumah. Yoochun mengerutkan keningnya.

"Aku disuruh kesini hanya untuk ini. Dasar dolphin.", eluh Yoochun. Ia membuang nafasnya. Tapi tak lama kemudian ia tersenyum. "Berarti sudah tidak marah. Asik.", senang Yoochun. Ia memainkan kunci mobilnya sambil kembali ke dalam mobil.

...

Yoochun merasa heran, kemarin marah-marah terus. Tapi sekarang Junsu terus saja manja padanya.

"Chunnie, tidak usah kerja ya. Disini saja menemaniku.", rajuk Junsu ia memainkan jari telunjuknya di dada Yoochun yang terbuka. Dengan kepala yang disandarkan pada bahu Yoochun.

"Tapi aku harus berkerja. Bisa-bisa aku dipecat.", Yoochun berusaha membuat Junsu mengerti. Walau sebenarnya, ia takut Junsu marah.

"Iya deh. Tapi pulang cepat ya Chunnie. Nanti aku merindukanmu.", manja Junsu. Yoochun menepuk pipinya untuk menyadarkan ini mimpi atau bukan. Tingkah Junsu membuatnya tidak percaya. Junsu memeluk Yoochun. "Bogoshipoyo.", ujar Junsu. Yoochun tersenyum.

"Na do bogoshipo Dolphin.", balas Yoochun.

Hoeekks
Tiba-tiba saja Junsu muntah dan mengotori kemeja Yoochun. Ia langsung berlari ke kamar mandi.

"Dolphin ini menjijikan.", kesal Yoochun. Ia melepaskan kemejanya dan membuangnya begitu saja.

"Chunnie ambilkan testpacku.", teriak Junsu. Yoochun yang panik bercampur kesal, segera mengambil testpack. Ia tidak mengerti kenapa Junsu meminta testpack, bukannya obat atau apa.

"Ini.", Yoochun menyerahkan testpack pada Junsu.. Tak lama Junsu keluar kamar mandi dengan wajah senang.


-Yoochun POV-

"Chunnie. Aku hamil.", katanya. Ia langsung memelukku erat. Aku masih belum sepenuhnya sadar. Tadi dia bilang apa? Hamil? Apa hamil? Aku punya bayi. Aku langsung membalas pelukan erat Junsu.

"Kau hamil dolphin? Yeaaayy. Aku akan punya anak. Dolphinku hamil.", senangku. Aku membungkuk, mengetuk-ngetuk perut Junsu yang memang semakin gendut. Pantas saja ternyata dia hamil.
"Bayiku. Akhirnya muncul juga. Appa dan umma senang sekali.", kataku pada bayiku. Junsu tersenyum ada air matanya yang jatuh.

"Akhirnya aku hamil juga Chunnie.", lirihnya. Aku tau itu tangis bahagianya.

"Iya dolphin. Ayo kita ke dokter. Aku pakai baju dulu. Cepat.", ajakku tidak sabar. Dia menghapus air matanya.

"Katanya kerja.", sindirnya. Dia mulai lagi. Aku tersenyum masam.

"Hehe. Aku kan punya alasan kuat. Nanti aku bilang pada Yunho.", jelasku. Aku segera berlari ke lemari pakaian. Dia malah tertawa keras sekali melihat tingkahku.

...


-7 Months Later-

Aku terus saja mundar-mandir di depan kamar bersalin. Terkadang mengintip melalui kaca di pintu kamar bersalin. Aku cemas luar biasa, menunggu Junsu melahirkan.

"Yaa, aku kan suaminya. Aku mau masuk.", teriakku frustasi.

"Suami darimana? Menikah saja belum. Chun duduklah, aku pusing melihat kau mundar-mandir.", sindir Yunho. Aku memicing mata padanya.

"Nanti aku juga jadi suaminya. Kau ini. Kau tidak merasakan jadiku. Karena bukan Jaejoong yang mau melahirkan. Heuh.", kesalku bukan main. Bukannya membantu kecemasanku. Malah membuatku kesal. Aku kembali mengintip di kaca pintu. Tidak terlihat.

"Dolphin kau baik-baik saja kan?", gumamku. Lama sekali sih. Menyebalkan. Hidupku tidak tenang kalau seperti ini.

Owaaa. Owaaa
Ku dengar suara tangisan bayi dari dalam. Sudah melahirkan. Anakku.

Tak lama seorang suster keluar.
"Yang merupakan suami dari Tuan Kim diperbolehkan masuk.", kata sang suster. Tanpa basa-basi lagi, aku langsung melesat masuk.

"Ini bayi anda Tuan. Dia laki-laki. Selamat.", seorang suster menyerahkan bayi padaku. Aku langsung saja menggendongnya. Bayiku tampan sekali. Benar-benar tampan. Tapi kenapa tidak mirip denganku atau Junsu ya. Siapa peduli yang penting bayiku sudah selamat. Asik, punya bayi.

"Chunnie.", panggilan yang lemah. Aku langsung menengok ke arah suara. Junsu sudah sadar, dia terlihat begitu lemah. Aku menghampirinya.

"Aku mau menggendongnya.", pintanya. Walau dia begitu lemah, namun aku tau dia begitu senang. Aku menidurkan bayi kami di dekapan Junsu.

"Tampan sekali, seperti appanya.", katanya. Aku tersenyum lalu mengecup keningnya.

"Terimakasih dolphin. Kau berjuang keras malam ini.", kataku. Ia tersenyum. Malam yang paling bahagia dalam hidupku.

...


-Three Years Later-


-Author POV-

"Minho, ayo makan. Kau belum makan daritadi.", tegur Junsu pada anaknya yang sedang bermain bola di taman belakang. Di tangannya terdapat piring penuh makanan.

"Iya umma sebentar lagi.", bantah Minho. Tak lama muncul Yoochun.

"Minho, nanti lagi mainnya. Makan dulu nanti sakit.", bujuk Yoochun, yang ada Minho malah semakin bersemangat dengan bolanya.

"Hap. Tertangkap. Ayo makan.", Yoochun berhasil menangkap Minho.

"Appa. Turunkan aku. Aku sudah besar. Tidak mau di gendong lagi. Appa menyebalkan.", kesal Minho bukan main.

"Makan dulu, baru appa turunkan. Atau mau appa suapin.", goda Yoochun. Minho merengut.

"Memangnya aku anak kecil harus disuapin?", sinis Minho. Yoochun dan Junsu benar-benar tertawa.

"Memang masih kecil.", ledek Yoochun.

"Aku sudah besar tau, umurku minggu lalu kan sudah tiga tahun. Jadi sudah besar.", bicara Minho. "Turunkan appa, aku mau makan.", suruh Minho. Yoochunpun menurunkan Minho. Sesuai perkataanya, Minho langsung menyantap makanannya senndiri dengan lahap.






The End

No comments:

Post a Comment