Saturday, July 10, 2010

Fan Fiction.. Pregnant?? Noo... YunJae..

Rating: Semi NC (ada yah?)MPREG


Pairing:
-YunJae
-HanChul
-YooSu



Oke dweh. Aku persembahkan.



>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>


Sudah dua minggu, Yunho merasa benar-benar ingin punya anak. Di tambah saat sahabatnya, Yoochun membawa bayinya ke kantor. Ia semakin iri saja.

"Honey. Aku ingin punya anak. Bisakah malam ini kita berhubungan tanpa pengaman.", pinta Yunho pada Jaejoong kekasihnya. Mereka sepasang kekasih yang tinggal dalam satu rumah, satu kamar, dan satu tempat tidur, tanpa ikatan pernikahan. Sudah enam tahun mereka berpacaran. Dan empat tahun terakhir ini mereka memutuskan tinggal bersama.

"Jangan bercanda, bunny. Kau tau kan aku tidak ingin hamil. Kau tau kan itu.", kata Jaejoong, si pria cantik yang benar-benar benci hamil. Dulu, ibunya meninggal saat bulan ke tujuh sang ibu mengandungnya. Jaejoong dilahirkan sebagai bayi prematur lewat operasi. Ia menyalahkan dirinya, ia benci mendengar kata hamil. Karena itu, selama ini Yunho dan Jaejoong berhubungan, masing-masing selalu mengenakan pengaman.

"Kalau begitu biarkan aku saja yang hamil. Aku akan tetap pakai pengaman, tapi kau tidak. Dan kita akan menikah. Ya honey. Aku mohon.", rajuk Yunho memohon benar. Jaejoong menggeleng.

"Dan aku akan membiarkanmu mati karena mengandung anak kita? Tidak akan aku biarkan. Umurku masih 24 tahun. Aku belum ingin menikah.", kukuh Jaejoong sedikit emosi. Ia membelai wajah Yunho. "Kita bersenang-senang saja dulu bunny. Baru kita menikah. Mungkin enam tahun lagi.", Jaejoong mencium bibir Yunho. Ia menggodanya. "Malam ini kau boleh keluarkan semua cairanmu di mulutku.", desah Jaejoong memijat-mijat milik Yunho.

Yunho kecewa teramat besar. Hanya menginginkan anak, hanya itu yang ia inginkan. Memiliki anak dari darah dagingnya sendiri.

"Honey. Malam ini, aku tidak ingin. Maaf.", tolak Yunho melepaskan tangan Jaejoong dari miliknya. Jaejoong merasa tertolak.

"Hanya karena kau ingin punya anak. Kau seperti ini bunny? Kita bisa mengadopsi bayi. Mudah kan?", Jaejoong tidak mau menyerah. Ia mendorong Yunho jatuh ke kasur. Ia mengulum milik Yunho dengan segera agar Yunho terangsang.

Yunho mendorong Jaejoong pelan dan bangkit dari kasur. "Iya benar, kita bisa mengadopsinya.", lirih Yunho. "Aku ingin menghirup udara segar. Aku keluar dulu honey.", Yunho segera mengenakan seluruh pakaiannya yang tertanggal dan pergi keluar kamar.

Ada rasa bersalah dalam benak Jaejoong. Ia benci seperti ini. Dari awal Jaejoong sudah bilang pada Yunho, mereka tidak akan pernah punya anak kecuali mengadopsi. Yunhopun setuju. Namun, sudah dua minggu, Yunho selalu menyinggung soal anak. Tapi Jaejoong selalu menolak. Puncaknya malam ini. Sepertinya Yunho terlalu kecewa.

"Maaf bun. Memang semua salahku. Tapi aku tetap tidak bisa.", gumam Jaejoong sendiri. Ia menyesal mengapa ia trauma. Mengapa ia membenci hamil. Segera ia kenakan pakaiannnya kembali. Ia mengganti seprai yang sudah kotor dengan cairan-cairan precum mereka.

.....


-Yunho POV-

Aku hanya ingin anak. Memangnya itu salah? Jika dia tidak ingin hamil, biar aku. Aku ingin anak darah dagingku. Bukan anak orang lain. Aku membenci ini.

Bruukkk
Aku tak sengaja menabrak seseorang di tengah kekacauanku.

"Kau baik-baik saja?", tanyaku pada pria cantik yang aku tabrak. Dengan jelas aku bisa melihat wajahnya, saat ia mendongakan kepalanya. Dia hanya diam, tidak bersuara sedikitpun. Dia menangis. Aku baru sadar kalau dia menangis. Lalu ia beranjak pergi meninggalkanku. Namun, aku tahan lengannya.

"Apa kau baik-baik saja?", tanyaku memastikan.

"Ne. Biarkan aku pergi.", katanya meronta padaku.

"Aniya. Kau bisa cerita padaku.", entah mengapa aku ingin terus menahannya karena aku penasaran, mengapa ia menangis. Tiba-tiba ia memelukku.

"Jangan tinggalkan aku. Aku mohon.", pintanya. Aku tidak mengerti. Kami kan baru bertemu.

Aku membawanya duduk di kursi taman. Cukup hening, ia berhasil meluapkan rasa sedihnya. Serasa sudah tenang, aku baru bersuara lagi.

"Mengapa kau menangis?", tanyaku. Aku rasa umur pria ini tidak terlalu jauh denganku.

"Mianhae aku memeluk sembarangan.", sesalnya. "Aku baru saja diputuskan kekasihku. Padahal aku begitu mencintainya. Cengeng sekali ya.", ceritanya. Sepertinya, ia berusaha tegar dengan senyumnya.

"Tidak masalah kalau seorang pria menangis. Lupakan saja, kau cari yang baru.", tenangkanku dengan gurauan.

"Aku harap. Kau mengapa jam dua pagi masih berkeliaran?", tanyanya. Aku tersenyum.

"Aku malas melihat wajah kekasihku di rumah.", kataku begitu saja.

"Kalian bertengkar?", tanyanya lagi. Aku mengangguk.

"Aku ingin sekali memiliki anak. Tapi kekasihku trauma dengan kehamilan. Dia tidak ingin aku atau dia hamil.", jelasku. Aku merasa begitu nyaman bercerita padanya.

"Biar aku tebak, diantara rumah tanggamu kau berperan sebagai suami bukan?", tebaknya. Aku mengangguk. Walaupun aku dan Jaejoong belum menikah, tapi aku memang berperan sebagai suami.

"Kau aneh. Biasanya pria suami sepertimu enggan memiliki anak. Dan biasanya pria istri sepertiku, ingin sekali punya anak.", herannya padaku. Dari nadanya seakan bergurau. Tapi aku melihat masih ada kesedihan di matanya.

"Tapi aku memang benar-benar ingin punya anak.", celetukku. Dia tersenyum manis.

"Aku juga ingin punya anak dari pria yang aku cintai.", katanya lirih. Andai Joonggie seperti dia, aku pasti bahagia.

.................................................................................


-Author POV-

Semenjak malam itu, hubungan Yunho dengan Jaejoong semakin merenggang. Yunho terlalu sering pulang malam, hanya karena malas melihat wajah Jaejoong. Jaejoong merasa Yunho benar-benar menghindarinya.


-Flashback-

"Bunny pulangnya malam sekali.", tegur Jaejoong saat membantu Yunho melepaskan jas kerjanya.

"Banyak kerjaan. Aku lelah, aku mohon jangan banyak bertanya.", saut Yunho. Ia mengecup bibir Jaejoong dan segera masuk kamar mandi.

-End of Flashback-


Jaejoong tersenyum kecut, mengingat itu.
"Salahku. Maaf bunny.", gumam Jaejoong lirih.

Sudah sejak sore, Jaejoong menunggu Yunho pulang. Namun, sudah hampir larut malam Yunho belum juga pulang.
"Kau dimana?", cemas Jaejoong. Sebelumnya Yunho tidak pernah seperti ini. Mata Jaejoong terus saja mengawasi pintu masuk. Rasa khawatir begitu menghantuinya.

Di tempat lain Yunho sedang asik-asiknya menenggak minuman di sebuah club, dia frustasi akan hubungannya dengan Jaejoong. Dan seorang pria lain juga sedang merasa frustasi di sudut lain.

Bruuukkk
Yunho yang sudah benar-benar mabuk menabrak seorang pria yang frustasi tadi saat hendak turun ke dance floor.

"Kau! Bukannya yang ditaman waktu itu.", kata pria itu.

"Ah iya, kau kan pria cantik yang diputuskan pacarmu itu kan? hahahaha.", ingat Yunho menepuk-nepuk pipi pria itu. Yunho tidak jadi turun. Ia duduk berbincang dengannya.
"Aku belum tau namamu.", kata Yunho.

"Heechul. Namaku Kim Heechul.", teriak pria cantik bernama Heechul itu.

"Aku Jung Yunho. Ah sepertinya, kita berjodoh ya. Hahaha.", bicara Yunho sudah semakin ngelantur. Heechul hanya tersenyum kecil, membiarkan Yunho meracau tidak jelas.

"Jaejoonggie, aku ingin anak. Kau pelit sekali.", igau Yunho. Heechul tau Yunho benar-benar mabuk. Ia jadi pusing sendiri. Karena club sudah mau tutup. Akhirnya ia memutuskan membawa Yunho ke rumahnya. Ia merebahkan Yunho di tempat tidur. Saat akan melepas dasi yang mengikat leher Yunho. Yunho menarik Heechul dalam dekapannya.

"Aku ingin punya anak. Anak kandungku. Maukah kau mengandung anakku. Anak kita, kita akan hidup bahagia bersama anak-anak kita.", bicara Yunho tidak jelas. Ia membalik tubuh Heechul dan menindihnya.

"Kau ini apa-apaan sih.", ronta Heechul berusaha bangkit.

"Kau cantik.", racau Yunho. Setelahnya ia mencium bibir Heechul. Ia lumat, ia kulum. Sesaat memberontak, akhirnya Heechul tanpa perlawanan. Ia membalas semua perlakuan Yunho. Tangannya memeluk erat tubuh Yunho. Mereka bergumul bibir dengan liar. Yunho turun menghisap leher jenjang Heechul sampai menghasìlkan berbagai tanda merah. Tangannya melepaskan satu persatu kancing kemeja Heechul. Di jilati semua tubuh Heechul yang terbuka. Sesekali lidahnya dimainkan di pusar Heechul. Sedangkan tangannya menggerayang milik Heechul yang masih terbungkus celana.

"Aaaaahhh.. Yunho-ssi.. Aaaaahh.", mendengar erangan Heechul. Yunho dengan cepat membuka seluruh celana Heechul. Dan tentu seluruh celananya. Yunho kembali naik mencium bibir Heechul.

"Ini sedikit sakit. Tahan ya.", ingatkan Yunho lembut. Heechul mengangguk saja.

.....

Pagi-pagi sekali Yunho terbangun lebih dulu. Kepalanya masih terasa pusing, karena efek dari minuman. Ia terkejut, saat menyadari ia tidur memeluk Heechul yang tanpa busana sehelaipun. Begitupun dia, mereka hanya terhalang selembar selimut saja. Yunho mencoba mengingat kejadian tadi malam.

"Ya tuhan. Maafkan aku Joonggie.", sesal Yunho akan pengkhianatannya.

Yunho mencoba membangunkan Heechul.
"Chul-ssi, bangun.", ujarnya. Tak lama, Heechul terbangun. Ia terkejut, dengan cepat ia menjauh dari Yunho.
"Maafkan aku. Aku minta maaf.", lirih Yunho menundukan kepalanya.

"Pulanglah.", usir Heechul. Yunho segera mengenakan pakaiannya.

"Maafkan aku. Ini nomor ponselku. Permisi. Maafkan aku.", ujar Yunho. Ia menaruh kertas berisi nomor telepon di meja kecil. Lalu pergi.

....

Yunho bingung, ia tidak tau harus bagaimana menjelaskan pada Jaejoong.
Sesampainya di rumah, Yunho mendapati Jaejoong tertidur di sofa.

"Pasti dia menungguku.", rasa bersalah Yunho semakin menjadi. Ia membopong Jaejoong ke dalam kamar. Dan direbahkannya di kasur. Jaejoong terbangun. Ia melihat kekasihnya itu duduk di sampingnya.

"Sudah pulang. Maaf aku tertidur, jadi tidak bisa menyambutmu.", sesal Jaejoong. Yunho menggeleng.

"Seharusnya tidak usah menungguku. Nanti kau sakit.", cemas Yunho membelai wajah Jaejoong.

"Tidak apa-apa, bukankah seperti itu tugas seorang calon istri?", gurau Jaejoong mencoba riang. Yunho tetap menatap sendu, ia memeluk Jaejoong erat.

"Kau memang yang terbaik.", kata Yunho. Jaejoong senang mendengarnya.

"Bunny, aku sudah putuskan. Aku mau hamil. Sepertinya aku egois sekali jika aku hanya memikirkan keinginanku. Aku mau hamil, punya anak darimu.", kata Jaejoong lembut. Semalaman ia terus menimbang. Ia tidak kuat terus-terusan dalam kebekuan hubungan. Akhirnya, ia melepas keegoisannya.

Yunho senang mendengarnya. "Terimakasih honey. Aku janji, aku akan selalu di sampingmu saat kau hamil nanti. Aku mencintaimu.", riang Yunho. Ia semakin memeluk Jaejoong. "Kita akan punya anak. Secepatnya kita buat. Malam ini saja.", Yunho benar-benar tidak sabar dibuatnya. Jaejoong tersenyum geli. Semua kembali seperti semula.

"Seperti anak kecil saja.", ledek Jaejoong. "Yasudah sana mandi. Aku akan buat sarapan dulu.", Jaejoong segera beranjak ke dapur.

"Honey aku mencintaimu.", teriak Yunho. Jaejoong tersenyum.

"Aku lebih mencintaimu.", balas Jaejoong. Yunho tersenyum kecut. Di benaknya, semoga semua berjalan dengan baik.

................................................................

Jaejoong menghela nafasnya. Semoga ia benar untuk melepas keegoisannya. Demi cintanya pada Yunho, ia akan melakukan apapun. Walaupun ia takut akan traumanya. Ia sudah siap jika harus meninggal saat mengandung anaknya kelak.

"Kau yakin tanpa pengaman malam ini?", tanya Yunho lagi yang tau keraguan Jaejoong. Jaejoong mengangguk.

"Aku kan sudah bilang. Aku ingin hamil. Aku ingin mengandung anak kita.", jawab Jaejoong mantap. Ia membelai wajah Yunho.

"Lalu kita menikah. Kau setuju kan?", rayu Yunho. Jaejoong mengecup bibir Yunho.

"Iya kita akan menikah.", ada gurat kesedihan disana. "Dan aku akan pergi selamanya(meninggal) setelah itu.", batin Jaejoong lirih.

Yunho memeluk Jaejoong hangat. Bibirnya mengecupi leher jenjang Jaejoong. Digigitnya kecil kulit leher Jaejoong. Jaejoong menggelinjang. Lidah Yunho menelusup menjelajahi telinga Jaejoong. Tangan Jaejoong meremas rambut Yunho karena rangsangan hebat telah membelenggunya.

"Kau selalu mampu membuaiku.", desah Jaejoong di telinga Yunho. Membuat Yunho bergidik. Perlahan ia lucuti semua pakaian yang dikenakan Jaejoong. Yunho melepas pelukannya pada Jaejoong. Bola matanya mengamati kesuluruhan tubuh Jaejoong yang tanpa busana dari atas ke bawah.

"Kenapa? Ada yang salah dengan tubuhku?", heran Jaejoong melihat tingkah Yunho.

"Tidak. Hanya saja. Aku jarang sekali melihatmu seperti ini dalam kesadaranku. Biasanya aku dalam nafsu. Ternyata kau benar-benar sempurna honey. Seksi.", goda Yunho. Jaejoong tersenyum malu.

"Jangan menggodaku. Aish.", malu Jaejoong. Yunho tertawa geli melihat Jaejoong salah tingkah. Ia segera membopong Jaejoong ke atas kasur.

"Sudah tegang saja milikmu. Pasti karena cumbuanku tadi. Kasian.", gurau Yunho yang mengelus-elus milik Jaejoong.

"Geli.. Ehhh. Uuuhh. Bun..nny.. Aahhh..", desah Jaejoong bergelinjang mendapat perlakuan Yunho. Yunho tersenyum iblis. Ia membuka celananya.

"Rasakan malam pertama kita honey.", bisik Yunho di telinga Jaejoong. Setelah itu ia melumat bibir Jaejoong.

"Aaaaahhhhh.", erang Jaejoong ketika sesuatu menerobos lubangnya. Sesuatu yang sudah sering menjadi tamu(?) dalam lubang itu, namun kali ini sensasinya berbeda, karena tak ada yang melapisi sesuatu itu.

*ayo kita tobat, masuk mesjid. Yuuk*

....

Jaejoong pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya. Dilihatnya pria tampan di sampingnya masih tertidur pulas, tampak raut lelah di wajahnya. Untuk enam ronde tadi malam, sepertinya itu sangat wajar.*hahaha*

"Selamat pagi bunny.", Jaejoong mengecup pipi Yunho mesra. Ia segera mengenakan boxer birunya, lalu masuk kamar mandi.

Seusai mandi, ia langsung membuat sarapan di dapur. Ia membiarkan Yunho yang masih saja tidur.
Lagi asik-asiknya memasak, sepasang tangan kekar memeluk pinggang rampingnya dari belakang.

"Pagi honey.", sapa pemilik tangan yang tak lain adalah Yunho.


-Jaejoong POV-

Tengkukku ia kecup mesra berulang kali. Aku bergidik. Tapi aku sangat senang. Akhirnya aku rasakan lagi kehangatannya yang seperti ini.

"Mandi sana.", suruhku tetap pada posisiku.

"Tidak mau. Aku tetap mau memeluk umma dari anakku nanti.", guraunya manja. Aku membalikan tubuhku menghadapnya. Dia hanya mengenakan boxer hitamnya. Aku yakin tanpa celana dalam.

"Kau harus kerja. Tidak boleh memelukku terus. Lagipula, nanti aku jadi bau karena dipelukmu terus.", timpal gurauku dengan galak. Ia tersenyum geli.

"Iya, iya. Galak sekali. Huh.", ledeknya. Ia melepaskan pelukannya dan sedikit menunduk mensejajarkan dengan perutku.

"Anak appa, cepat muncul ya.", ia mengelus-elus perutku. Ia benar-benar menginginkan seorang anak. Keputusanku benar. Aku tersenyum senang.

"Iya appa, kalau appa lekas mandi. Aku akan cepat muncul.", kataku dengan suara yang dibuat seperti anak kecil. Ia tertawa keras. Mungkin ia merasa lucu karena tingkahku.

"Kalau itu sih keinginan ummanya.", guraunya. Ia mengecup bibirku. "Aku mandi dulu ya.", pamitnya pergi ke kamar mandi. Aku kembali dengan masakanku. Ini sudah siang, aku tidak mau Yunho terlambat masuk kerja karena menunggu sarapan yang belum matang.

....


-Author POV-

Junsu dan Yoochun yang memang sahabat Jaejoong dan Yunho sedang berkunjung ke rumah mereka.

"Ah Minho sayang.", Jaejoong segera merebut Minho dari gendongan ayahnya.

"Anakku.", takut Yoochun. Jaejoong memajukan bibirnya.

"Takut sekali. Kau kira, aku tidak bisa menggendong bayi.", Jaejoong memukul kepala Yoochun. Junsu dan Yunho hanya tertawa karena itu.

"Biarkan saja Chun.", lerai Yunho. Jaejoong menjulurkan lidahnya pada Yoochun. Lalu mencium pipi gembil Minho.

"Anak ajjhusi tampan sekali, seperti ajjhusi.", goda Jaejoong pada Minho.

"Tidak. Kau cantik hyung, bukannya tampan. Aku mau anakku jadi pria suami, bukan pria istri jadi harus tampan seperti appanya.", bantah Yoochun menyipitkan mata pada Jaejoong.

"Huah kau, merusak kesenanganku saja.", kesal Jaejoong. "Ayo Minho kita main saja di kamar ajjhusi. Appamu cerewet.", ajak Jaejoong pada Minho. Minho tertawa kecil dengan tangan kecil yang menggapai-gapai wajah Jaejoong, seakan mengerti perkataan Jaejoong.

Junsu memperhatikan keriangan Jaejoong.
"Dia benar-benar menyayangi anak-anak.", celetuk Junsu.

"Tapi sayang dia takut hamil.", tambah Yoochun lemas.

"Tidak lagi. Kami sudah berhubungan tanpa pengaman. Dia mau hamil. Dia ingin mengandung.", semangat Yunho saat berkata.

"Apa benar?", Junsu meyakinkan. Yunho mengangguk.

"Iya kalian tidak percaya sekali. Makanya doakan agar dia cepat hamil.", serang Yunho dengan menggebu.

"Pasti hyung.", saut Yoochun tak kalah semangat.

......................................................................


Tangan halus Jaejoong kini tengah menggenggam erat tangan Yunho. Tak lama dering ponsel Yunho.

"Honey sebentar.", ijin Yunho sedikit menggeser tubuhnya menggapai ponsel di meja samping. Membuat Jaejoong yang sedang tidur berbantal paha Yunho, sedikit mengangkat kepalanya namun tetap fokus menonton televisi.

"Yeobohaseyo.", sapa Yunho sesaat mengangkat teleponnya.

"Yunho-ssi.", terdengar sautan lirih dari sebrang sana.

"Ya, nugu?", tanya Yunho heran.

"Ini aku, Heechul.", penelepon yang tak lain adalah Heechul kini sedang menangis dalam teleponnya.

"Hee..Chul,,ssi.", gugup Yunho, ia melirik Jaejoong yang tidak menyadari apapun.

"Yunho-ssi. Besok sore bisa kita bertemu. Di taman waktu itu. Ada yang ingin aku bicarakan.", pinta Heechul. "TENTANG KITA.", Heechul menekankan perkataannya.

Deg.
Jantung Yunho seakan berhenti berdetak.

"Bicara? Tentang kita? Jangan bilang.", pikir Yunho sudah tidak karuan dalam hatinya. "Iya. Sampai besok.", Yunho menutup segera ponselnya. Ia tidak ingin dengar lebih lanjut. Membuat ia teringat lagi akan kejadian malam itu.

"Dari siapa?", Jaejoong membuyarkan pikiran Yunho.

"Ani. Hanya temanku.", jawab Yunho salah tingkah.

"Ooh. Aku sudah mengantuk. Kita tidur bun.", ajak Jaejoong yang bangkit lalu beranjak ke dalam kamar. Yunho menarik nafas leganya.

....

Yunho di hadapkan dengan Heechul yang sedang menangis dahsyat. Yunho merasa bersalah, ia tidak tau akan bagaimana hidupnya selanjutnya.

"Yunho-ssi, aku mohon jangan biarkan anak kita tanpa appa.", rajuk Heechul yang meminta pertanggung jawaban akan kehamilannya.

Yunho nampak frustasi. Ia tidak bisa lepas tangan akan perbuatannya pada Heechul. Namun di lain sisi, bagaimana dengan Jaejoong. Apa dia bisa menerima semua ini.

"Aku tidak akan membiarkan anak kita tanpa appa. Aku akan menikahimu. Maaf jadi seperti ini.", saut Yunho. Ia menarik Heechul ke dalam pelukannya. Membiarkan pria cantik itu menangis dalam dadanya. Ia menarik nafasnya. "Maafkan aku honey.", batin Yunho yang semakin terpuruk. Satu masalah selesai, masalah lain menunggu.

....

Jaejoong menyambut Yunho yang baru pulang dengan hujan ciuman dan pelukan.

"Baru pulang bunny? Aish, pasti lelah.", perhatian Jaejoong masih memeluk Yunho. "Aku sudah buatkan makanan kesukaanmu. Pasti kau suka. Sekarang mandi dulu, baru kita makan.", lanjut Jaejoong. Ia mengambil tas kerja Yunho dan menggiring Yunho ke kamar mandi.

Sementara Yunho mandi, Jaejoong menyiapkan makanan ke meja makan. Ia nampak senang melakukan semua ini. Tanpa sadar akan ada sebuah kejutan yang akan diberitahu Yunho.

Tak lama Yunho muncul dan duduk di meja makan. Merekapun mulai melahap makan malam mereka.

"Honey. Apa kau mencintaiku?", tanya Yunho di sela makan malam. Jaejoong menghentikan makannya.

"Tentu saja. Aku begitu mencintaimu. Kenapa? Kau meragukan cintaku?", Jaejoong berpura-pura marah.

"Bukan begitu, kalau aku berbuat kesalahan apa kau akan memaafkanku?", tanya Yunho lagi. Jaejoong mengerutkan keningnya.

"Apapun akan aku maafkan. Aku kan tidak bisa marah padamu.", saut Jaejoong diiringi senyuman.

"Walaupun aku berselingkuh?", akhirnya keluar kata-kata itu. Jaejoong membeku mendengar kata-kata Yunho. Namun tak lama ia tersenyum.

"Jangan bergurau lagi bunny. Sudah, ayo makan.", Jaejoong kembali melahap makanannya dan mengganggap Yunho hanya bergurau.

"Tidak honey. Aku benar-benar berselingkuh. Aku mengkhianatimu. Aku tidur dengan pria lain. Dan.", Yunho diam sejenak. "Dan sekarang dia hamil.", lanjut Yunho.

Traanngg
Suara sendok garpu yang beradu dengan piring yang dipegang Jaejoong. Air mata keluar dari mata indah Jaejoong.

"Apa ini karena aku tidak ingin hamil?", tanya Jaejoong lirih.

"Maafkan aku honey, saat itu aku mabuk dan tidak sengaja.", rajuk Yunho yang panik melihat reaksi Jaejoong.

"Ani. Ini bukan salahmu. Andai waktu itu aku tidak menolak untuk hamil. Ini semua salahku. Maafkan aku.", Jaejoong berlari ke dalam kamar. Mengunci pintu dan menangis dengan deras.

Ada rasa marah dalam diri Jaejoong. Sebegitu salahnyakah dia sampai dengan mudah Yunho mencari pria lain. Ada rasa sesal dalam dirinya, karena traumanya. Rasa benci mengutuk perbuatan Yunho. Rasa kecewa karena cinta tulusnya dikhianati. Tapi ia sadar, ini kenyataannya. Semua sudah terjadi. Ia turut andil dalam kenyataan ini.

Di meja makan, Yunho membenturkan kepalanya berulang kali. Ia menyesal akan semua. Ia menyakiti orang yang begitu dicintainya.

....

Jaejoong berusaha tersenyum tegar dihadapan Yunho.

"Yun, sebaiknya aku pergi. Besok kan pernikahanmu. Dan Heechul-ssi akan tinggal disini. Tidak baik aku terus-terusan tinggal disini. Aku tidak mau mengganggu kalian. Terimakasih atas semuanya. Maaf besok aku tidak bisa datang ke pernikahan kalian.", ucap Jaejoong menahan tangisnya. Dua bulan sudah semenjak malam itu. Jaejoong tidak ingin menghalangi kebahagiaan Yunho dan Heechul. Ia mencoba menerima semuanya. Tapi dimana besok adalah pernikahan Yunho membuatnya tidak tahan lagi. Tidak mungkin ia tetap tinggal satu rumah dengan Yunho.

"Maafkan aku honey.", lirih Yunho memeluk erat Jaejoong.

"Sudah kubilang ini bukan salahmu. Ini semua salahku. Satu lagi, panggil aku Jaejoong saja. Kau sudah mau menikah, nanti istrimu marah.", gurau Jaejoong yang sudah tidak kuat menahan tangisnya lagi. Ia melepas pelukan Yunho.

"Selamat tinggal Yunho.", Jaejoong buru-buru masuk ke dalam taksi yang sudah memuat barang-barangnya. Ia tidak mau Yunho melihatnya menangis. Yunho hanya menatap pergi pria yang masih dicintainya itu.


................................................................

Di dalam taksi, Jaejoong terus saja menangis. Mau bagaimanapun, airmata itu tidak bisa dibendung lagi. Sejujurnya ia tidak sanggup, harus melepas dan meninggalkan pria yang begitu dicintainya lebih dari enam tahun ini. Namun ia juga tidak sanggup melihat prianya itu bersama pria lain.

Jaejoong mengelus-elus perutnya. "Maafkan umma nak, memisahkanmu dari appamu. Membiarkan appamu tidak tau kehadiranmu. Saat kau lahir, kau akan sendirian. Maafkan umma.", lirih Jaejoong. Saat ini di dalam perut Jaejoong terdapat kehidupan baru. Kehidupan yang muncul dua minggu setelah Jaejoong mengetahui pengkhianatan Yunho. Ia memilih bungkam, ia tidak ingin merusak kebahagiaan Yunho dan Heechul. Walaupun ia selalu berpikir bagaimana nasib anaknya tanpa umma dan appanya kelak. Bukan maksud ingin meninggalkan anaknya sendirian, tapi bayang-bayang kematian saat mengandung masih lekat dalam benak Jaejoong. Sangat tragis.

"Maaf, kita mau kemana tuan?", tanya sang supir membuyarkan lamunan Jaejoong.

Jaejoong menghapus air matanya. "Ke jalan xxx no 46.", terang Jaejoong, memberitahu letak rumah barunya. Rumah yang ia beli satu minggu yang lalu. Rumah yang jauh di pinggiran kota Seoul. Rumah yang tidak akan pernah Yunho ketahui, bahwa disana kedua cintanya berada.

....


~ Four Years Later ~


"Jung Changmin, jangan berlarian seperti itu nanti jatuh.", sergah seorang wanita yang berteriak khawatir pada seorang bocah laki-laki yang tak hentinya berlarian kesana kemari saat menunggu orangtuanya menjemput. Dengan tawa kecilnya, bocah kecil bernama Changmin itu tetap berlarian tidak peduli.

Greeepp
Wanita yang tak lain guru Changmin berhasil menangkapnya.
"Anak nakal nanti di marahi umma karena tidak mendengarkan songsaengnim.", gemas wanita tersebut mencubit pipi Changmin sayang.

"Hehe. Congcaengnim. Umma lama cekali. Aku kan lapal, mau makan.", eluh Changmin masih dengan kecadelannya.

"Sebentar lagi juga datang. Minnie harus sabar.", wanita itu menenangkan Changmin.

"Iya Minnie sabal.", saut Changmin.

"Permisi.", sapa seorang pria dengan postur tubuh sempurna.

"Ah iya. Bisa saya bantu?", tanya wanita itu ramah.

"Saya ingin menjemput Park Minho. Saya ajjhusinya.", kata pria itu. Wanita itu menyipitkan matanya. "Orangtuanya tidak bisa menjemput. Jadi saya yang menjemput. Anda bisa menghubungi orangtuanya terlebih dahulu.", lanjut Yunho yang mengerti raut kecurigaan di wajah wanita itu.

"Tunggu sebentar, saya panggilkan Minho.", pamit wanita itu. "Ayo Minnie.", ajak wanita itu pada Changmin.

"Ani, aku mau dicini caja. Tunggu umma.", bantah Changmin. Wanita itu berjongkok menatap Changmin.

"Tapi tidak ada yang menjagamu.", cemas wanita itu.

"Biar saya yang menjaganya.", tawar pria tadi. Wanita tadi menyipitkan matanya sekali lagi. "Tenang saya bukan orang jahat songsaengnim.", gurau pria itu.

"Anda ini. Saya titip sebentar ya.", wanita itupun masuk ke dalam gedung playgroup itu.

"Anak tampan, namanya siapa?", tanya pria itu mensejajarkan diri dengan Changmin.

"Jung Changmin.", jawab singkat Changmin. Pria itu tertawa melihat tingkah sinis Changmin.

"Marga kita sama. Nama ajjhusi Jung Yunho. Kebetulan sekali ya.", pria yang ternyata adalah Yunho mengajak bicara Changmin lagi. Tapi Changmin hanya diam tidak menanggapi. "Mau berteman dengan ajjhusi tidak?", tawar Yunho yang menyukai bocah kecil ini.

"Mian ajjhuci. Kata umma, aku tidak boleh belbicala dengan olang yang tidak aku kenal.", kata Changmin. Membuat Yunho semakin gemas.

"Kau ini pintar sekali. Tapi kan sekarang kita sudah kenal. Kau Jung Changmin, ajjhusi Jung Yunho. Nah sekarang kita teman.", Yunho mencoba memperdayai Changmin. Changmin mengerucutkan bibirnya. Yunho terdiam, ini seperti kebiasaan Jaejoong jika sedang berpikir. Empat tahun sudah ia tidak mengetahui kabar kekasihnya itu. Ia begitu merindukannya.


-Yunho POV-

"Benal juga ya. Minnie cekalang punya teman balu. Ajjhuci tampan.", riangnya. Bocah ini membuatku gemas. Aku mengeluarkan permen dari sakuku. Sepertinya ia sering dipanggil dengan sebutan Minnie.

"Ajjhusi punya permen. Minnie mau?", tawarku. Ia nampak senang dan mengangguk-angguk cepat. "Kalau Minnie mau, cium ajjhusi dulu.", syaratku menepuk-nepuk pipiku. Entah mengapa aku benar-benar menyayangi bocah laki-laki ini.

Cuuupp
Ia mengecup pipiku.
"Cudah. Mana permen Minnie?", tagihya. Memang dia anak yang sangat pintar.


-Jaejoong POV-

Aku sudah telat menjemput anakku. Dengan mempercepat langkah, aku segera pergi ke playgroup anakku bersekolah. Semoga dia tidak marah, anak itu kalau sudah marah susah dirayunya. Tapi aku sangat menyayanginya lebih dari apapun. Ternyata traumaku berlebihan, aku kira saat aku mengandungnya aku akan meninggal. Ternyata tidak. Aku bersyukur, berarti dosaku tidak akan bertambah karena meninggalkannya. Sekarang dia tetap mempunyai umma, walau tanpa appa.

Sesampainya di playgroup. Aku melihat anakku bersama seorang pria di halaman bermainnya.

"Ummaaaaaaa..", teriaknya riang berlari ke arahku. Aku dengan sigap menangkap dan menggendongnya.

"Minnie, senang sekali berlari nanti jatuh.", gemasku. Aku mencium pipi anakku satu-satunya. Dia malah cengengesan.

"Umma, Minnie cekalang punya teman balu. Tuh.", senangnya menunjuk pria yang bersamanya. Pria itu membalikan badannya. Ya tuhan, aku sudah berusaha keras untuk melupakannya. Tapi sekarang ia muncul lagi setelah sekian lama.

"Honey.", kagetnya saat melihatku. Aku menarik nafas, mendekap erat Changmin di sisiku.

"Itu appamu nak.", batinku saat menatap mata Changmin.

..............................................................

Kami duduk di kursi taman bermain melihat Changmin dan Minho bermain gundukan pasir.

"Minho sudah besar sekarang.", kataku berbasa-basi. Aku tidak menyangka Minho ternyata satu playgroup dengan Changmin. Apa ini memang takdir.

"Sudah empat tahun kau tidak melihatnya. Terang saja.", sautnya. Ia melihat ke arah Changmin dan Minho yang sedang bermain.

"Iya dia semakin tampan.", timpalku tidak menggubris kata-katanya yang seperti sindiran. "Bagaimana kabarmu?", tanyaku. Ia menggeleng.

"Tidak baik sejak ditinggalmu. Empat tahun aku merindukanmu, tapi aku tidak tau kau dimana.", katanya membuat jantungku berdebar-debar. "Honey, apa dia anakku?", tanyanya. Panggilan itu kembali kudengar. Ya tuhan bisakah akhiri semua ini. Dia milik orang lain. Aku harus jawab apa?

"Ani. Dia bukan anakmu.", jawabku gugup. Dia malah tersenyum.

"Dia anakku, Jung Changmin. Kalau bukan anakku, kenapa kau beri dia margaku?", katanya membongkar sendiri rahasiaku. "Kenapa kau tidak beritahu aku tentang kehamilanmu? Bukankah aku berjanji untuk selalu disampingmu. Lagipula dia anakku, aku berhak atas dia.", bentaknya tepat di wajahku.

"Maaf. Tapi saat itu kau akan segera menikah. Aku tidak ingin, menghancurkan hubungan kalian.", jelasku menunduk. Aku merindukan dia, aku masih mencintai dia.

"Maafkan aku. Andai aku tidak bodoh, kita akan hidup bahagia dari dulu. Aku mencintaimu. Maafkan aku membuatmu menderita honey.", lirihnya memelukku. Air mataku mengalir lagi dalam pelukannya. Pelukan hangat yang selalu aku ingin rasakan. Aku membalas pelukan ini.

"Maafkan aku, aku harus bilang ini. Tapi aku masih mencintaimu seperti dulu.", kataku dari lubuk hati yang terdalam.

"Menikahlah denganku.", ajaknya. Deg. Jantungku kembali berhenti. Aku dorong tubuhnya.

"Yun, kau tidak bisa seperti itu. Kau harus pikirkan anak dan istrimu. Kau tau itu.", marahku. Walau bagaimanapun ia tetap milik orang lain.

"Istri? Anak? Anakku hanya Minnie. Dan istriku, aku baru mau menjadikan pria dihadapanku istriku.", guraunya membuatku tidak mengerti.


~ Flashback ~


-Heechul POV-

Setelah tiga bulan aku dan Hangeng berpacaran ia memutuskanku begitu saja. Rasanya perih. Aku selalu menuruti maunya. Bahkan setiap ia menginginkan tubuhku, aku selalu menyerahkannya. Namun dengan mudahnya, dia hanya berkata.

"Maaf cinderellaku, tapi aku harus kembali ke Beijing. Lebih baik kita akhiri saja.", katanya lembut. Ia mencium bibirku dengan hangat lalu pergi meninggalkanku di hotel sendirian. Rasanya hatiku hancur, aku telah serahkan cintaku hanya untuknya.

Aku pergi, berlari dalam tangisku entah aku bawa kakiku ini kemana.

Bruuukkk
Sampai akhirnya seorang pria menabrakku di taman. Ia menenangkanku. Aku kembali dapat tertawa, mendengar ia bertengkar dengan kekasihnya yang tak ingin hamil.

Satu minggu kemudian, badanku benar-benar tak enak. Aku selalu saja muntah-muntah. Aku memutuskan memeriksakannya ke dokter. Aku hamil anaknya. Ya tuhan apalagi yang kau berikan padaku.
Aku mencoba menghubunginya, tapi tidak pernah dia angkat.

"Gege, angkat teleponku.", gumamku di setiap kalinya. Namun tetap saja nihil.

Karena frustasi aku pergi ke sebuah club malam, disana aku bertemu lagi dengan pria di taman itu. Sepertinya pertengkaran dengan kekasihnya belum juga selesai. Ia benar-benar mabuk. Club sudah mau tutup, aku bingung mau bawa dia kemana. Akhirnya aku putuskan bawa dia ke rumahku.

Yang tidak pernah aku duga, dia melakukan itu. Dia memerangkapku, mencumbu seluruh tubuhku.

"Ini sedikit sakit. Tahan ya.", katanya ketika ia hendak memasukan miliknya ke lubangku.

Bruuukkk
Ia pingsan di atas tubuhku. Aku bersyukur dia belum melakukan itu. Aku bukan manusia suci. Tapi aku hanya ingin tubuhku dirasuki seseorang yang aku cintai. Aku mengambil nafas legaku. Membiarkan sejenak pria ini tidak sadarkan diri di atas tubuhku. Tak lama karena lelah aku tertidur.

Paginya, ia membangunkanku. Ya tuhan aku ingat kejadian tadi malam, pria ini memaksaku berhubungan dengannya. Karena aku panik, aku langsung saja mengusirnya walaupun sepertinya dia begitu menyesal.

Hidupku kelam, aku tidak sanggup jika anak ini tanpa appa. Entah setan apa yang merasukiku, tapi aku langsung teringat pada Yunho. Aku manfaatkan kejadian malam itu. Aku hubungi nomor telepon yang ia berikan padaku. Besoknya kita bertemu di taman itu. Ia mau bertanggung jawab. Ia akan menikahiku. Ada kelegaan disana. Tapi tak sepenuhnya tenang, karena aku membohonginya.

Mungkin aku manusia paling jahat di dunia ini. Aku memisahkan Yunho dengan kekasihnya.
"Maaf Jae-ssi. Padahal kau begitu baik padaku. Tapi ini demi kehidupan baru dalam perutku.", kataku saat Jaejoong menemaniku memeriksa kandunganku.

"Gwaenchana. Anak kalian lebih membutuhkan appanya. Dibanding aku.", sautnya dengan senyum mengembangnya. Walau aku tau batinnya kini sedang menangis. Ya tuhan jahatnya aku.

Sehari sebelum pernikahan kami Jaejoong memilih keluar dari rumah Yunho. Tindakan yang pasti juga akan aku lakukan jika berada di posisi Jae-ssi. Siapa yang sanggup melihat pria yang dicintainya hidup bersama orang lain. Namun, sejak detik itu juga. Aku melihat Yunho seperti orang yang tanpa semangat. Ia hanya melamun, terkadang menangis sembunyi-sembunyi. Aku tau, aku telah merebut kehidupannya. Maafkan aku.

Aku sadar, kalau mereka terlalu baik. Tapi semua sudah terlanjur bukan.

"Maafkan umma, umma memang jahat.", lirihku pada bayi mungil dalam perutku.

Aku harus kuat. Besok hari pernikahan kami. Aku harap semua akan berjalan dengan baik. Aku kira begitu.

......................................................................

-Author POV-

Hari ini, hari pernikahan Yunho dan Heechul. Heechul dan Yunho masih bersiap di dalam ruangan mereka. Taukah di antara para tamu yang hadir terdapat appa dari bayi Heechul yang sebenarnya.

"Pengantin pria kita tampan sekali.", kejut seorang pria berwajah oriental.

"Kau. Aku kira tidak akan datang.", kesal Yunho karena digoda.

"Mana mungkin aku tidak datang di pernikahan sahabatku.", timpal pria Cina itu.

"Hangeng bodoh. Enak sekali baru datang setelah pernikahan sudah siap.", umpat Yoochun bergurau. Ternyata pria itu adalah Hangeng.

"Hehe. Sebenarnya aku sudah datang dari seminggu yang lalu. Tapi aku ada urusan.", jelas Hangeng. Wajahnya berubah murung.

"Urusan apa?", heran Yoochun.

"Mencari cintaku yang tertinggal di Seoul. Ternyata aku tidak bisa menjadi seorang playboy lagi setelah bertemu dengannya. Tapi aku belum menemukannya.", jelas Hangeng ada penyesalan disana.

"Hahaha. Kau terkena virus Yoochun. Setelah bertemu Junsu, dia tidak bisa berkutik lagi.", geli Yunho mendengar kata-kata Hangeng.

"Enak saja. Aku ingin ke ruangan Jaejoong dulu ya. Ingin memberi selamat pada pria cantikmu itu.", ujar Hangeng yang tidak tau apa-apa. Yunho terdiam. Yoochun menarik Hangeng keluar ruangan.

"Bodoh. Dia bukan akan menikah dengan Jaejoong.", umpat Yoochun. Ia menceritakan kenyataan yang ada.

"Lalu dia menikah dengan siapa?", heran Hangeng.

"Pria bernama Kim Heechul.", saut Yoochun. Mata Hangeng terbelalak besar.

"Apa?", kaget Hangeng. Yoochun mengangguk. Tanpa pikiran apapun Hangeng langsung berlari ke ruangan Heechul.

Di dalam Heechul nampak gelisah. Ia tidak ingin ini terjadi.
"Junsu-ssi, apakah aku jahat?", tanya Heechul. Junsu menggeleng.

"Anakmu memang butuh appanya.", Junsu menenangkan Heechul.

Braakk
Bunyi pintu terbuka paksa.
"Chullie.", panggil Hangeng. Heechul langsung menengok ke arah suara. Begitupun Junsu.

"Gege.", kejut Heechul. Hangeng berlari memeluk Heechul.

"Maafkan aku.", lirih Hangeng. Heechul menangis dalam pelukan Hangeng.

"Aku mencoba menghubungimu, tapi tak pernah kau angkat. Kau itu jahat sekali gege. Padahal aku mau mengabarimu tentang anak kita. Kau jahat.", bentak Heechul yang bersaing dengan tangisan. Ia memukul-mukul punggung Hangeng.

"Maaf.", hanya itu yang dapat diucapkan. Kedua insan itu melepas kerinduan, kebencian, penyesalan dengan saling memeluk dan menangis.

"Apa maksudmu dengan anak kita?", tanya Hangeng. Yunho, Yoochun dan Junsu yang ada di ruangan itupun menunggu penjelasan Heechul.

Sambil terisak, Heechul menceritakan kenyataannya. Semua tidak menyangka Heechul menyembunyikan rahasia besar.

"Waktu itu aku bingung. Aku tidak ingin bayi ini tanpa appa. Maafkan aku.", sesal Heechul. Ia menundukan kepalanya karena takut.

"Ini salahku juga. Maafkan aku Yun.", sesal Hangeng. Yunho tersenyum.

"Gwaenchana. Ini juga salahku.", timpal Yunho. Junsu dan Yoochun saling pandang penuh arti.

"Sekarang pengantin pria sebenarnya sudah ditemukan. Gege ayo siap-siap setengah jam lagi ikrar janji akan dimulai.", suruh Junsu memecah suasana haru.

"Apa?", kaget Hangeng.

"Memangnya kau mau Heechul menikah dengan Yunho?", kesal Yoochun. Hangeng tersenyum.

"Tidak akan, aku tidak mau melepas cinderellaku untuk kedua kalinya. Apalagi ada Hangeng Junior di dalam perutnya.", gurau Hangeng mengelus-elus perut Heechul. Semua orang tertawa termasuk Yunho. Tapi baginya ini juga sudah terlambat. Ia tidak tau dimana Jaejoong berada.

Hari itu menjadi hari pernikahan Heechul dengan pengantin pria yang sebenarnya.

~ End of Flashback ~


"Aku mencarimu selama ini. Akhirnya aku menemukanmu. Jangan pergi lagi.", manja Yunho memeluk Jaejoong.

"Maafkan aku.", balas Jaejoong. Hanya maaf yang bisa Jaejoong katakan.

"Bukan salahmu. Aku mencintaimu dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah.", balas Yunho. Hatinya kini benar-benar bahagia. Akhirnya ia bisa menemukan cintanya lagi.

"Lepaskan ummaku.", marah Changmin melihat Yunho seenaknya memeluk Jaejoong. Ia memukul-mukul tangan Yunho agar melepas ibunya.

Jaejoong terkejut dengan tingkah anaknya. Segera ia angkat dan ia dudukan ke pangkuannya.

"Tidak boleh peluk-peluk umma. Nanti kalau appa pulang, appa bica malah. Ajjhuci godain umma. Iya kan umma?", Changmin berkata dengan polosnya. Ia menatap Jaejoong, meminta persetujuan.

Jaejoong dan Yunho tertawa melihat tingkah lucu Changmin.

"Mana mungkin appa marah. Orang yang memeluk umma kan appamu sendiri.", jelas Yunho. Changmin kembali mengerucutkan bibirnya.

"Tidak pelcaya. Appa Minnie kan lagi pelgi jauh. Pulangnya macih lama. Nanti Minnie adukan sama appa lho.", ancam Changmin dengan gaya seriusnya.

"Minnie sayang. Ajjhusi ini appamu. Sekarang appa Minnie sudah pulang, Minnie bisa main sama appa.", kini Jaejoong yang angkat bicara, membuat Changmin mengerti.

"Yang benal? Jadi appa Minnie, ajjhuci genit ini?", ragu Changmin.

"Iya appa Minnie ajjhusi genit ini.", timpal Jaejoong. Yunho merengut dibilang seperti itu.

"Minnie lindu appa. Kata umma, appa baik. Kalena appa baik, appa belikan Minnie es klim ya.*anak dodol*", rajuk Changmin memperlihatkan deretan giginya.

"Yaa Honey kau ajarkan apa anak kita.", gurau Yunho. Jaejoong bersiul, pura-pura tidak dengar.

"Ayo appa beli es klim. Cekalang.", ngamuk Changmin. Dengan cepat Yunho menggendong Changmin.

"Ayo Minho kita beli es krim.", ajak Yunho yang menuntun tangan Minho. Minho tampak riang karena mau beli es krim. Jaejoong hanya memberikan senyum lebarnya. Ia begitu bahagia melihat semuanya kembali seperti semula.




The End

9 comments:

  1. hahaha......
    Changmin parah....
    Yunho dibilang ajjuci genit...

    ReplyDelete
  2. fanficnya beda...
    keren bgt.....d(>,<)b

    ReplyDelete
  3. UWAAAA >.<
    menyentuh bangeeeettt

    si Changmin tu evil yak
    kasian dah si Yunn nanti jadi appa yang teraniaya xD

    kereeeennn
    aku kira BooJae bakalan nolak Yunnie ternyata ngak ya

    ReplyDelete
  4. happy family kembali
    Aish.....

    ReplyDelete
  5. mian nimbrung..
    #telat woii
    wah emang kalo takdir gak kemana yah...
    walo pund udah 4 tahun tetep aja balik lagi..
    salut ama cinta ny yunjae....:)

    ReplyDelete
  6. Dari hati : mwo? Beda?

    Gicha : iya neh. Hehe.suka.

    Dark : hehe. Itu balasan yunho dapet anak epil.haha.

    Anonymous : itulah takdir cinta. Hehe.eh. Hehe.suka.

    Dark : hehe. Itu balasan yunho dapet anak epil.haha.

    Anonymous : itulah takdir cinta. Hehe.

    ReplyDelete
  7. changmin itu pemecah suasana banget yua???

    ReplyDelete