Sunday, November 7, 2010

Fan Fiction... Until The End..

Author: Anka 'bubu'

Lenght: One Shoot

Genre: Angst

Cast:

- Kim Jaejoong

- Choi Ahnka

Cameo:

- Mai Yunholic as Choi Mihi

- Jung Yunho

- Jessica







Cekidot.





________________________________________________________________________________


Seorang namja kecil berlari menghampiriku, ia menghapus air mataku, hanya karena aku terjatuh.
Ia berkata, "Gadis manis tidak boleh menangis."
Dan sejak saat itu aku jatuh cinta padanya.
Dan tidak aku sangka, dia menjadi suamiku.
Suami yang baik.
Suami yang bagaikan malaikat.
Aku sangat mencintainya SAMPAI AKHIR.


.......................................................



"AHNKAAAA.", teriak Jaejoong dari dalam kamar. Ada nada kemarahan disana. Ahnka yang sedang menata makanan di meja makan untuk sarapan, langsung saja berlari terburu-buru menuju asal suara. Ia tau apa konsekuensinya, jika tidak siap dengan apapun tentang suaminya itu.



"Ada ap--", kata-katanya terpotong, saat sehelai pakaian kusut teremas, dilempar keras tepat ke wajahnya.



"Kau bisa menyetrika baju atau tidak? Apa kau ingin aku menggunakan pakaian yang kusut ke kantor. Dasar bodoh.", maki Jaejoong sambil mengenakan pakaian yang lain. Ahnka menundukan kepalanya menahan perasaanya. Agar air matanya tak keluar.



Braakk.

Pintu kamar dibanting keras oleh Jaejoong. Ahnka mengelus dadanya, mengambil nafas, lalu keluar kamar menyusul Jaejoong yang sedang sarapan.



"Oppa, apakah malam ini pulang?", tanya Ahnka takut-takut.



"Tidak. Hari ini aku ada kencan dengan Jessica.", jawab Jaejoong santai. Ahnka menelan ludahnya dan tersenyum palsu, padahal hatinya sakit.



...................................................................



"Aish, hujan. Bagaimana ini, aku tidak bawa payung lagi.", eluh Ahnka yang terjebak hujan di tengah perjalanan sepulangnya dari belanja bulanan. Dia terlambat untuk meneduh, sehingga tubuhnya sudah basah kuyup.



"Aku pulang saja deh. Terlanjur.", gumamnya melanjutkan perjalanannya, walaupun hujan terus mengguyurnya dan ditangannya penuh dengan barang-barang belanjaan.



Sesampainya di rumah, ia mendapati rumahnya sepi. Sejak kemarin, Jaejoong tidak pulang ke rumah mereka. Jadi hanya ada dia saat ini.



"Pasti masih menginap di rumah Jessica.", pikirnya sambil menghapus air mata yang tercampur dengan air hujan, kembali tersenyum dan meletakan belanjaannya di dapur, dibereskan. Baru ia ke kamar, untuk mandi.


..................................................................



Terlihat Ahnka meringkuk di balik selimut kedinginan. Tubuhnya menggigil sejak kemarin, karena hujan waktu itu. Bibirnya membiru, wajahnya pucat, tapi dia hanya sendiri. Ini hari keempat Jaejoong tidak pulang. Tapi itu lebih baik, karena jika ada Jaejoong di rumah. Jaejoong akan menyiksa Ahnka lahir dan batin, tidak peduli mau Ahnka sakit atau tidak.



"Oppaa.", igaunya dalam tidur. Suhu tubuhnya benar-benar tinggi. Ia butuh seseorang.



Drrrt. Drrrt.

Ponsel Ahnka berbunyi untuk kesekian kalinya. Membuat Ahnka terbangun dari tidurnya dan susah payah meraih ponsel yang terletak disampingnya.



"Yeobohaseyo.", sapanya pelan.



"Onnie. Kenapa denganmu? Suaramu lemah sekali.", tanya Mihi, yang tak lain adalah adik kandungnya.



"Aku tidak apa-apa.", elak Ahnka dengan suara bergetar. Mihi tau pasti kakaknya itu berbohong.



"Kau pasti sakit kan. Onnie sudah minum obat?", cemas Mihi yang sudah tidak dapat dibohongi.



"Hanya demam sedikit Mihi, nanti juga sembuh.", tenangkan Ahnka.



"Aish onnie, kau selalu saja. Apa pria brengsek itu tau kau sakit? Dia tidak mempersulitmu kan?", curiga Mihi, hanya ia satu-satunya orang yang tau kebiadaban seorang Kim Jaejoong, karena kakaknya sesekali mengadu padanya, jika sudah tidak sanggup menahan perasaan. Bagaimanapun Ahnka butuh seseorang untuk bercerita. Awalnya Mihi, sulit mempercayai, Jaejoong terlalu bersikap manis pada Ahnka di hadapan orang lain.



"Dia suamiku Mihi. Kau tidak boleh memakinya.", bela Ahnka yang tidak suka Mihi menjelek-jelekan suaminya itu.



"Ahnkaaa.", teriak seseorang dari pintu rumah mereka. Ahnka langsung menghentikan pembicaraannya. Dengan jalan yang terseok-seok, tidak mampu menguasai tubuhnya sepenuhnya. Ia beranjak membuka pintu rumahnya.



Greeep.

Langsung saja ia mendapatkan pelukan erat dari seorang Kim Jaejoong yang sepertinya sedang mabuk.



"Lama sekali. Kau tau, aku sangat ingin tubuhmu.", bisik Jaejoong yang mendorong Ahnka ke kamar dan membanting kasar tubuh Ahnka ke kasur.



"Oppa, bisakah tidak sekarang. Aku sedang sakit.", pinta Ahnka benar-benar. Ia tidak mampu mengendalikan kesehatannya kali ini. Jaejoong tidak peduli, ia membuka bajunya lalu menindih Ahnka.



"Jangan banyak bicara, tugasmu itu memuaskanku.", bentak Jaejoong. Ia merobek paksa pakaian Ahnka. Dengan berlinang air mata, Ahnka menerima perlakuan kasar Jaejoong malam itu.



Dari luar kamar bisa terdengar suara erangan kesakitan keluar dari mulut Ahnka.



Plaakk.

Suara tamparan menggema kencang sekali.







"Bisa puaskan aku atau tidak.", bentak Jaejoong di dalam kamar.



"Ne oppa, maafkan aku.", saut Ahnka yang diiringi suara isak tangis.



......................................



Euungg. Aah.", erang Ahnka kesakitan sesaat terbangun dari tidurnya. Dapat terlihat lebam-lebam biru keunguan ditubuhnya. Selalu seperti ini, jika malamnya mereka berhubungan. Dan naasnya itu hampir setiap hari. Ahnka menarik selimutnya, untuk menutupi tubuhnya yang polos. Sakit yang ia rasakan, begitu tidak dapat ia kuasai. Ia memejamkan matanya, dan mengeraskan rahangnya untuk mengurangi rasa sakit itu.



"Pagi istriku.", sapa Jaejoong yang baru saja terbangun. Ia menarik selimut yang menutupi tubuh Ahnka dan mengecupi pundak Ahnka yang terekspos.



"Pagi oppa.", balas Ahnka dengan sebuah senyuman manis. Jaejoong tersenyum lalu tangannya dengan cepat menjambak rambut belakang Ahnka.



"Ahhhhh.", teriak Ahnka. Jaejoong menyeringai senang.



"Aku benar-benar mencintai tubuhmu. Membuatku sangat terpuaskan. Bahkan Jessica saja, yang jauh lebih cantik daripada kau, tidak bisa memuaskanku saat kami berhubungan.", Jaejoong seperti orang kerasukan setan, saat berkata seperti itu. Mengerikan. Ahnka hanya menangis mendengar perkataan Jaejoong. Istri mana yang tidak sakit hatinya, mengetahui suaminya hanya menjadikan dirinya sebagai alat pemuas nafsu, terlebih mengetahui suaminya juga melakukan hubungan 'itu' dengan wanita selain dirinya. Bodoh. Ahnka adalah wanita teramat bodoh. Jika saja dia tidak begitu mencintai Jaejoong. Penderitaan yang sudah tiga tahun ini, bisa saja berakhir.





-Flashback-



"Apa nyonya? Menikah dengan tuan muda?", tidak percaya Ahnka yang hanyalah seorang gadis yang diasuh oleh keluarga Kim bersama adiknya, sejak mereka kecil.



"Panggil aku umma. Sejak kecil kau selalu memanggilku nyonya.", marah Mrs. Kim. Ahnka menunduk, ia tau diri. Dia bukanlah siapa-siapa. Dia menempatkan dirinya sama saja seperti seorang pembantu disana, bedanya bayarannya adalah semua kebutuhan hidupnya dan adiknya. Apakah pantas dia menjadikan dirinya anak di keluarga Kim?



"Mianhae nyonya.", takut Ahnka. Mrs. Kim menghembuskan nafas.



"Sudahlah, susah berdebat denganmu. Tapi kau mau kan menjadi istri Jaejoong?", tanya Mrs. Kim lagi.



"Kenapa harus aku nyonya. Lagipula, aku tidak pantas untuk tuan muda.", ragu Ahnka. Mrs. Kim mengacak rambut Ahnka.



"Aku hanya percaya padamu. Kau pasti dapat mengendalikan sikapnya yang berandal itu. Lagipula kau menyukai anakku bukan?", jelas Mrs. Kim sedikit menggoda. Wajah Ahnka bersemu merah.



"Kalau itu mau nyonya. Aku bersedia.", setujunya, menyamarkan rasa malunya. Mungkin dengan ini, menjadi salah satu jalan untuk membalas kebaikan keluarga Kim. Mrs. Kim tersenyum sumringah.



"Baguslah. Terimakasih Ahnka.", senang Mrs. Kim. Ahnka tersenyum.



"Nyönya aku kembali ke dapur dulu. Bolehkah?", tanya Ahnka. Mrs. Kim mengangguk.



"Permisi.", pamit Ahnka. Ia tersenyum-senyum sendiri. Ia tidak pernah menyangka , ia akan menikah dengan pria yang diam-diam ia cintai sejak ia kecil. Seperti mimpi, dan ia tidak mau dibangunkan.



-End of Flashback-





"Sudah sana mandi. Siapkan makanan untukku. Oh ya, nanti malam Jessica akan menginap di rumah kita. Jadi malam ini, kau tidur di kamar tamu. Dan kamar ini harus rapih.", kecam Jaejoong. Ahnka mengangguk mengerti.



"Permisi.", pamitnya. Ia mencoba bangkit dengan susah payah.



"Aku membencimu.", gumam Jaejoong pelan melihat Ahnka berjalan terseok-seok ke kamar mandi.





-Flashback-



"Umma lihat nilaiku 90. Bagus kan?", teriak namja kecil senang memperlihatkan hasil ulangannya.



"Bagus, tapi kau masih kalah dengan Ahnka. Dia dapat nilai sempurna.", kata Mrs. Kim memperlihatkan hasil ulangan Ahnka yang bernilai 100. Jaejoong kecil menatap benci pada Ahnka kecil. Ia berlari ke kamar dan merobek hasil ulangannya. Semenjak itu Jaejoong jadi malas belajar, terus sampai ia di bangku SMA. Bahkan ia dapat dibilang seorang berandalan. Setiap hari berkelahi, masuk ke club satu ke club malam lainnya. Menurutnya jadi anak baik, tidak berpengaruh untuk hidupnya, ataupun keluarganya.



Plaakk

Tamparan dari sang ayah. Benar-benar terasa panas pada kulit wajahnya.



"Sudah berapa puluh kali, aku mendapat surat panggilan dari sekolahmu.", teriak Mr. Kim, melempar selembar surat tepat pada dada Jaejoong. Jaejoong menundukan kepalanya.



"Mianhae appa.", saut Jaejoong antara menyesal dan tidak.



"Kau bisakah menjadi anak baik. Aku malu punya anak sepertimu. Kau lihat Ahnka. Apakah dia pernah mempermalukanku.", maki Mr. Kim. Lagi-lagi, ia harus dibandingkan dengan Ahnka. Ia mengepalkan tangannya, menahan kegeramannya.



-End of Flashback-





Jaejoong memejamkan matanya. Rasa bencinya bertambah jika mengingat semua itu. Ia melihat kalender meja di nakas samping tempat biasa Ahnka tidur. Ia tersenyum melihat salah satu tanggal dibulatkan dan terdapat tulisan. 'Saengil Chukkae Ahnka'



"Hari ini ulang tahunmu ternyata. Pas sekali. Kau akan dapat kado paling tidak terlupakan dariku.", gumamnya licik.



............................................................



Ting. Tong.

Bel rumah Jaejoong berbunyi. Ahnka dengan langkah yang kecil mencoba membuka pintu.



"Ini rumah Jaejoong oppa?", tanya seorang wanita berpakaian super seksi di ambang pintu.



"Ne. Nuguya?", tanya Ahnka yang tidak mengenal siapa wanita yang datang. Wanita itu tersenyum.



"Aku Je--"



"Jessica, aish kau lama sekali jagiya. Aku menunggumu sejak tadi.", potong Jaejoong yang langsung memeluk wanita yang tak lain adalah Jessica. Mata Ahnka terbelalak, mendapati keduanya berciuman panas di depan kedua matanya.



"Uhhmm. Oppa sudah aku malu. Ini di depan pintu. Uhmmm.", sergah Jessica di sela-sela ciuman mereka. Jaejoong langsung menghentikan ciumannya.



"Kita lanjutkan di dalam. Kkaja.", ajak Jaejoong, menarik mesra tangan Ahnka. Ahnka menutup pintu rumahnya.



"Oppa. Wanita itu siapa?", tanya Jessica yang bergelayut manja di lengan Jaejoong.



"Dia istriku. Tapi anggap saja pembantuku. Jadi kau bisa menyuruhnya semaumu.", jawab Jaejoong. Seperti ditusuk, jantung Ahnka seraya berhenti berdetak. Tajam sekali mulut Jaejoong. Sakit bukan main, mendapatinya berkata demikian.



"Oppa kau jahat sekali.", gurau Jessica dengan senyum dan wajah yang dibuat teramat sensual.



"Hahahaha. Jagiya kau benar-benar seksi malam ini.", puji Jaejoong dengan pandangan menelanjangi wanita dihadapannya.



"It's for you.", malu Jessica. Jaejoong tertawa.



"Bisa kutebak kau tidak memakai pakaian dalammu kan.", bisik Jaejoong sensual di telinga Jessica. Jessica bergidik.



"Oppa tau saja, Aku sengaja, agar oppa bisa lebih mudah merasakanku.", jawab Jessica dengan nakalnya.



"Kau nakal. Kalau begitu, kita ke kamarku. Aku tidak sabar.", semangat Jaejoong tertutup nafsu. Tidak sadarkah mereka ada orang lain disana. Ahnka menggigit bibir bawahnya. Apa yang ia dengar dan ia lihat membuatnya ingin menangis. Ini lebih menyakitkan dibandingkan penyiksaan Jaejoong selama ini.



"Ahnka. Antarkan wine ke kamarku.", teriak Jaejoong. Ahnka tersadar dari lamunan.



"Ne oppa.", saut Ahnka. Ia menghapus air matanya.



"Ahhhhh. Kau tanpa pemanasan. Ahhh. Oppa.. Sakit..", teriakan Jessica terdengar sampai luar kamar, membuat Ahnka terhenti untuk membuka pintu kamar Jaejoong.



Tok. Tok. Tok.

Akhirnya Ahnka berani mengetuk pintu kamar itu.



"Masuk saja.", suruh Jaejoong. Ahnka dengan ragu membuka pintu. Dan benar dugaannya. Air matanya langsung mengalir deras.



"Oppa.", lirihnya mendapati suaminya sedang bercumbu dengan Jessica dan keduanya sudah tidak berbusana sehelaipun. Jaejoong menghentikan sementara kegiatannya. Ia memandang Ahnka. Ia dekati, mengambil alih nampan ditangan Ahnka dan meletakannya di meja. Ia hapus air mata yang mengalir di wajah Ahnka dengan ibu jarinya.



"Kau kenapa menangis?", tanya Jaejoong lembut. Ia dekap tubuh Ahnka dengan mesranya. Ahnka hanya terus terisak.



"Kau tidak usah cemburu istriku. Sehabis aku puas dengannya, kita bisa melakukannya. Kau mau itu kan?", bicara Jaejoong memuakan. Ia seakan mengejek penderitaan Ahnka saat ini. Dan itu membuat Ahnka semakin menangis. Sedangkan Jessica tertawa kecil sambil menenggak wine sesekali. Drama sekali pemandangan di hadapannya. Membuatnya muak.



"Aish oppa hari ini istrimu ulang tahun.", seru Jessica saat melihat kalender meja disampingnya.



"Benarkah? Saengil chukkae istriku.", kata Jaejoong sambil melumat bibir Ahnka sebagai hadiah. Jaejoong menaikan dagu Ahnka dan ditatapnya wajah itu.



"Kenapa kau masih menangis. Seharusnya kau bahagia di hari ulangtahunmu istriku.", ejek Jaejoong. Ahnka kembali menunduk.



"Ne, aku mengerti. Tunggulah di kamarmu, aku akan selesaikan kegiatanku dengan Jessica secepatnya. Lalu aku akan ke kamarmu, dan melakukannya denganmu. Sana.", atur Jaejoong dengan memuakan sambil mendorong kasar tubuh Ahnka keluar kamar.



Blamm

Pintu tertutup kencang.



"Oppa kau benar jahat sekali. Bersikap baik untuk ulang tahunnya hari ini saja kan bisa.", tegur Jessica, memainkan telunjuknya di dada Jaejoong.



"Tidak bisa. Sudahlah, aku senang melihatnya seperti itu.", kesal Jaejoong yang mulai mencumbu tubuh Jessica lagi.



"Geli tau. Ahhhh. Oppa nakal sekali.", desah Jessica riang. Membuat panas suasana.



Sedangkan Ahnka, hanya meringkuk di tempat tidurnya, menangis. Mau apalagi? Hanya itu yang ia bisa lakukan. Hanya isak tangis yang terkalahkan suara desahan dan erangan menjadi 'hadiah terindah' untuk ulang tahun Ahnka tahun ini.



................................................................................



Akhir-akhir ini tubuh Ahnka seringkali limbung. Entahlah, pusing sering menderanya secara tiba-tiba. Dan ia kurang mampu menguasai kondisinya seperti sekarang ini.



"Oppa. Oppa.", serunya yang sudah limbung, jalannya sudah sempoyongan. Pandangannya juga berbayang. Dan.



Greepp

Kedua tangan kekar berhasil menangkapnya sebelum ia jatuh ke lantai tak sadarkan diri.



"Yaa Choi Ahnka, jangan membuatku repot. Bangun.", kesal Jaejoong. Ia menepuk-nepuk keras pipi Ahnka. Ia hembuskan nafasnya. Dan membiarkan Ahnka di lantai. Ia pikir nanti juga akan bangun. Kalau begitu untuk apa, ia menangkapnya tadi. Ia masuk ke kamarnya, saat keluar lagi. Ia masih melihat Ahnka tidak sadarkan diri di lantai.



"Merepotkan.", gerutunya. Ia membopong Ahnka ke dalam kamar dan meletakan di tempat tidur. Ia kembali ke dapur untuk mengambil alkhol. Ia oleskan alkohol itu disela hidung dan bibir Ahnka. Tak lama Ahnka terbangun dari pingsannya.



"Bangun juga akhirnya. Kau istirahat saja. Nanti merepotkan aku lagi.", ketus Jaejoong lalu beranjak pergi. Tapi tangan Ahnka menahan lengan Jaejoong.



"Oppa gomawo.", kata Ahnka tersenyum manis. Jaejoong balik tersenyum.



"Ne.", jawabnya singkat. Lalu pergi. Ahnka tampak begitu bahagia, karena Jaejoong masih memperhatikannya, tapi tidak tau saja dia, kalau Jaejoong kesal bukan main.



........................................................



Kejadian itu sering kali terjadi, apalagi jika dia terlalu lelah. Pingsan tidak terelakan lagi. Lama-lama Ahnka terpaksa harus memeriksakan diri ke rumah sakit.



"Selamat nyonya Kim anda hamil 5 minggu.", sebuah sodoran tangan tanda selamat ia terima. Hamil? Seharusnya ia senang, Tapi jujur, ia takut akan kehamilan ini.



"Ne, songsaengnim. Terimakasih.", sautnya menerima uluran tangan sang dokter. "Aku pulang dulu.", pamitnya membungkukan tubuhnya. Dengan lunglai ia berjalan kembali ke rumahnya.



...................................................................



"Oppa.", panggil Ahnka pelan pada Jaejoong sedang menonton tivi. Tapi yang dipanggil tidak peduli pada panggilan istrinya itu.



"Aku hamil oppa.", beritahu Ahnka takut-takut. Jaejoong tersentak kaget. Ia bangkit menatap tajam Ahnka. Ahnka menunduk, ia tau apa yang akan dia dapat. Kemarahan Jaejoong.



"Hamil?", tidak percaya Jaejoong. Ahnka mengangguk. Tanpa diduga Jaejoong memeluk tubuh Ahnka. Ahnka terkejut bukan main.



"Kau pasti senang, karena ada anakku di rahimmu.", tebak Jaejoong. Ahnka mengangguk di pelukan Jaejoong rasanya nyaman sekali. Pelukan yang hangat dan jarang sekali ia rasakan.



"Tapi sayangnya aku tìdak.", pelukan Jaejoong semakin erat dan itu menyakitkan untuk Ahnka.



"Oppa. Sakit.", ringis Ahnka. Jaejoong tersenyum, ia kendurkan pelukannya. Ia tatap wajah istrinya itu.



"Gugurkan.", suruh Jaejoong seenaknya. Ahnka tak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut Jaejoong.



"Oppa, ini anak kita.", raung ahnka tidak terima. Baru kali ini ahnka sedikit bernada keras. Air mata tetap saja mengalir.



Plaakk

Tamparan keras kini yang Ahnka rasakan.



"Gugurkan kandunganmu dan kita tetap bersama atau kau pertahankan kandunganmu dan aku akan menceraikanmu detik ini juga.", ancam Jaejoong. Ia tau titik lemah Ahnka, yaitu kata perceraian. Mana bisa seorang Choi Ahnka hidup tanpa Kim Jaejoong setelah sekian lama mereka bersama. Cinta sudah membutakan mata Ahnka.



Tanpa menjawab, Ahnka berjalan gontai masuk ke dalam kamar. Mengelus perutnya. Terdiam, menatap kosong pada apa yang dilihatnya, menangis. Dan pada akhirnya.



"Maafkan umma nak. Umma tak akan menggugurkanmu.", bicaranya pada sosok di dalam perutnya. Ia kembali keluar dari kamar.



"Ne oppa, akan aku gugurkan. Tapi jangan ceraikan aku.", rajuk Ahnka terisak-isak. Jaejoong tersenyum.



"Kau memang istri penurut. Manisnya.", senang Jaejoong. Ahnka tersenyum kecut.



"Sini duduk disampingku.", suruh Jaejoong menepuk tempat disampingnya. Ahnka menuruti, dan tangan Jaejoong mengelus perut rata Ahnka.



"Gugurkan dia besok.", kecam Jaejoong. Ahnka mengangguk. Tak lama ciuman panas jaejoong daratkan untuk istrinya itu.



"Uhhmm. Oppa."



..........................................................................



Sampai pada bulan ke empat kehamilannya, Ahnka masih dapat membohongi Jaejoong. Untung saja perutnya hanya sedikit membuncit. Hanya terkadang rasa mualnya membuat ia harus banyak membuat alasan pada Jaejoong. Karena yang Jaejoong ketahui Ahnka telah menggugurkan kandungannya. Tapi nyatanya tidak pernah sama sekali. Bayi itu tetap tumbuh di dalam rahimnya.



"Baby kau jangan rewel ya, kalau ada appamu. Mau bantu umma kan?", bicara Ahnka pada bayi dalam perutnya, sehabis ia muntah-muntah di kamar mandi. Ada senyuman disana. Entah mengapa, semenjak hamil. Ahnka selalu merasa senang. Ia seakan tidak kesepian lagi. Ada bayinya yang menemani.



"Baby umma ingin ice cream. Tapi di luar hujan. Kita telepon appa suruh membelikan ya.", semangat Ahnka, ia berjalan menuju telepon rumah, tapi segera terhenti.



"Aish, umma lupa. Appa pasti sibuk. Kita telepon Mihi ajjhuma saja ya.", ada raut sedih tapi kemudian kembali senang. Ia segera menelepon adiknya itu.



..........................................



"Onnie, kenapa kau seperti orang ngidam sih akhir-akhir ini. Kemarin minta sushi, minta coklat, minta bakpau ayam, sekarang ice cream.", tanya Mihi yang mulai curiga dengan tingkah aneh kakaknya.



"Tidak kok.", elak Ahnka yang terus memakan ice creamnya dengan lahap.



"Aish, onnie. Jangan-jangan kau hamil.", teriak Mihi. Ahnka menghentikan makannya.



"Mihi, aku akan jujur. Sebenarnya iya.", akhirnya Ahnka mengakui.



"Apa dia tau?", tanya Mihi. Ahnka mengangguk.



"Dia sudah tau. Tapi sekarang dia tidak tau.", jawab Ahnka yang berbelit-belit. Mihi mengacak rambutnya.



"Maksud onnie apa sih?", bingung Mihi.



"Dia menyuruhku menggugurkannya. Dan aku menyetujuinya. Tapi sebenarnya aku tidak melakukannya. Jadi yang dia tau, bayi ini tidak ada lagi dalam perutku.", jelas Ahnka. Mihi terlihat murka.



"Aish, si brengsek itu. Tega sekali, padahal itu anaknya.", kesal Mihi.



"Jangan bicara seperti itu, nanti anakku dengar.", omel Ahnka. Mihi memajukan bibirnya kesal, lagi-lagi Ahnka membela suami brengs*knya itu.



Cekleekk

Pintu rumah terbuka dari luar.



"AHN--", baru saja Jaejoong mau berteriak. Tapi ia melihat Mihi dirumahnya membuatnya urung berlaku kasar. Dia segera memeluk mesra istrinya.



"Jagiya sayang, aku rindu sekali padamu.", manja Jaejoong. Ahnka tersenyum senang. Ini hal yang ia tunggu-tunggu. Sedangkan Mihi menatap jijik.



"Baru pulang oppa?", sapa Mihi. Jaejoong mengangguk.



"Kau sendiri? Yunho tidak ikut?", tanya Jaejoong berbasa-basi.



"Tidak, tadi dia masih di kantor.", jawab Mihi. Mereka bertiga terdiam. Jaejoong mengecupi leher Ahnka dan belakang telinga Ahnka.



"Usir dia.", bisik Jaejoong pada telinga Ahnka.



"Oppa aku pulang dulu ya.", pamit Mihi yang menyadari situasi ini semua.



"Oh. Ne. Ne.", balas Jaejoong bersemangat. Jaejoong dan Ahnkapun mengantar Mihi sampai depan pintu.



"Aish, tidak enak sekali berpura-pura di hadapannya.", eluh Jaejoong setelah pintu tertutup.



"Oppa, aku sangat senang walau itu pura-pura.", senang Ahnka dengan senyuman dan linangan air mata. Jaejoong memicingkan matanya.



"Lenyapkan senyuman bodohmu itu, membuatku muak.", ketus Jaejoong. "Sudahlah. Aku mau mandi. Kau juga.", kata Jaejoong. Ahnka mengangguk, dia mengerti maksud Jaejoong. Merekapun masuk ke dalam kamar mandi yang sama.



"Enak sekali. Ahhhhhh.", desah Jaejoong.



"Oppa jangan tekan perutku, sakit sekali.", mohon Ahnka.



"Jangan berisik kau jalang.", bentak Jaejoong kejam. Ahnka merasa sakit dihatinya tapi ia tetap mencoba menahan tubuh Jaejoong yang menekan perutnya. Ada nyawa disana, dan ia tidak ingin terjadi apa-apa.



.......................................................................



Sudah tengah malam Ahnka belum bisa memejamkan matanya. Ia memiringkan tubuhnya, menghadap Jaejoong yang terlelap. Ia yakin Jaejoong lelah malam itu. Ia tersenyum. Ditelusuri wajah Jaejoong dengan jari telunjuknya.



"Aku tidak peduli oppa mau meyiksaku. Asal aku berada disisi oppa. Aku akan bahagia.", gumamnya. Ia bergerak sedikit mendekati wajah Jaejoong, lalu mencium kening Jaejoong.



"Aku mencintaimu sampai akhir.", bisik Ahnka di telinga Jaejoong. Ia kembali memandang wajah Jaejoong. Mau seperti apapun, baginya wajah dihadapannya. Tetaplah wajah malaikat. Ia mengambil tangan Jaejoong dan diletakan diperutnya. Dan menggerakan diatas perutnya.



"Baby, ini appamu. Dia menyayangimu. Rasakan belaiannya, kau harus mengingat rasanya ini ya. Paling tidak kau tau rasanya belaian appamu.", kata Ahnka pada bayinya. Air matanya jatuh. Ia membalikan tubuhnya membelakangi Jaejoong. Apakah dia orang yang jahat. Dia membuat seorang ayah tidak tau kehadiran bayinya. Air mata terus jatuh mengalir.



"Maafkan umma. Maafkan umma.", kata-kata itu yang terus ia ucapkan.



"Ahnka.", sebuah panggilan mengejutkannya. Ia berbalik dan menghapus aìr matanya.



"Hentikan tangìsanmu. Kau mengganggu tidurku.", kesal Jaejoong.



"Mianhae oppa, membuatmu terbangun. Maafkan aku.", takut Ahnka menahan tangisnya.



"Jangan ganggu tidurku lagi.", seru Jaejoong. Ahnka mengangguk.



"Ne oppa.", sautnya. Jaejoong membalikan badannya membelakangi Ahnka.



"Kenapa dia menangis?", heran Jaejoong dalam hati.



........................................................................



Bulan keenam benar-benar sudah tidak bisa ditutupi lagi. Perut Ahnka semakin membuncit.



"Jelaskan padaku.", tuntut Jaejoong menarik kerah baju Ahnka.



"Kau bohong padaku. Kau belum gugurkan anakmu kan. Hah?", teriak Jaejoong. Ahnka menundukan kepalanya.



"Ne oppa. Aku bohong padamu.", jawab Ahnka pelan.



"Kita ke dokter sekarang. Aku sendiri yang akan memastikan kau menggugurkan anakmu.", Jaejoong murka, ia menarik tangan Ahnka kasar.



"Ani oppa. Aku tidak mau.", tolak Ahnka. Ia membanting kasar tangan Jaejoöng yang menariknya.



"Aku tidak mungkin membunuh anak kita.", teriak Ahnka.



"Kau! Kau berani padaku.", heran Jaejoong. Ahnka menundukan kepalanya.



"Oppa. Apa salah anak kita?", tanya Ahnka lemah.



"Karena..", Jaejoong berhenti berkata. Ia tidak tau kenapa ia ingin anak itu mati. "Karena dia ada di rahimmu. Iya. Aku tidak suka dan tidak akan mau punya anak darimu.", teriak Jaejoong. Ahnka menangis.



"Dia anak kita. Aku akan menjaganya sampai aku mati. Oppa harus membunuhku, jika inginkan dia mati. Aku tak akan biarkan siapapun merebutnya dariku. Ini anakku.", kukuh Ahnka. Ia berlari ke kamar, mengurung diri disana.



"Kau. Aku. AKU MEMBENCI KALIAN. PERGI KALIAN DARI RUMAHKU. AKU HARAP TIDAK AKAN MELIHAT WAJAHMU LAGI. DAN KITA AKAN BERCERAI. KAU DENGAR KATA-KATAKU.", keras Jaejoong di depan pintu kamarnya. Ia memukul pintu kamarnya dengan keras. Tidak peduli betapa sakitnya itu.



Cekleek

Pintu terbuka dari dalam.



"Oppa. Aku pergi.", pamit Ahnka dengan koper-koper besar ditangannya.



"Mianhae oppa untuk semuanya. Aku selalu membuatmu membenciku.", sesal Ahnka, ia menyentuh wajah Jaejoong. Tapi tangan Jaejoong segera mencengkramnya erat. Ia tarik tangan Ahnka, dan diseretnya keluar. Ahnka memegang perutnya yang sakit, karena ia terlempar jatuh ke lantai.



Blaamm.

Bantingan pintu begitu mengerikan.



"Ahhh.", ringis Ahnka saat hendak berdiri.



................................................................



Ahnka menumpang dirumah adik dan suaminya, Yunho. Yunho tampak prihatin, jika melihat Ahnka yang acap kali melamun sambil membelai perutnya.



"Baby, rasanya sakit sekali tanpa appamu.", bicaranya. "Umma rindu appa, besok kita kantornya ya. Kita lihat appa. Kita bawakan makanan.", pikirnya penuh semangat.



...................................................................................



Ahnka bersembunyi dibalik mobil lain, saat Jaejoong saat turun dari mobilnya. Ia tersenyum.



"Baby itu appamu.", bisiknya.



"Ahhhh. Baby senang ya sampai perut umma ditendang-tendang.", guraunya menahan sakit.



.....................................


Jaejoong membuka surat yang terselip di sebuah kotak makan.



_________________________________________



Oppa apa kabar?
Oppa tau, anak kita senang sekali menendang perutku, apalagi jika aku bercerita tentang oppa.
Dia rindu appanya, aku juga.
Jika anak kita laki-laki, pasti tampan seperti oppa.
Jika perempuan, pasti sangat cantik, mungkin seperti Jessica. Tidak mungkin sepertiku kan?
Oppa aku buatkan sarapan, jangan lupa dimakan.
Selamat bekerja.


______________________________________________________



Jaejoong meremas surat itu dan dibuangnya ke tempat sampah. Lalu memakan sarapan yang dibawakan oleh Ahnka.



.............................................................


Jaejoong hari ini begitu lelah. Ia mengetuk pintu rumahnya.



"Yaa AHNKAAA.", teriaknya. Tapi tidak ada yang membukakan pintu. Sudah cukup lama, ia baru tersadar, tidak ada siapa-siapa di rumahnya. Dengan gontai, ia berjalan. Diambil ponselnya dari dalam saku.



"Jess, kau bisa ke rumahku? Aku kesepian.", pintanya pada seseorang ditelepon. Tak lama ia mematikan ponselnya.



"Sedang apa ya dia?", selintas pikirannya tertuju pada Ahnka. Namun berlalu begitu saja.



.................................



Rutin Ahnka selalu membawakan sarapan pagi untuk Jaejoong walaupun tidak langsung. Dan rutin pula, Jaejoong membaca notes-notes yang terselip.



____________________________________________________



Oppa.
Kandunganku genap 9 bulan.
Sebentar lagi bayi kita akan lahir.
Perutku besar sekali, untuk jalan saja sulit.
Oppa, akhir-akhir ini perutku suka sakit.
Mungkin itu tanda aku akan segera melahirkan ya.
Oppa anak kita kan laki-laki, aku beri nama Kim Ahn Jae apakah boleh?
Agar selalu mengingatkanku, kalau ini anak dari Kim Ahnka dan Kim Jaejoong.
Boleh ya?
Oppa aku ingin bilang.
Saranghae yeongwonhi.


______________________________________________________



Jaejoong melipat surat itu. Lalu di taruhnya di laci mejanya bergabung dengan surat-surat dari Ahnka yang lain.



"Nama yang aneh. Dasar wanita bodoh. Masa mau menamai anakku Ahn Jae. Tapi lucu. Ahnka dan Jaejoong.", gumamnya kecil. Ada senyuman tersungging di bibirnya.



..............................................................................................



"Aaaahh. Mihi. Aaaahhh.", teriak Ahnka dari dalam kamar. Mihi yang panik langsung masuk ke dalam kamar.



"Onnie. Kau kenapa?", panik Mihi. Tubuh Ahnka sudah penuh dengan peluh.



"Perutku sakit. Mihi.", itu kata-kata terakhirnya sebelum ia tak sadarkan diri.







........................................



Mihi dan Yunho tak tenang, menunggu Ahnka yang sedang melakukan persalinan. Sudah hampir dua jam.



"Oppa. Aku takut. Perasaanku tidak enak.", cemas Mihi dalam pelukan Yunho.



"Tenanglah jagiya. Semua akan baik-baik saja.", tenangkan Yunho, padahal dalam hatinya ia tak kalah cemas.



"Owaa. Owaa.", terdengar suara tangis bayi. Mihi dan Yunho tersenyum sedikit lega.



Cekleek.

Sang dokter keluar dari ruangan dan langsung saja di serbu oleh Mihi dan Yunho.



"Bagaimana dok?", tanya Mihi.



"Bayinya laki-laki dan sehat. Beratnya 3,5 kg.", beritahu sang dokter.



"Syukurlah.", lega Yunho.



"Ummanya dok?", tanya Mihi lagi. Wajah sang dokter berubah sendu.



"Ummanya, tidak terselamatkan. Kandungannya terlalu lemah. Kami minta maaf.", sesal sang dokter.



"Maksud dokter, onnie saya meninggal dok?", Mihi minta penjelasan pasti. Sang dokter mengangguk. Saat itu juga tangis Mihi pecah.



"ONIEEE.", teriak Mihi dan ia jatuh pingsan.



..........................................................



Yunho dengan langkah ragu, mendatangi kantor Jaejoong. Jaejoong sempat tidak menyangka.



"Yun ada apa? Tumben sekali.", ramah Jaejoong. Yunho memasang tampang bencinya pada Jaejoong.



"Ini titipan dari Ahnka.", ucap Yunho ketus.





-Flashback-



"Oppa.", Ahnka mendatangi Yunho.



"Ada apa?", tanya Yunho.



"Boleh aku minta tolong. Berikan ini pada Jae oppa setelah aku melahirkan. Aku mohon.", pinta Ahnka.



"Baiklah.", sanggup Yunho. Ahnka tersenyum.



"Gomawo oppa untuk selama ini.", ucap Ahnka lalu kembali ke kamar. Yunho hanya menatap heran.



-End of Flashback-


.............................................................



Jaejoong membaca surat yang tadi siang Yunho berikan padanya.



________________________________________



Seorang namja kecil berlari menghampiriku, ia menghapus air mataku, hanya karena aku terjatuh.
Ia berkata, "Gadis manis tidak boleh menangis."
Dan sejak saat itu aku jatuh cinta padanya.
Dan tidak aku sangka, dia menjadi suamiku.
Suami yang baik.
Suami yang bagaikan malaikat
Aku sangat mencintainya sampai akhir.
Terlebih dia telah memberiku seorang bayi, bayi laki-laki bernama Kim Ahn Jae.
Tapi sayangnya aku bukanlah ibu yang baik.
Aku membuatnya jauh dari appanya selama ini.
Oppa, aku kembalikan anak kita padamu.
Aku titip dia.Jaga dia dengan baik.
Sampaikan padanya saat dia sudah besar nanti.
Aku minta maaf.
Dan aku juga minta maaf padamu.
Aku tidak bisa jadi istri yang baik.
Saranghae oppa.

Aku pergi dulu.



____________________________________________________________________



Tanpa terara air mata Jaejoong terjatuh. Ia merasa bersalah. Bodohnya dia menyia-nyiakan istri yang begitu baik. Ia mendekap erat surat terakhir itu.



.......................................................................



-Five Years Later-



"Umma. Ahnjae rindu umma.", teriak Ahnjae dari jauh yang tampak berlari, dan grepp, ia langsung memeluk foto Ahnka yang terletak di batu nisan sebuah makam.



"Ahnka, anakmu nakal sekali. Dia mengganggu tidurku dan merengek padaku pagi-pagi buta begini.", adu Jaejoong. Ahnjae memajukan bibirnya.



"Hari ini kan ulangtahunku appa. Jadi aku mau ketemu umma. Appa menyebalkan.", kesal Ahnjae. Jaejoong tersenyum, ia mengacak rambut Ahnjae.



"Begitu saja marah.", ledek Jaejoong.



"Appa meledekku. Aku adukan umma lho.", ancam Ahnjae dengan wajah lucunya.



"Adukan saja.", tidak takut Jaejoong.



"Umma, masa appa menggoda songsaengnimku. Appa genit umma.", adu Ahnjae. Jaejoong melotot.



"Mwo? Ahnjae. Bohong. Aku tidak pernah. Ahnjae jangan buat masalah. Sini kau anak nakal.", tidak terima Jaejoong yang di fitnah terang-terangan oleh anaknya sendiri.



"Benar umma. Appa yang bohong.", teriak Ahnjae yang berlari menjauhi Jaejoong yang mengejarnya. Anak dan ayah yang sangat bahagia.



"Kena. Harus dihukum anak appa yang nakal ini.", gurau Ahnjae. Ia mengklitik Ahnjae.



"Ampun appa.", rengek Ahnjae yang kegelian. Jaejoong berhenti dengan kegiatannya. Mereka kembali ke makam Ahnka.



"Gomawo kau telah memberikan malaikat nakal ini untukku. Saranghae jagiya.", ucap Jaejoong. Ahnjae menatap Jaejoong dengan polosnya. Jaejoong mendekati foto Ahnka hendak menciumnya. Tapi.



"STOP.", teriak Ahnjae. "Dia ummaku, appa tidak boleh cium-cium umma. Week.", larang Ahnjae. Jaejoong tertawa melihat tingkah Ahnjae yang lucu. Ia mengacak rambut anaknya itu dengan gemas. Yang ada Ahnjae juga ikut tertawa riang.









THE END

No comments:

Post a Comment