Monday, November 8, 2010

???.. YooSu..

Cast: Yoochun x Junsu

...............


Junsu melamun sepi, hatinya benar-benar kosong. Semenjak lima bulan yang lalu, mengetahui kekasihnya, Younhee memilh pria lain dibandingkan dia.*iya bener oppa sungmin+onew di embat semua, haha*

Sakit hatinya kini hanya ia bagi dengan semilir angin yang berhembus menerpa tubuhnya. Walaupun kejadian itu sudah berangsur lama, namun tetap saja masih menggores luka dalam. Ia berdiri di ujung atap gedung apartementnya, merentangkan kedua tangannya merasakan angin bersatu dengan kesedihannya.

"AKU BENCI KAU, YOUNHEE-YAH.", teriak Junsu. "SEMUA WANITA TIDAK ADA BEDANYA. SEMUA SAMA SEPERTIMU.", lagi-lagi Junsu berteriak geram.

"Yaa kalau mau bunuh diri jangan disini.", tegur seorang namja yang menarik lengan Junsu dan mendekapnya.

"Kau. Yoochun-ssi. Siapa yang mau bunuh diri. Kau kira aku sudah gila.", kaget Junsu, ia menghirup aroma maskulin dari tubuh Yoochun.

"Aku pikir mau bunuh diri. Aku melihatmu dari bawah tadi. Lalu aku langsung naik.", pikir Yoochun asal-asalan. Junsu melepaskan diri dari pelukan Yoochun.

"Aku hanya cari udara segar tau." jawab Junsu kesal.


-Yoochun POV-

Melihatmu terus bersedih, sakit rasanya Jun. Kau berubah, sikapmu dulu begitu lembut. Namun sekarang kau menjadi orang yang bisa dibilang kasar. Kesedihanmu, menyiksaku. Andai kau tau, aku mencintaimu sejak dulu. Betapa khawatirnya aku melihat kau berada di ujung atap ini. Tapi untungnya kau bukan ingin bunuh diri. Akhirnya aku bisa memelukmu, mendekap erat seluruh ragamu. Andai kau juga mencintai seorang pria sepertiku. Tapi sayangnya kau normal. Kalau kau seorang wanita, sudah sejak dulu aku akan berusaha dapatkan seluruhmu.

"Yasudah. Maafkan aku. Aku kembali ke kamarku.", pamitku. Aku dan dia adalah tetangga. Kamar apartementku tepat di depan kamar apartementnya. Kami jarang bertegur sapa. Ia adalah orang yang saat ini menjadi dingin, sedangkan aku menjadi orang yang pemalu karena mencintai sesama jenis. Walau hanya aku yang tau perasaan ini. Dan selama ini, kami hanya bertindak sebagai tetangga. Tapi saat pertama kali melihatnya satu tahun yang lalu. Aku terpesona akan parasnya dan keramahannya, saat aku baru menjadi penghuni baru. Awalnya aku tidak bisa menerima bahwa aku mencintainya. Namun, lama-lama aku sadar mencintainya bukanlah kesalahan.

"Terimakasih sudah mengkhawatirkanku.", teriaknya. Aku menghentikan langkahku. Dan berbalik padanya.

"Aku mohon jangan terlalu sering membuatku khawatir.", teriakku. Lalu aku kembali melangkah pergi dari atap.


-Junsu POV-

Aroma tubuhnya menyejukan sekali. Dia terlalu baik. Kata-katanya, sebegitu seringkah aku membuatnya khawatir. Untuk apa mengkhawatirkanku? Sepertinya aku harus berteman dengannya.

...................................

Tok. Tok. Tok.
Aku mengetuk pintu apartementnya dengan berbagai jenis makanan ditanganku. Makanan yang aku buat sendiri.

Tak lama ia membukakan pintu. Sepertinya ia terkejut akan kedatanganku. Memang, aku tidak pernah sama sekali berkunjung ke apartementnya.


-Yoochun POV-

Aish, Su~ie. Dia di hadapanku saat ini. Apa ini nyata? Mau apa?

"Boleh aku masuk? Aku bawa makanan untuk makan malam kita. Kau belum makan kan?", katanya padaku dengan lembut. Aku tersenyum.

"Jadi merepotkan. Silahkan masuk.", suruhku canggung. Aku menutup pintu setelah ia masuk. Ia melihat sekeliling apartementku dengan bola mata yang mengitar.

Aku lupa foto-fotonya. Dengan cepat aku menyuruhnya duduk. Aku langsung berlari ke dapur. Mencabut fotonya yang aku tempelkan di pintu kulkas.

"Ada apa Yoochun-ssi?", ia bertanya heran padaku saat menghampiriku ke dapur. Tatapannya seakan curiga dengan tingkahku.

"Tidak apa-apa.", jawabku gugup. Langsung aku masukan fotonya ke dalam sakuku.

"Yasudah kalau tidak ada apa-apa, kau duduk saja. Aku akan menyiapkan semuanya untukmu.", suruhnya padaku. Ia tersenyum manis. Senangnya aku. Kata-katanya. Menyiapkan semuanya untukku. Aku tidak bermimpi kan?

Semua makanan siap di depan mataku. Aish, aku tidak bisa melepas pandanganku darinya. Dia terlalu menarik untuk disia-siakan dari pandanganku walau hanya sedetik.

"Ini semua ucapan terimakasihku.", katanya manis. "Teman.", dia menyodorkan tangannya. Dengan senang hati aku meraih tangannya.

"Teman.", sautku. Ia tersenyum senang. Terlihat dari raut wajahnya.

"Ayo kita makan.", ajaknya riang. Akupun menyantap makanannya yang benar-benar enak. Makanan terenak yang pernah aku rasakan.*enakan makanan bebe*

"Apa kau masih sedih Junsu-ssi?", tanyaku penasaran di sela makan kami.

"Mwo?", sepertinya ia tidak mengerti pertanyaanku.

"Iya, setelah kejadian lima bulan yang lalu. Apa kau masih sedih?", jelasku akan maksudku. Ia langsung berubah lesu dan meletakan mangkuk makannya.

"Sedikit. Yang pasti aku membencinya.", katanya dengan senyum yang aku tebak itu palsu.*mian younhee onnie, kalau ga suka biar aku ganti yang jadi tokoh onnie* "Tapi bagaimana kau tau semua itu?", tanyanya heran padaku.

"Oh itu. Maaf aku tidak sengaja mendengar kalian bertengkar saat itu. Dan aku sering melihatmu menyendiri diatap. Dan aku menghubungkan itu sebagai penyebab kesedihanmu dan perubahan sikapmu", kataku menundukan kepalaku, aku takut ia akan marah, karena aku sudah lancang. Namun, diluar dugaan.

"Ternyata kau suka memperhatikanku juga ya. Hahahaha.", guraunya dengan tawa. Iapun kembali memakan makanannya.

"Hehehe.", aku hanya balas tertawa canggung. Setiap hari aku memperhatikanmu su~ie.
-Author POV-

Junsu dan Yoochun semakin hari semakin dekat sebagai teman. Ini sebuah keberuntungan untuk Yoochun. Walau ia tidak mendapatkan Junsu sebagai kekasihnya. Namun, paling tidak ia dapat dekat dengan Junsu. Sedangkan bagi Junsu, setelah sekian lama ia tidak membuka diri untuk berteman. Akhirnya, ia bisa tertawa lepas. Bisa merasakan harinya tidak sesunyi sebelumnya. Semua karena Yoochun.

Yoochun memasuki lift dari basement, ia akan naik ke lantai kamarnya. Saat di lantai satu. Lift terbuka. Dan Junsupun akan menaiki lift yang sama.

"Junsu-ssi. Annyeong.", sapa Yoochun ramah dan riang.

"Annyeong. Kau darimana Yoochun-ssi?", tanya Junsu. Pintu lift tertutup, sesaat Junsu melangkah masuk ke dalam lift.

"Dari basement, mengambil barang yang tertinggal di mobil.", jawab Yoochun. Junsu mengangguk mengerti.

Grrrkkk
Lift berguncang hebat, dan terhenti mendadak membuat Yoochun tanpa sadar mengurung Junsu yang terjebak antara kedua tangannya, tubuhnya, dan dinding lift. Yoochun merasakan jantungnya tidak karuan karena kini ia benar-benar dekat dengan wajah Junsu. Junsu menelan ludahnya dalam. Nafasnya sesak memandang sepasang mata tajam manusia di hadapannya.


-Junsu POV-

Tatapannya tajam sekali, aku benar-benar takut dengan sorot matanya. Aroma tubuhnya benar-benar menggodaku. Kenapa rasanya jantungku tidak karuan seperti ini. Rasanya seperti saat bersama Younhee dulu.

Lama-lama wajahnya merunduk, mendekat padaku. Panas nafasnya memburu berhembus hangat di wajahku. Membuat hatiku berdesir. Aku memejamkan mataku, mendekatkan sedikit wajahku padanya. Seperti menantangnya untuk segera menciumku. Dan hanya dalam hitungan detik, aku bisa merasakan bibirnya menyentuh bibirku. Hanya menempel, tidak lebih. Rasanya nyaman sekali.

"Bagi pengguna lift, dikarenakan terdapat kerusakan pada mesin. Dengan permohonan maaf yang besar. Lift tidak dapat digunakan kurang lebih dalam 15 menit karena sedang dalam perbaikan. Terimakasih.", suara dari resepsionis, terdengar jelas dari speaker yang terletak di dalam lift. Namun, aku tidak peduli.

Aku sudah dalam kegilaanku. Aku lumat bibirnya yang seksi dan menggoda. Dia tersentak kaget, saat aku mulai melumatnya.


-Author POV-

Awalnya Yoochun terkejut, karena Junsu yang menggugah hasrat terlebih dulu. Lama-lama, ia membalas lumatan Junsu lebih bernafsu. Ia semakin menghimpit tubuh Junsu ke dinding lift. Membuat Junsu semakin sulit bernafas. Tangan nakal Junsu masuk ke dalam kemeja Yoochun dengan lembut ia membelai lembut punggung Yoochun. Yoochun memasukan lidahnya ke dalam mulut Junsu, saat Junsu mencoba mencari udara. Lidah mereka bermain dengan hasrat didalamnya.

Yoochun melepas ciumannya lalu beralih ke leher Junsu, mencari kenikmatan yang lebih disana.

"Yoochun-ssi.", desah Junsu yang mulai kesakitan karena gigitan-gigitan kecil Yoochun.

"Ssstt. Sebentar Su~ie.", saut Yoochun. Ia kembali melumat bibir Junsu.

Mereka begitu lama melakukan ciuman yang teramat intim. Tangan Junsu yang mengerayangi tubuh Yoochun semakin membuat panas.

Ggrrrkkk
Lift kembali berguncang, namun guncangan tanda lift kembali berfungsi. Menyadarkan semua akal sehat mereka kembali. Junsu dengan cepat menarik tangannya dari tubuh Yoochun. Dan melepas kasar ciumannya. Yoochun langsung kembali ke posisi semula. Menatap lurus ke depan.

"Ah lift ini, lama sekali benarnya.", eluh Junsu yang jadi salah tingkah sendiri. "Apa yang kami lakukan. Menciumnya? Astaga aku tidak mungkin gay?", otaknya berusaha menolak kenyataan. Yoochun tidak merespon eluhan Junsu sama sekali.

"Aku mencium bibir indahnya.", Yunho tersenyum tidak percaya. "Apa ini akan membuatnya membenciku?", tiba-tiba Yoochun takut semua itu terjadi.

Lift terbuka tepat di lantai lima. Lantai kamar apartement mereka. Junsu keluar lebih dahulu meninggalkan Yoochun tanpa sepatah kata apapun. Otaknya masih belum mencerna perasaan yang sebenarnya.

Yoochun menatap sendu punggung Junsu. Baru sebentar ia dapat berdekatan dengan Junsu. Sekarang, dalam waktu singkat. Ia sudah berhasil membuat Junsu membencinya.

........................................


-Junsu POV-

"Younhee-yah. Kau berhasil merubahku. Kau berhasil membuatku membencimu dan membenci wanita. Kau berhasil membuatku jadi menyukai sesama jenis. APAKAH KAU PUAS SEKARANG?", aku berteriak di depan fotonya. Foto wanita yang pernah aku cinta.

Yoochun-ssi, apa kau juga menyukaiku? Apa kau seorang Gay? Aku menghela nafasku. Gay? Sepertinya tidak buruk untukku. Lagipula, aku tidak percaya dengan wanita lagi. Jika aku bisa senang bersama Yoochun-ssi apa salahnya? Bukannya cinta itu buta. Termasuk membutakanku akan jenis kelamin siapa sosok yang aku cintai sekarang ini.

Aku tertawa jika mengingat kejadian di lift kemarin. Aku begitu gila. Berani sekali aku menantangnya seperti itu. Hampir saja aku menyetubuhinya di dalam lift. Senangnya, kalau itu benar terjadi. Tiba-tiba otakku berpikir lain. Dia sedang apa ya? Apa dia sudah makan? Kenapa aku jadi cemas sekali terhadapnya. Kim Junsu, kau memang sudah gila.

......................................


-Yoochun POV-

Jika aku ketuk pintu ini, apakah dia akan marah soal kejadian kemarin? Aku kini berdiri tepat di depan pintu apartementnya. Merasa ragu untuk mengetuk pintu itu.

Cekleeekk
Ternyata pintunya lebih dulu dibuka sebelum aku ketuk.

"Yoochun-ssi.", kagetnya menemukanku berdiri mematung. "Baru aku mau ke tempatmu.", katanya santai. Dari gelagatnya, sepertinya ia tidak marah padaku. Aku harap seperti itu, agar aku tenang.

"Junsu-ssi, ak....", belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku. Tangannya sudah menarik tanganku masuk ke dalam apartementnya. Sentuhan tangannya membekukan aliran darahku. Hangat sekali.

"Ayo masuk. Aku tadinya memang mau mengajakmu makan malam di apartementku. Tapi kau sudah lebih dulu datang. Dan itu bagus, jadi kita bisa secepatnya makan siang ya kan Yoochun-ssi.", katanya panjang lebar dan begitu santai. Aku tersenyum dan mulai melangkah masuk lebih ke dalam apartementnya. Aku masih bisa melihat dengan jelas foto kekasihnya dulu masih ia pajang di nakas kecil di ruang televisi. Hatiku masih cemburu akan itu.

"Kebetulan sekali ya.", kataku singkat.

"Kau canggung sekali Chun-ssi. Pasti karena kejadian kemarin kan.", ujarnya seakan mengetahui semua yang ada diotakku. Memang aku tidak bisa tenang karena kemarin Su~ie.

"Ne. Junsu-ssie soal yang di lift aku minta maaf. Aku saja yang terlalu didorong nafsuku untuk menciummu.", kataku menunduk sesal, tidak berani menatapnya. Aish, terserah apa yang akan ia pikirkan sehabis ini. Tapi memang setiap melihat dia, gairahku naik sampai ubun-ubun. Untung saja selama ini bisa aku tahan. Namun, untuk kemarin. Sulit sekali menahannya. Sehingga aku menciumnya begitu bernafsu kemarin.


-Junsu POV-

Mwo? Dia benar-benar bernafsu saat menciumku. Aku kira pasti nafsu itu karena aku menantangnya. Aku tersenyum.

"Gwaenchana. Kau ini. Seharusnya aku yang minta maaf, bukannya kemarin aku yang menantangmu untuk menciumku. Jadi tidak usah kau pikirkan. Ayo kita makan.", kataku santai. Terlihat banyak tanda tanya dari raut wajahnya. Aku sadar, ini bukan diriku. Aku sudah berubah setelah ia meninggalkanku. Sebelumnya, aku bukanlah seseorang yang sepertinya sesantai ini tanpa perasaan dan menganggap semua angin lalu. Tapi sekarang aku mulai terbiasa dengan sifatku ini. Menurutku aku yang baru lebih membuatku leluasa. Tidak merasa takut lagi untuk menyatakan atau melakukan sesuatu. Welcome my new life. And absolutely, he's a part of my new life. Akan aku buat kau menyukaiku, Yoochun-ssi. Walaupun akan sulit.

Aku merangkul pundaknya, membawanya ke meja makan. Aku duduk disampingnya. Sengaja agar gerak-gerikku tidak terhalang meja. Aku mengambilkan makanan yang ia mau dalam piringnya. Selama aku berteman dengannya aku tau dia tidak suka sayur. Jadi aku sudah buat menu non vegetables. Mulai hari ini dan seterusnya, aku akan melayani pria di hadapanku ini. Karena aku begitu mencintainya.

"Gomawoyo Junsu-ssi.", ucapnya begitu lembut. Aku mengangguk dan tersenyum padanya.

"Makan yang lahap Chun-ssi. Itu akan membuatku senang.", kataku. Dia tertawa kecil, lalu melahap makanannya.

"Ini enak sekali Junsu-ssi.", pujinya. Membuatku benar-benar senang. Aku tidak kuat lagi memendamnya. Dia menyiksaku dengan senyum mautnya.

"Chunnie aku menyukaimu.", kataku yang membuatnya tersedak makanannya segera aku sodorkan minum. Ia meraih lalu menenggaknya sambil menepuk dadanya. Aku menghela nafasku. "Bukan menyukai, lebih tepatnya aku mencintaimu Yoochun-ssi. Aku rasa berteman denganmu telah membuatku menjadi seseorang penyuka sesama jenis.", lanjutku yang makin membuatnya terkejut. Aku sudah kira itu. Mana mungkin pria tampan dan baik seperti dia seorang gay.

Tiba-tiba dia menarikku mendekatnya, ia merengkuh wajahku mengecup ujung bibirku. "Ada nasi dibibirmu.", katanya lalu nasi yang sepertinya menempel dibibirku ia telan. Aish, kenapa cara menelan nasi itu seakan menelanku.

"Taukah Junsu-ssi, aku lebih dulu mencintaimu. Sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Saat aku menjadi penghuni baru dan kau menyapaku sangat ramah. Awalnya, aku kira cintaku akan terus bertepuk sebelah tangan. Aku kira hanya aku saja yang menyukai sesama jenis. Tapi kata-katamu barusan membuatku mendapatkan kata-kata paling indah. Ternyata kau juga memiliki perasaan yang sama denganku. Dulu aku begitu malu karena aku menyukaimu. Namun sekarang, sepertinya aku tidak usah malu lagi dihadapanmu.", katanya panjang lebar. Kali ini aku yang dibuatnya tersedak. Tidak aku sangka dia juga seorang gay. Bahkan lebih dulu dibandingkan aku. Tapi ini malah membuatku senang. Dengan begitu, aku tidak perlu susah-susah membuatnya menyukaiku lagi. It's great. Aku menantangnya lagi.

"Itu bagus Chunnie.", aku memeluknya, mendekap, menghirup tubuhnya. Aromanya menyelimuti seluruh kehangatan tubuhku. "Kau tau Chunnie, apa yang benar-benar aku inginkan di lift saat itu?", tanyaku dengan senyum nakalku. Dia menggelengkan kepalanya.

"Tidak memangnya apa?", tanyanya. Aku meregangkan pelukanku. Mendongakan kepalaku menghadapnya.

"Aku ingin merasakan tubuhmu saat itu. Tapi sayangnya, lift itu cepat sekali benarnya. Chunnie, bisakah aku rasakan sekarang?", , pintaku. Dia tersenyum geli.

"Aish, itu yang juga ingin ku rasakan denganmu dari dulu. Kita lakukan sekarang. Kau mau dimana?", katanya mengabulkan keinginanku. Pikiran nakalku berkembang pesat saat bersamanya. Bergumul? Bagaimana rasanya? Aish, untuk pertama kalinya aku akan merasakan itu dengan seorang pria.

"Di kamarku saja. Tapi habiskan makanannya dulu. Saranghaeyo Chunnie.", kataku dengan lembut. Ia membelai wajahku. Dan mencium bibirku dengan hasrat, lalu turun ke leherku. Memberikan kiss mark disana.

"Itu permulaan sayang. Sisanya kita lakukan sehabis makan. Na do saranghaeyo Su~ie.", katanya membuatku geli. Ia mengecup bibirku lagi dan kembali menyantap makannya dengan lahap. Sepertinya dia sudah tidak sabar menyantapku setelah ini. Aku tersenyum senang.









-The end-

No comments:

Post a Comment