Sunday, March 13, 2011

Fan Fiction.. Destiny.. One Shoot.. STRAIGHT

Assalammualaikum Wr. Wb.



Kali ini saya membawa STRAIGHT.

Saya hanya mau menekankan disini.

Kalau sebenarnya saya adalah author STRAIGHT.

Dari awal saya jadi author, saya membuat cerita STRAIGHT, walau memang saat itu yang UKE saya jadikan PEREMPUAN.

Tapi saya juga sering membuat cerita dimana PEREMPUAN dipasangkan dengan idola PRIA, atau mungkin lebih dapat dibilang PURE STRAIGHT.



Dan akhir-akhir ini, saya merindukan PURE STRAIGHT.

Hahaha.

Bagi yang tidak suka pairing girl x boy.

Lebih baik mengundurkan diri untuk membaca ini.



Akan banyak sesuatu dalam FF ini, yang menurut saya akan mengeluarkan banyak ketidak-sukaan dari pembaca yang kontra.



Jadi saya minta dengan sangat.



NO BASHING!!



Saya tidak melayani caci maki pada tokoh yang memerankan karakter disini.

Karena saya disini menjual cerita, bukan siapa pemainnnya.



Buat yang mau baca.

Jangan lupa COMMENT sama LIKEnya juga ya.

Demi kesenangan bersama.

Okeh.



Saya menyadari akan adanya penurunan drastis akan minat pembaca pada FF saya yang PURE STRAIGHT dibandingkan yang non-PURE STRAIGHT.

Akan saya jadikan sebuah evaluasi.

Bagian mana yang salah dari cara penulisan saya.



Jadi mohon kerjasamanya untuk memberi saran, kritik.

Dan juga Like, agar saya mengetahui berapa banyak yang minat pada FF saya.



Makasih buat yang udah comment status saya waktu itu.



Hehe.

Kebanyakan ngomong ya.

Mianhae.





Tittle: Destiny



Author: Anka 'bubu'



Lenght: One Shoot



Cast:



- Choi's Family

*Mr. Choi.

*Mrs. Choi

*Choi Siwon (SuJu)

*Choi Sooyoung (SNSD)

*Choi Ahnka (Me)

*Choi Minho (SHINee)

*Choi Minhwan (FT.Island)



- Kim's Family

*Mr. Kim

*Mrs. Kim

*Kim Jaejoong (DBSK)

*Kim Junsu (DBSK)

*Kim Key Bum (SHINee)



- Other Cast





Cekidot.



..................... ................





Cahaya matahari menembus celah-celah gordeng yang membingkai kaca jendela, membangunkan seorang wanita muda dari tidurnya. "Pagi bebeku.", sapa seorang wanita yang memberikan kecupan pagi hari pada kening sang suami yang masih tertidur. Tapi tak lama pria itu terbangun.



"Pagi nyonya Kim.", balas Jaejoong sang suami dengan senyum mengembang. Keduanya hanyalah pasangan pengantin yang baru lima bulan ini menikah, masih terlalu hangat tanpa permasalahan rumah tangga yang memusingkan.



"Haha. Kau menggodaku be.", geli Ahnka, sang istri. Jaejoong mengedipkan sebelah matanya, benar-benar pria genit.



"Bagaimana nae baby di dalam perut umma?", bicara Jaejoong pada bayi yang berada dalam perut Ahnka, mengelus perut yang belum membesar itu. Ahnka sedang hamil tiga bulan, dan itu sangat membuat bahagia keduanya tidak terhingga. Ahnka terkekeh, ia meletakkan kepalanya di atas dada Jaejoong, membiarkan tangan pria itu membelai lembut rambutnya.



"Aku sehat appa. Karena appa, sayang sekali padaku.", saut Ahnka dengan nada yang dibuat menyerupai anak kecil.



"Haha. Kau ini. Aku tidak sabar menanti anak kita lahir bu.", kata Jaejoong mengecup puncak kepala Ahnka. "Pasti anakku tampan sepertiku nanti.", tambahnya penuh dengan percaya diri. Ahnka terkekeh geli. Suaminya menggemaskan dengan kenarsisannya.



"Kalau cantik juga akan sepertimu.", ledek Ahnka berniat bergurau. Jaejoong merengut, diledek seperti itu.



"Aniya. Aku tampan tahu.", kesal Jaejoong, menyeringaikan bibirnya. Ahnka menggelengkan kepalanya.



"Tapi kataku cantik. Week.", ngeyel Ahnka, menjulurkan lidahnya. Jaejoong mencuatkan bibirnya, membalikkan badannya membelakangi Ahnka, dia kesal sekarang. Ahnka menggelengkan kepalanya, dasar anak kecil.



"Baby. Appamu seperti anak kecil. Seperti itu saja marah.", bicara Ahnka pada bayinya bermaksud menyindir sang suami. "Padahal umma hanya bergurau. Appa kan pria yang paling tampan sedunia.", tambah Ahnka, sedangkan Jaejoong tersenyum-senyum senang tanpa sepengetahuan Ahnka.



"Appa payah. Baby mau mandi saja ah.", ledek Ahnka yang kemudian masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Jaejoong di tempat tidur.



"Baby appa ikut mandi.", teriak Jaejoong yang kemudian menyusul masuk kamar mandi. Ahnka terkekeh kecil.



"Appa pasti mau genit sama umma.", sindir Ahnka dengan suara anak kecil. Jaejoong memutar bola matanya.



"Baby sok tahu. Appa kan harus pergi kerja. Jadi mandinya harus cepat, nanti telat tahu.", sangkal Jaejoong dengan gaya memuakkan. Padahal dia memang mau genit pada Ahnka. Penyangkalan palsu.



"Hahaha. Kau ini be, tidak mau mengaku.", geli Ahnka memukul lengan Jaejoong. Jaejoong malah hanya tersenyum lebar.



"Ah bubuku cerewet nih.", ledek Jaejoong menarik hidung Ahnka, lalu tertawa senang dan riang. Ck. Pasangan aneh.





.....





-Three Months Later-





Tahukah kalau calon ibu muda ini begitu merindukan suaminya. Seperti anak kecil manja, yang tidak mau jauh dari ibunya. Buktinya sekarang ini sudah ketiga kalinya dalam lima jam ini Ahnka menelepon suaminya.



Ahnka: Appa. Appa. Appa.



Manja Ahnka saat menelepon Jaejoong. Jaejoong terkekeh geli.



Jaejoong: Apa Umma? Telepon-telepon appa terus. Hehehe.



Ahnka mencuatkan bibirnya mendengar sindiran Jaejoong.



Ahnka: Aish bebe. Jahat sekali. Babynya kan rindu appa. Lagipula, ehmm. Aku ingin jus durian be. Ayo belikan sekarang.



Rengek Ahnka pada Jaejoong, tapi Jaejoong malah terbelalak.



Jaejoong: Hei, ini masih jam kerja bu. Nanti saat aku pulang ya. Empat jam lagi. Oke.



Bujuk Jaejoong. Bisa gila terus-terusan menghadapi wanita yang sedang hamil.



Ahnka: Tidak mau, maunya sekarang. Babynya maunya sekarang bebe.



Kukuh Ahnka, yang kini sedang dalam masa ngidamnya.



Jaejoong; Nanti ya bu. Oke. Aku janji pulang kerja aku bawakan jus durian kesukaanmu.



Ahnka: Tidak mau. Kau tidak cinta lagi padaku. Terserah.



Marah Ahnka yang saat itu juga langsung memutuskan hubungan teleponnya. Di sebrang sana Jaejoong menghembuskan nafasnya. Merapihkan meja kerjanya dan pulang dari kantor lebih cepat. Saat ini, tidak peduli akan nasibnya lagi, terserah nantinya akan dipotong gaji bahkan dipecat sekalipun. Ini demi sang istri dan buah hati mereka.





.....





"Bubu sayang ini jusnya?", teriak Jaejoong yang main menerobos masuk ke dalam rumah. Ia tahu pintu rumah jarang sekali terkunci, kalau ada penghuninya di dalam rumah.



"Kemana si bubu?", heran Jaejoong padahal dia sudah berteriak-teriak.



"Hikz. Bebe jahat.", teriak Ahnka dari dalam kamarnya. Jaejoong membulatkan matanya. Apa yang barusan ia dengar? Langsung saja ia berlari ke kamar mereka, dan betapa terkejutnya Jaejoong mendapati kamar yang seperti kapal pecah.



"Mau apa pulang. Sana. Aku tidak mau melihat wajahmu. Benci sama bebe.", usir Ahnka yang melempar-lemparkan bantal ke arah Jaejoong.



"Aku sudah membelikanmu jus durian bu. Aku juga sudah pulang. Jangan marah ya.", rajuk Jaejoong. Ia takut kalau Ahnka sudah marah. Ahnka menggelengkan kepalanya.



"Tidak mau. Bebe sana pergi. Huwee.", Ahnka mendorong tubuh Jaejoong sampai terjatuh di lantai.



"Awww.", ringis Jaejoong memegang bokongnya yang sakit. Ahnka langsung panik dan tampak menyesal.



"Mianhae. Uhmmm. Tidak apa kan? Hikz. Bebe maafkan aku.", sesal Ahnka benar-benar. Jaejoong membuang wajahnya, kesempatan untuk mengerjai istrinya.



"Bebe jangan marah.", bujuk Ahnka dengan sepenuh hati. Sedangkan Jaejoong sibuk menahan tawanya.



"Poppo dulu. Baru tidak marah.", syarat Jaejoong menyebalkan. Ahnka memukul kening Jaejoong.



"Mengerjaiku ya.", kesal Ahnka, mengerucutkan bibirnya. Jaejoong terkekeh, karena ketahuan.



"Tapi sakit tahu.", manja Jaejoong. Ahnka mengecup bibir Jaejoong kilat.



"Sudah tidak sakitkan bebeku sayang?", sindir Ahnka galak. Jaejoong tertawa keras.



"Ah dasar bubuku. Sini aku peluk.", Jaejoongpun mendekap erat Ahnka. Rindu juga membelenggunya saat ini.



"Babynya sudah besar, ganggu appa peluk umma aja nih.", gurau Jaejoong karena terhalang perut Ahnka yang besar saat memeluk. Ahnka mencubit perut Jaejoong dengan keras.



"Mana jus durianku?", galak Ahnka mencuatkan bibirnya.



"Ini bubuku sayang.", Jaejoong menyodorkan 2 gelas jus durian dalam kantung plastik putih.



"Asik. Baby. Ayo kita minum. Asik.", senang Ahnka yang tadi langsung menyambar kantung plastik dari tangan Jaejoong dan meminumnya.



"Bu aku minta dong.", pinta Jaejoong dengan tampang memelas. Ahnka menjulurkan lidahnya.



"Tidak boleh. Huh.", galak Ahnka membuat Jaejoong hanya dapat memajukan bibirnya karena iri berkepanjangan. Siapa peduli?





.....





Ahnka tampak senang saat mendengar suara ibunya dari bawah yang memanggilnya, sudah lama tidak bertemu ibunya. Rindu antara anak dan ibu tak terelakkan lagi.



"Ahnka kau dimana?", teriak suara yang lain. Itu suara seorang pria. Dan ia tahu, itu pasti ayahnya. Ahnka yang tadinya sedang membaca majalah, langsung melemparnya dan turun dari tempat tidur tergesa-gesa.



"Umma, appa, onnie.", teriaknya senang melihat ketiganya dari tiang pembatas di lantai dua.



"Ah kau ada di atas rupanya.", ucap sang kakak. Ahnka tersenyum lebar, dengan sedikit berlari ia menuruni tangga.



"Hei, hati-hati sayang.", khawatir sang ibu dengan penuh. Namun terlambat.



"AAARRRRGGHH.", teriak Ahnka yang tergelincir saat menuruni salah satu anak tangga.



"AHNKAAA.", teriak ketiganya bersamaan melihat tubuh itu terguling dan jatuh pada lantai dengan posisi perut berada di bawah. Kejadian yang berlangsung sangat cepat.



"Umma sakit. Ahhh.", ringis Ahnka yang pada akhirnya langsung tidak sadarkan diri. Ketiganya panik dan langsung membawa Ahnka ke rumah sakit. Bayangkan darah yang begitu banyak keluar dari selangkangan wanita hamil itu. Mengerikan.





......





Jaejoong tidak bisa diam, ia terus saja bulak-balik di depan pintu operasi. Hah? Bagaimana bisa tenang jika di dalam sana, nyawa istri dan bayinya sedang terancam.



"Sebenarnya istriku kenapa bisa sampai seperti ini?", teriak Jaejoong frustasi pada Mr. dan Mrs. Choi beserta Sooyoung, kakak perempuan yang tadi ada di tempat kejadian.



"Oppa. Hikz. Aku tidak tahu dia akan berlari seperti itu di tangga.", sesal Sooyoung. Coba mereka dapat mencegah itu. Mungkin ini tidak akan terjadi. Jaejoong mengantukkan kepalanya berulang kali pada tembok. Tidak peduli akan sakitnya.



"Bodoh. Kau bodoh Kim Jaejoong. Suami tidak berguna.", umpat Jaejoong pada dirinya sendiri. Tangannya mengepal dan meninju keras tembok di hadapannya.



"Cukup Jae. Jangan menyakiti dirimu sendiri.", bentak Siwon, kakak laki-laki Ahnka. Jaejoong menjatuhkan dirinya di lantai, membenamkan kepalanya pada kedua lututnya. Menangis sejadi-jadinya. Jangan ada hal buruk untuk istri dan anaknya.



Pintu ruang operasi terbuka. "Dokter bagaimana menantu saya?", tanya Mr. dan Mrs. Kim bersamaan. Mereka sudah sangat penasaran untuk hal ini. Jaejoong langsung berdiri dan menghampiri sang dokter.



"Istri dan anak saya tidak apakan?", cecar Jaejoong. Sang dokter menggeleng.



"Maaf sekali, tapi istri anda mengalami keguguran. Bayinya tidak dapat selamat karena pendarahan dan benturan keras yang terjadi.", jelas sang dokter dengan sangat menyesal. Jaejoong tampak geram, ia meremas kerah kemeja sang dokter.



"Jangan bergurau. Itu sangat tidak lucu.", marah Jaejoong. Sang dokter yang mengerti perasaan Jaejoong hanya menatap prihatin. Suasana kacau. Jaejoong tampak frustasi, ditambah Mrs. Choi yang tak sadarkan diri mendapati berita yang ada. Apa yang terjadi? Ia kehilangan bayi yang sudah ia dan Ahnka tunggu kelahirannya enam bulan ini. Bagaimana harus memberitahukan pada Ahnka? Perlahan Jaejoong melepaskan cengkramannya dan sang dokter kembali ke dalam ruang operasi.





.....





Jaejoong membuka pintu kamar, mendapati sang istri yang sedang memandang keluar jendela dengan kedua lutut yang di tekuk. "Sayang. Sarapan sudah siap. Ayo kita turun.", lembut teramat Jaejoong berbicara pada istrinya. Sudah dua minggu, Ahnka hanya berdiam diri dan terus menangis, mengingat kepergian buah hati mereka.



"Mianhae. Aku tidak bisa menjaga bayi kita.", racau Ahnka sambil mengelus perutnya yang kembali rata. Jaejoong mengatup wajah Ahnka dengan kedua tangannya.



"Bukan salah siapa-siapa bu. Hanya Tuhan belum mempercayai kita menjadi orangtua. Tuhan terlalu menyayangi bayi kita.", Jaejoong mengecup kening Ahnka dengan penuh rasa sayang.



"Andai waktu itu aku tidak berlari. Pasti dia masih ada di perutku, menendang-nendang perutku. Semua salahku. Iya kan? Aku umma yang bodoh. Mianhae.", tidak mau mengerti Ahnka. Ia terus saja menyalahkan dirinya sendiri. Jaejoong menarik nafas dalam.



"Cukup.", bentak Jaejoong keras. Ahnka terkesiap kaget. "Kau kira hanya kau yang merasa sedih. Hanya kau yang merasa kehilangan. Aku juga bu. Tapi aku masih memilikimu. Dan kau masih memiliku. Semua akan baik-baik saja. Suatu saat akan ada bayi kita lagi disini. Arra?", keras Jaejoong, ia menyentuh perut Ahnka. Ia hanya ingin Ahnka mengerti, kalau semua tidaklah berakhir sampai disini. Ahnka menunduk, ia memeluk Jaejoong dengan erat.



"Maafkan aku untuk sikapku akhir-akhir ini be.", sesal Ahnka teramat sangat. Jaejoong mengecup ringan tengkuk Ahnka.



"Maaf karena aku membentakmu bu.", sesal Jaejoong juga. Ahnka menggelengkan kepalanya.



"Kau masak apa pagi ini be?", tanya Ahnka mencairkan suasana yang tidak menyenangkan.



"Hanya nasi goreng Hongkong. Hehe.", jawab Jaejoong dengan senyuman lebar. Ahnka mencuatkan bibirnya.



"Kenapa buat itu? Aku kan tidak suka sayur.", protes Ahnka, karena baginya, nasi goreng Honkong wujudnya bukan nasi pakai sayur, tapi lebih tepatnya sayur pakai nasi. Hoeeks. Membayangkannya saja sudah mual.*hehe pendapat author* Jaejoong terkekeh geli.



"Sayurnya sudah aku ganti dengan daging sapi kok.", gurau Jaejoong. Ia tahu Ahnka tidak menyukai sayur, tapi mengerjai istrinya sedikit. Tak apa kan? Ahnka memukul lengan Jaejoong.



"Itu namanya nasi goreng daging, bukan Hongkong bebeku.", geli Ahnka mendengarnya. Jaejoong tersenyum lebar.



"Tapi kan bumbunya pakai bumbu nasi goreng Hongkong bubu sayang.", ngeyel Jaejoong tetap pada pendiriannya. Ahnka hanya terkekeh. Dasar suami aneh. Tapi tetap sampai kapanpun. Ia mencintai pria itu. Terimakasih untuk pagi ini.





.....





Jaejoong dengan langkah riang memasuki rumah, dia rindu pada istrinya. Dan tidak sabar melihat wajah istrinya.



"Aku pulang. Bu kau dimana?", teriak Jaejoong yang sibuk mencari keberadaan Ahnka.



"Ahhhh. Bebe. Sakit.", teriak Ahnka dari dapur, terdengar sangat kesakitan. Jaejoong sudah pasti panik. Ia langsung berlari ke dapur.



"Ouh. Bubu.", panik Jaejoöng melihat wajah pucat dan kesakitan Ahnka yang tak berdaya di lantai dapur. Wanita itu terus saja meremas perutnya.



"Perutku sakit be.", eluh Ahnka, peluh membanjiri wajahnya. Jaejoong mengais poni-poni Ahnka dan menghapus peluh di wajah Ahnka. Dipeluknya erat-erat wanita itu.



"Kita ke rumah sakit ya sayang.", cemas Jaejoong, ia menggendong Ahnka ke dalam mobilnya. Panik dan khawatir ada apa lagi dengan istrinya?



"Sebentar ya bu. Ouh. Sebentar lagi sampai.", kuatkan Jaejoong, ia terkadang menggenggam tangan Ahnka sebagai kekuatan. Ahnka menggangguk, walau terasa begitu sakit.





.....





Jaejoong berada di ruangan sang Dokter. Menatap pria tua dengan kacamata yang bertengger*?* di hidungnya, ekspresinya sedikit membuat Jaejoong bertambah was-was.



"Sebelumnya pernahkah Ny. Kim mengalami pendarahan?", tanya sang Dokter setelah mempersilahkan Jaejoong duduk. Jaejoong mengangguk pasti.



"Dia pernah keguguran.", ucap Jaejoong cepat. Jangan bertele-tele, langsung saja pada pointnya. Sang dokter membuang nafasnya.



"Dari hasil laboratorium yang keluar. Ditemukan telah terjadi infeksi pada rahim istri anda, kemungkinan karena pendarahan tersebut. Yang kami takutkan, infeksi tersebut dapat menekan organ lain dan sangat menyesal taruhannya adalah nyawa Ny. Kim sendiri.", jelas sang dokter hati-hati. Seperti ditindih ribuan ton beton. Bagai ditusuk beratus-ratus bilah pisau. Jaejoong tidak dapat menerima ini.



"Apa anda bilang? Dia bisa sembuh kan?", teriak Jaejoong. Emosinya memang akan tidak terkendali, jika itu mengenai Ahnka.



"Operasi pengangkatan rahim, dan saya harap dilakukan secepatnya.", ucap sang dokter dan kali ini benar-benar membuat Jaejoong serasa sulit bernafas. Apa yang ia bilang? Pengangkatan rahim. Jaejoong terkekeh.



"Jangan bergurau dengan saya dok.", frustasi? Benar. Sekarang Jaejoong seperti orang yang sangat frustasi.



"Maaf Tuan Kim. api sebelum terlambat, pengangkatan rahim pada istri anda harus segera dilakukan.", sang Dokter memberi pengertian. Ada wanita di ambang pintu yang mendengarnya. Dia terus menangis, sampai isaknya menyadarkan kedua pria disana.



"Bubu.", terkejut Jaejoong. Ia langsung berlari dan memeluk istrinya.



"Ini bohong kan?", tanya Ahnka dengan tatapan kosong. Jaejoong menggeleng dan membiarkan Ahnka menangis dalam pelukannya. Kenapa masalah ini terus datang tanpa henti? Arrgghh.





.....





Tampak amarah Ahnka dalam perdebatannya kali ini dengan Jaejoong. Bagaimana bisa seorang wanita berstatus istri diminta untuk mengangkat rahimnya? Ah benar-benar gila.



"Sudah aku bilang, aku tidak mau rahimku diangkat.", teriak Ahnka di depan wajah Jaejoong. Dua minggu usaha Jaejoong untuk merajuk Istrinya. Namun sangat sulit. Ia tahu, ini sangat berat untuk Ahnka. Tapi ini juga demi wanita itu.



"Aku mohon. Ini demi dirimu bu. Aku tak ingin kehilanganmu, kau tahu.", rajuk Jaejoong menatap lekat-lekat wajah Jaejoong. Ahnka menggeleng.



"Kalau rahim ini diangkat. Bagaimana kita akan memiliki anak? Bukankah akan ada bayi kita lagi di perutku?", keras Ahnka tetap pada pendiriannya. Hanya bayi. Dia hanya ingin ada buah hati mereka lagi dalam perutnya.



"Aku tidak butuh bayi. Yang aku butuhkan kau.", bentak Jaejoong pada akhirnya. Ahnka menunduk. Dan kembali menangis.



"Aku mohon. Aku berjanji, aku akan selalu ada disampingmu selamanya. Apapun yang terjadi. Aku tidak ingin kehilanganmu. Yang aku butuhkan hanya kau.", lembut Jaejoong memberi kekuatan untuk sang istri.



"Tapi aku tidak akan bisa memberimu keturunan. Itu buruk.", kukuh Ahnka pelan. Tangisnya terdengar jelas. Jaejoong membelai lembut rambut Ahnka.



"Aku tidak membutuhkan keturunan. Kalau berarti aku harus kehilanganmu. Aku hanya ingin kita selalu bersama. Aku akan selalu mencintaimu, sampai kapanpun.", ikrarnya penuh dengan kelembutan dan kasih sayang. Ahnka mengangguk pelan.



"Kau mau kan melakukan pengangkatan rahim? Untuk kita.", pinta Jaejoong. Ahnka meremas pakaian Jaejoong.



"A.. A, ku. Mamau.", terbatanya, karena memang terasa terlalu sulit. Jaejoong tersenyum dan mengecup puncak kepala Ahnka.



"Saranghaeyo.", ucapnya mesra. Ahnka mengangguk.



"Na do be.", balas Ahnka singkat. Semoga keputusannya adalah jalan yang benar.





.....





Pagi hari. Tepat pada tahun keempat lebih tujuh bulan, usia pernikahan kedua insan ini. Operasi yang dilakukan Ahnka berjalan lancar dan tepat hari itu, dia bukanlah lagi wanita yang sempurna. Tapi tidak mempengaruhi keharmönisan rumah tangga keduanya.



Cup.

Kecupan mesra untuk sang istri yang baru saja keluar dari kamar mandi. Namun, itu mampu membuat sang istri terkejut.



"Bebe mengejutkanku.", protes Ahnka mencuatkan bibirnya kesal. Tapi yang ada Jaejoong malah tersenyum lebar.



"Bubuku harum sekali.", puji Jaejoong yang kini mengecup pundak Ahnka. Menghirup aroma tubuh Ahnka. Ahnka terkekeh geli dibuatnya.



"Tapi kau bau. Hahaha. Cepat sana mandi. Kau kan harus ke kantor.", galak Ahnka mencubit hidung bangir Jaejoong. Jaejoong mengeratkan pelukannya pada pinggang Ahnka. Bermanja-manjaan pada istri di pagi hari tidak salah bukan?



"Harus ada morning kiss dulu.", manja Jaejoong memajukan bibirnya. Ahnka mencubit pipi Jaejoong dan mengecup bibir itu sedikit lama. Jaejoong sangat senang bukan main.



"Sudah.", galak Ahnka. Jaejoong tersenyum lebar dengan tampang bodoh.



"Love you sayang.", Jaejoong mengecup kilat pipi Ahnka dan masuk ke dalam kamar mandi. Ahnka hanya menggeleng, geli dengan tingkah Jaejoong yang sangat kekanak-kanakkan itu.





.....





Jaejoong melirik ponselnya yang berdering, tertera 'umma' di layarnya. Segera saja ia mengangkatnya.



"Yeobohaseyo umma.", sapanya dengan sopan.



"Yeobohaseyo sayang.", balas sang ibu dengan lembut. Jaejoong terkekeh. Walau ia sudah besar, tapi tetap saja si ibu tidak bisa memperlakukan anak-anaknya dengan wajar. Terlalu memanjakkan.



"Ada apa umma?", tanya Jaejoong kemudian.



"Ah itu, bisakah ke rumah sakit. Istri Key melahirkan sore ini.", pinta sang ibu dengan baik. Jaejoong tampak senang. Bagaimana tidak bertambah lagi anak kecil di keluarganya. Dua tahun yang lalu istri dari adiknya Kim Junsu melahirkan anak kembar. Dan sekarang ini, si bungsu juga sudah mempunyai anak.



"Benarkah? Ah ne umma. Setelah pulang kerja, aku langsung ke rumah sakit.", riang Jaejoong. Sang umma mengangguk disana.



"Ah, tapi jangan katakan ini pada Ahnka ya umma. Umma mengertikan?", pinta Jaejoong. Ia hanya mengingat saat istri Junsu melahirkan. Ahnka tampak sangat iri. Walau Ahnka tidak mengumbar perasaannya, ia tahu malam itu Ahnka menangis di kamar mandi.



"Baìklah.", saut sang ibu. Jaejoong tersenyum dan sambungan terputus tak lama. Ia menyenderkan tubuhnya pada sandaran.



"Hanya aku yang tidak memiliki anak.", gumamnya pelan tanpa sadar. Masalah baru, detik itu juga sepertinya dimulai.





.....





Jaejoong membuka pintu ruang rawat rumah sakit, sangat ramai. Semuanya sibuk mengelilingi dua orangtua baru dengan bayi perempuan dalam gendongan sang ibu. Terbesit sebuah bayangan, kalau yang berada disana adalah ia dan Ahnka. Tersenyum kecil, sampai ada yang menepuk pundaknya. Sadar dari lamunannya, ia langsung mendatangi Key.



"Ah Chukkaeyo. Anak yang cantik seperti ibunya.", senang Jaejoong merangkul Key dan melirik pada sang bayi dan ibunya bergantian. Key tersenyum lebar.



"Tentu saja anakku. Haha.", balas Key dengan bangganya. Jaejoong terkekeh. Apa memang di keluarganya, semua anak memiliki penyakit percaya diri yang berlebihan. Sulit dipercaya.



"Bolehkah aku menggendongnya.", pinta Jaejoong. Sang ibu mengangguk dan menyerahkan bayinya pada Jaejoong. Jaejoong memperhatikan bayi itu. Sangat cantik dan menggemaskan.



"Bayi lucu.", Jaejoong mencubit pipi gembil sang bayi dengan gemasnya.



"Kalau sudah besar, panggil aku Jae appa. Ne.", ucapnya lagi dan tersenyum pada si bayi. Tak lama, ia menyerahkan sang bayi kembali pada Key. Ingin mendekap lebih lama. Tapi perasaannya sedikit kacau.



Sudah hampir satu jam, Jaejoong berada disana. Iapun pamit pulang pada semuanya. Berjalan gontai ke arah mobil. Kenapa perasaan menginginkan keturunan sangat sering terlintas di otaknya akhir-akhir ini. Entahlah. Jaejoong memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah, ia malah mampir ke sebuah kedai. Hanya sekedar untuk meminum soju.



Empat botol soju sudah ia teguk. Tapi perasaannya masih saja terasa kacau dan sulit.



"Jae oppa.", panggil seorang wanita yang tidak sengaja lewat dan mendapati Jaejoong yang sedikit mabuk. Awalnya ragu, tapi tidak salah lagi, kalau itu adik iparnya.



"Ah kau Sooyoung.", ucap Jaejoong sambil tersenyum sesopan mungkin.



"Oppa sedang apa?", tanya Sooyoung yang akhirnya mengambil tempat di samping Jaejoong.



"Aku? Hanya menghilangkan penatku.", jawab singkat Jaejoong. Sooyoung mengangguk mengerti.



"Ada masalahkah?", tanya Sooyoung lagi, kali ini ia lebih berani. Jaejoong tersenyum kecil.



"Apa boleh aku bercerita?", tanya balik Jaejoong. Ia harap ada yang mau mendengar keluhannya.



"Tentu saja oppa.", saut Sooyoung mantap. Jaejoong meletakkan botol sojunya sedikit keras sehingga terdengar bunyi benturan pada meja.



"Terimakasih. Sudah lama aku ingin mengatakan perasaanku. Tapi tidak mungkin, kalau aku mengatakan ini pada adikmu langsung.", basa-basi Jaejoong untuk memulai ceritanya. Sooyoung mengangkat sebelah alisnya. Ada apa?



"Terkadang bahkan akhir-akhir ini, aku selalu mempunya keinginan untuk memiliki keturunan. Tapi aku sadar, Ahnka tidak akan pernah bisa memberikannya. Hahahaha. Tadi istri Key melahirkan, anaknya lucu dan cantik. Kapan aku bisa memilikinya?", racau Jaejoong yang menenggak kembali botol sojunya. Sooyoung menundukkan kepalanya. Ia tahu perasaan Jaejoong. Tapi bukan juga karena kemauan adiknya. Semua sudah TAKDIR dari Tuhan.



"Oppa. Semua sudah takdir Tuhan.", ucap Sooyoung mencoba merespon Jaejoong, walau sebenarnya ia tidak tahu harus merespon apa. Jaejoong mengangguk dan terkekeh kecil.



"Aku tahu itu. Terimakasih ya. Terlalu lama aku menyimpannya sendiri. Paling tidak dengan menceritakan ini padamu, membuatku sedikit lega.", bicara Jaejoong yang seperti hilang beban dari dirinya.



"Cheonmaneyo oppa.", balas Sooyoung. Jaejoong bangkit setelah membayar pesanannya.



"Aku pulang duluan ya. Ahnka pasti menungguku. Ini terlalu lama dari jam pulang kerjaku. Annyeong.", pamit Jaejoong. Sooyoung mengangguk. Jaejoong sedikit mengangguk dan memasuki mobilnya.





.....





Benar saja, Ahnka menunggu Jaejoong di depan rumah. Ia cemas suaminya belum pulang, padahal ini sudah malam.



"Kenapa pulang malam sekali?", tanya Ahnka wajahnya menyiratkan kelegaan, mendapati sang suami di hadapannya. Jaejoong tersenyum lebar.



"Aku habis lembur.", bohong Jaejoong. Ahnka mengerutkan keningnya. Ia menangkap bau soju dari tubuh Jaejoong.



"Lembur atau pesta soju?", tebak Ahnka yang tidak bisa dibohongi. Jaejoong menggaruk tengkuk belakangnya.



"Ketahuan deh. Mianhae bubuku sayang, tadi teman-teman kantor mengajakku untuk mengobrol sambil minum Soju. Jangan marah ya. Hanya empat botol. Aku tidak bohong.", rajuk Jaejoong dengan wajah yang sedikit memelas. Istrinya ini sangat tidak suka akan kebiasaan Jaejoong yang suka menengguk alkohol.



"Jangan terlalu sering. Buruk untuk kesehatanmu be.", merengut. Wajah Ahnka ditekuk terlalu banyak. Jaejoong mengangguk.



"Ne cantik. Jangan marah ya. Hehe.", rayu Jaejoong, mencolek dagu Ahnka. Ahnka tampak geli pada tingkah sang suami.



"Mandi sana. Bau be.", ledek Ahnka sambil menutup hidungnya. Jaejoöng terkekeh.



"Oke bubuku sayang.", Jaejoong mendorong tubuh Ahnka untuk masuk ke dalam rumah. Malam ini, ia sadar telah banyak berbohong pada Ahnka. Huft.





.....





Tahukah kalau hari ini adalah hari spesial untuk keduanya. Hari ini genap tahun pernikahan mereka yang kelima. Memang tidak ada perayaan yang spesial. Karena memang sejak dulu, mereka hanya senang merayakannya hanya berdua saja. Berpelukan di balkon dengan langit malam yang menjadi saksi cinta mereka.



"Chukkaeyo. Lima tahun yang indah.", ucap Jaejoong berbisik di telinga Ahnka dengan tangan yang melingkari pinggang Ahnka yang membelakanginya. Ahnka hanya dapat bergidik geli, saat bibir Jaejoong mengecupi leher, pundak, dan pipinya bergantian berulang kali.



"Ah ne bebe. Chukkaeyo. Gomawo untuk lima tahun ini selalu berada di sampingku. Semoga akan ada lima tahun selanjutnya, dimana akan menjadi lebih indah dari sebelumnya.", balas Ahnka sambil tersenyum memandang langit malam. Jaejoong mengeratkan pelukannya, ada tatapan sendu dari mata yang indah itu.



"Bu kau tahu, aku sangat mencintaimu.", ucap Jaejoong dengan mesra. Ahnka mengangguk. Ia tahu dengan pasti.



"Aku tahu dan aku juga sangat mencintaimu.", balas Ahnka yang menggenggam jari-jemari Jaejoong pada pinggangnya. Jaejoong semakin mengeratkan pelukannya lebih erat dan erat lagi. Hening. Keduanya hanya diam. Seperti Ahnka memahami ada kegalauan dalam diri Jaejoong. Padahal itu hanyalah sebuah kebetulan. Lama sekali, mereka hanya berdiri dan berpelukan di atas balkon dalam diam. Sampai pada akhirnya Jaejoong bersuara.



"Bu.", panggil Jaejoong begitu pelan.



"Hemmm.", saut Ahnka hanya dengan sebuah gumaman kecil. Jaejoong menghembuskan nafasnya.



"Bolehkah aku menikah lagi?", tanya Jaejoong. Demi Tuhan, kutuklah dia, jika ini membuat Ahnka membencinya. Jantung Ahnka bagai ditusuk sebuah pisau belati yang sangat tajam. Langsung merobek jantungnya sangat dalam.



"A. Ap. Pa?", terbata Ahnka yang langsung membalikkan tubuhnya. Ya Tuhan, tidak sanggup untuk Jaejoong menatap wajah itu. Ia hanya berani menundukkan kepalanya dan mengangguk.



"Aku ingin memiliki keturunan. Bolehkah?", pinta Jaejoong dan berhasil membuat air mata Ahnka mengalir dengan derasnya. Kata-kata Jaejoong menyakitinya. Tapi membuatnya sangat sadar, dia hanya wanita yang tidak sempurna. Tidak dapat memberikan keturunan pada suaminya, itu hal yang jauh lebih menyedihkan. Ahnka tersenyum dan menghapus air matanya cepat.



"Apa wanita itu mencintaimu?", tanya Ahnka mencari wajah Jaejoong yang masih tertunduk. Jaejoong mengangguk.



"Kami saling mencintai.", jawab Jaejoong pelan. Hancur sudah perasaannya kali ini.



"Menikahlah. Maafkan aku tidak bisa menjaga anak kita. Maafkan aku tidak dapat memberi keturunan padamu. Semua salahku.", setuju Ahnka namun terdengar sangat lirih. Ia membelai wajah Jaejoong penuh sayang.



"Aniya. Bukan salahmu.", elak Jaejoong menolak keras pernyataan Ahnka.



"Aku ingin mengenal calon istrimu. Boleh?", pinta Ahnka tidak peduli pada perkataan Jaejoong. Jaejoong mengangguk. Kenapa pria ini hanya bisa mengangguk saja. Damn!! Pria bodoh.



"Besok aku akan membawanya.", setuju Jaejoong lalu menambahkan pelukan eratnya saat Ahnka kembali memunggunginya dan menatap bintang-bintang yang mulai tak tampak kerlipnya, menghilang satu-persatu.



Ahnka terus saja menangis. Tak perlu dipaparkan alasannya lagi. Semua sudah jelas. Tangannya menggenggam erat tangan besar di atas pinggangnya itu.



"Bolehkah aku membuat permintaan?", kali ini Ahnka yang balik bertanya. Jaejoong meletakkan dagunya di pundak Ahnka.



"Tentu saja.", saut Jaejoong. Sekarang sudah berani bicarakah dia? Pintar sekali. Ahnka tersenyum kecil.



"Bisakah sebelum kalian menikah. Kau menceraikan aku terlebih dahulu?", pinta Ahnka serius. Dia tidak ingin menjadi penganggu, lagipula ia tidak ingin sakit yang berkelanjutan, jika berada di antara sepasang insan yang baru jatuh cinta itu. Jaejoong membelalakkan matanya.



"Bubu? Apa yang kau pinta? Tidak akan. Kau sangat tahu, kalau aku begitu mencintaimu.", tolak Jaejoong mentah-mentah. Ahnka terisak keras. Kenapa terlalu egois. Ia mengabulkan permintaan Jaejoon. Tapi mengapa tidak untuknya.



"Aku mohon. Demi cintamu padaku ceraikan aku. Be. Aku tahu kau mengerti alasanku.", mohon Ahnka mencoba merajuk. Jaejoong memperat pelukannya.



"Tidak bisakah tanpa menceraikanmu?", kukuh Jaejoong yang masih tidak mau menerima. Ahnka menundukkan kepalanya. Menyerah.



"Jika kau tidak mau. Tidak apa.", mengalah Ahnka. Jaejoong menangis, menyaingi suara tangisan Ahnka. Lima tahun mereka bersama. Haruskah berakhir? Tapi apakah salah, jika ia ingin memiliki keturunan?



"Baiklah.", lirih Jaejoong akhirnya menyetujui walau dengan keterpaksaan. Ahnka tersenyum.



"Terimakasih.", ucap Ahnka diiringi rasa sakit pada hatinya. Ia senderkan kepalanya pada kepala Jaejoong yang berada di pundaknya. Baru saja ia berharap akan ada lima tahun kedua yang lebih indah untuk mereka, tapi sayangnya semua berakhir dimulai dari lima tahun pertama ini.



Bulan itu bersinar terang seakan mengejek keadaan dua anak manusia dibawahnya.





.....





"Bu.", panggil Jaejoong pelan dari ambang pintu. Ahnka menoleh, wanita ini sedang sibuk berias untuk menyambut kedatangan calon ìstri Jaejoong.



"Apakah dia sudah datang be?", tanya Ahnka yang wajahnya dengan keriangan yang dibuat-buat.



"Ne. Dia ada di bawah.", ucap Jaejoong tidak terlalu bersemangat. Ahnka tersenyum kecil.



"Nanti aku ke bawah. Sekarang kau temani dia dulu.", pesan Ahnka. Jaejoong hanya menggangguk dan kembali ke bawah. Ahnka meletakkan kembali wadah bedaknya dan tersenyum.



"Hanya sebentar aku bisa membahagiakannya. Dasar bodoh.", umpat Ahnka sendiri pada pantulannya dalam cermin.



Selesai, dan Ahnka berlari ke bawah dengan senyum yang mengembang. Tapi senyum itu berubah menjadi keterkejutan.



"Onnie.", tidak percaya Ahnka pada sosok wanita itu. Tubuhnya mengapa terasa lemas. Ia mencengkram tiang penyanggah pada tangga di sampingnya. Mendapati suami tercintanya mengkhianati pernikahan mereka terasa sudah cukup menyakitkan. Apalagi sekarang?



"Mianhae. Aku benar-benar meminta maaf padamu.", ucap wanita di hadapannya yang tadi langsung berlari memeluknya. Air mata meluncur sejak tadi, bahkan sebelum Ahnka turun dari kamarnya.



"Kenapa Sooyoung onnie?", tanya Ahnka lirih. Jaejoong menunduk, memang salahnya. Bodoh, mempermainkan ikatan tali persaudaraan.



"Mianhae bu.", sesal Jaejoong benar-benar. Kalau boleh memutar waktu, ia juga tidak inginkan ini. Ini terjadi saat ada yang berkata cinta karena terbiasa. Terbiasa bertemu wanita itu, terbiasa berkeluh kesah padanya yang ia tidak dapat sampaikan pada Ahnka, dan cinta itu datang sendirinya walau ia sadar wanita itu adalah kakak iparnya sendiri, kakak dari istri tercinta.



"Ah ne aku mengerti.", ucap Ahnka setelah mendengar penjelasan keduanya. Ia berusaha untuk terus tersenyum.



"Sooyoung onnie akan membahagiakanmu sepenuhnya be. Dia wanita yang sempurna. Iya kan onnie?", tanya Ahnka mengembangkan senyumannya. Choi Sooyoung nama wanita itu. Ia mengangguk sambil menangis. Kenapa bisa ia merebut suami adiknya sendiri. Tapi kalau cinta yang berkata, haruskah ia mengalah? Tapi apakah ia sepenuhnya sadar telah menyakiti adiknya sendiri dan membuatnya harus mengalah demi ia dan Jaejoong.



"Aku senang kalau begitu.", kata Ahnka. Itu hanya palsu. Hatinya terkoyak detik itu juga. Menghapus air matanya yang mendesaknya untuk keluar.



"Aku ke kamar dulu ya. Kepalaku sedikit pusing.", pamit Ahnka yang kemudian berlari ke kamar menumpahkan air matanya. Kenapa berakhir seperti ini. Bukankah Jaejoong pernah berjanji padanya akan bersama selamanya apapun yang terjadi. Kemana janji itu? Memang semua salahnya ia yang melanggar perjanjian itu, ia yang meminta untuk mengakhirinya. Tapi.





.....





Ahnka tahu siapa yang memeluk dirinya dari belakang. Siapa lagi kalau bukan pria yang lima tahun ini menjadi suaminya.



"Hei jangan menggangguku. Tahu tidak aku sedang memasak.", galak Ahnka. Malam yang dingin membuat perut Ahnka lapar, padahal tadi sudah makan malam. Jadi lebih baik memasak ramyoen saja. Apa salahnya?



"Aniyo. Aku ingin memelukmu terus malam ini.", tolak Jaejoong dengan begitu manja. Ia menghirup aroma khas tubuh yang masih menjadi istrinya itu.



"Aku pasti akan merindukan pelukan ini.", ucap Ahnka pelan. Jaejoong menggelengkan kepalanya.



"Be, bìsa lepas sebentar. Aku mau makan dulu.", pinta Ahnka dengan mencuatkan bibirnya. Jaejoong tersenyum dan duduk di samping Ahnka.



"Maukah?", tawar Ahnka menyodorkan sumpit pada Jaejoong.



"Aku mau di suapi.", manja Jaejoong yang sudah membuka mulutnya. Ahnka terkekeh geli.



"Pria manja. Ammm. Enak kan?", ledek Ahnka saat ramyeon sudah masuk dalam mulut Jaejoong. Jaejoong hanya terkekeh dengan mulut yang penuh. Tapi yang ada, itu malah membuat Ahnka meneteskan air mata. Ia menyentuh wajah Jaejoong, membelainya, menyusurinya dengan jari-jemarinya.



"Malam ini malam terakhir. Malam terakhir aku menjalankan tugasku sebagai istrimu. Aku akan merindukan menyentuh wajah ini. Kau tahu aroma tubuhmu begitu aku suka.", bicara Ahnka terdengar begitu miris. Ia berusaha tersenyum tapi tetap saja isak tangis itu mengalahkannya. Jaejoong memejamkan matanya. Ia tahu ini malam terakhir mereka, sebelum besok hakim memutuskan perceraian mereka.



"Apa bisakah kita tidak bercerai?", tanya Jaejoong. Ia masih mencari harapan sekecil apapun untuk tetap bersama.



"Aku tidak ingin menjadi pengganggu nanti.", gurau Ahnka mencoba tertawa walau sakit. Jaejoong menghapus air mata Ahnka dengan ibu jarinya.



"Kami tidak akan merasa terganggu.", elak Jaejoong penuh pengharapan. Ahnka tersenyum.



"Aku ingin memulai hidupku sendiri dari awal.", tekan Ahnka. Jaejoong memeluk wanita pertamanya itu.



"Aku masih mencintaimu. Kau tahu kan itu.", tekan Jaejoong. Ahnka mengangguk. Ia tahu dengan pasti. Tenang saja.



"Kau tahu. Semenjak aku tidak bisa lagi menjadi wanita yang sempurna. Aku selalu memikirkan hal ini akan terjadi. Bahkan pernah aku berpikir, mencarikan sendiri istri untukmu dan aku pergi dari hidup kalian.", racau Ahnka, ia mengeratkan pelukannya. "Jadi semuanya sudah aku persiapkan sejak dulu, hanya saja aku tidak sanggup mencarikannya untukmu. Aku senang kau menemukannya sendiri.", jelas Ahnka yang air matanya telah mengalir semakin deras.



"Kau tahu lima tahun bersamamu itu sangat indah.", lirih Ahnka, isak tangisnya tidak dapat ditahan lagi.



"Jangan banyak bicara lagi.", bentak Jaejoong. Ahnka terdiam. Hentikan hal bodoh ini. Bukankah ini saatnya menikmati kebersamaan yang masih ada?



"Ramyeonnya sudah dingin. Ayo cepat makan, nanti perutmu ini teriak-teriak.", gurau Jaejoong hanya untuk membuyarkan keadaan bodoh ini. Ahnka tertawa kecil.



"Aku mau kau suapi. Aaaaa.", Ahnka membuka mulutnya lebar-lebar. Jaejoong terkekeh.



"Sekarang siapa ya yang manja.", sindir Jaejoong sambil melirik Ahnka. Ahnka memajukan bibirnya.



"Suapi bebe. Pelit. Aku marah.", pura-pura marah Ahnka. Jaejoöng mencubit pipi besar Ahnka.



"Ayo buka mulutnya, pesawat mau terbang.", suruh Jaejoong yang akan mensuapi Ahnka. Ahnka membuka kembali mulutnya.



"Ammm. Nyam-nyam. Enak.", ucap Ahnka layaknya anak kecil. Jaejoong mengecup kening wanita muda itu.



"Saranghaeyo nae bubu.", ucap Jaejoong dengan begitu mesra.



"Na do saranghae bebeku.", balas Ahnka dengan senyuman. Mereka menghabiskan ramyeon itu berdua, saling menyuapi sambil tertawa karena gurauan satu sama lain. Akan ada dimana saat-saat ini akan menjadi sebuah kenangan yang terlampau manis.



"Sudah malam. Kita tidur. Bukankah sidang dimulai jam sembilan.", ingatkan Ahnka mengusap wajah Jaejoong. Jaejoong tersenyum kecil. Ia dengan tiba-tiba mengangkat Ahnka dalam gendongannya*bride style*



"Bebe, kau ini membuatku malu tahu. Turunkan! Aku kan berat.", protes Ahnka, wajahnya memerah. Jaejoong menggeleng ngeyel.



"Aku ingin seperti ini.", ngeyel Jaejoong menggigit hidung Ahnka keras. Ahnka meringis, tapi tak lama tersenyum, ia mengeratkan pelukan tangannya di leher Jaejoong.



"Tidurlah. Selamat malam sayang.", Jaejoong mengecup kening Ahnka saat dengan hati-hati meletakkannya di tempat tidur dan memeluknya dengan erat. Ahnka bergeliat dalam pelukan itu dan menaruh kepalanya di dada bidang Jaejoong. Biarkan seperti ini untuk yang terakhir kali.





.....





Ahnka memejamkan matanya ketika hakim baru saja memutuskan hasil sidang tentang perceraiannya dengan Jaejoong. Semua selesai. Ini sidang perceraian, tidak ada sama sekali tepuk tangan. Yang ada hanyalah rasa sedih baik untuk keluarga dan terlebih kedua belah pihak.



"Mianhae oppa.", ucap Ahnka pelan, ketika Jaejoong mendatangi dan memeluknya. Jaejoong menutup matanya. Bahkan untuk mendengar Ahnka memanggilnya dengan panggilan kesayangannya (bebe) juga ikut berakhir. Kembali seperti dulu. Dua orang tanpa ikatan yang hanya saling mengenal. Dan itu menyakitkan.



"Terimakasih untuk selama ini. Yang harus kau ingat, aku akan selalu mencintaimu.", bisik Jaejoong di telinga Ahnka. Ahnka mengendurkan pelukannya dan tersenyum.



"Jaga diri oppa ya. Jangan terlalu sering tidur larut malam. Tidak baik untuk kesehatanmu. Satu lagi, jangan suka minum soju terlalu banyak. Ne.", pesan Ahnka penuh sayang, terpancar dari mata itu. Jaejoong mengangguk.



"Untukmu.", ucap Jaejoong pelan, secara tidak langsung mengamini permintaan Ahnka. Ahnka mendorong pelan tubuh Jaejoong untuk menjauh darinya.



"Oppa aku pulang dulu ya. Keluargaku sudah menunggu. Sampai bertemu lagi. Annyeong.", pamit Ahnka dan berlalu meninggalkan Jaejoong. Saat itu juga air mata mengalir jatuh namun tetap berusaha mengembang senyuman.



Jaejoong membuang nafasnya, ia melirik pada Sooyoung yang menatap sendu pada mereka. Jaejoong turut berusaha mengembang senyumnya.



"Ayo chagi, aku antar pulang.", Jaejoong mengamit jari-jemari Sooyoung dengan begitu erat. Sooyoung hanya tersenyum sendu sebagai balasan. Haruskah ia senang atau sedih saat ini?





.....





"Aku pulang.", teriak Ahnka pada apapun yang ada di rumah dengan begitu riangnya. Dia kembali ke rumah orangtuanya. Bukankah sekarang dia kembali menjadi wanita muda yang lajang? Berlari memasuki kamarnya yang masih sama seperti satu bulan lalu, saat ia dan Jaejoong menginap terakhir kalinya di rumah ini. Bahkan masih sama seperti lima tahun yang lalu, saat ia belumlah menjadi Ny. Kim. Kamar berwarna ungu muda dengan meja belajar berwarna ungu di pojok ruangan, lemari kayu yang juga di cat ungu, gorden ungu di hiasi manik-manik berwarna senada. Tempat tidur yang masih berada pada posisinya, tepat dibawah jendela. Kamar yang benar-benar bernuansa ungu, karena memang itu adalah warna kesukaannya.



Kedua orangtua dan seorang pria tampan, Choi Siwon yang adalah anak tertua di keluarga Choi hanya dapat saling pandang dengan tatapan yang sulit dimengerti. Mereka memutuskan menyusul masuk ke dalam rumah karena didahului Ahnka. Apa yang harus mereka perbuat? Siapa yang salah? Bukankah Ahnka sendiri yang meminta perceraian ini. Tapi bukankah karena Sooyoung dan Jaejoong juga?



Siwon menghembuskan nafasnya, mengintip di ambang pintu kamar adiknya itu. Ahnka hanya sedang merebahkan dirinya di atas kasur, dengan tangan yang memeluk erat bingkai foto yang di dalamnya terdapat kemesraan Ahnka dan Jaejoong saat masih menjadi sepasang kekasih dulu. Serta kepala yang ditenggelamkan pada bantal besar ungu berbentuk hati. Itu pemberian Jaejoong saat hari jadi mereka yang pertama. Siwon tahu, adiknya saat ini sedang menangis.



"Ahnka.", panggil Siwon yang kini sudah duduk di tempat tidur. Ahnka yang merasa namanya disebut, mendongakkan kepalanya, menghapus segera air matanya dan tersenyum, berusaha menyembunyikan keadaannya.



"Kau baik-baik saja?", tanya Siwon berbasa-basi, padahal sudah sangat jelas, Ahnka yang begitu kacau. Ahnka mengangguk.



"Ne. Gwaenchana.", saut Ahnka pelan. Siwon mengacak rambut Ahnka.



"Jangan sembunyikan perasaanmu.", sindir Siwon. Ahnka terkekeh, ia tahu tak ada yang bisa ia sembunyikan dari kakaknya itu.



"Hanya sedikit tidak mempercayai kalau sekarang aku sudah berpisah dengannya, oppa. Andai waktu itu aku tidak ceroboh. Mungkin oppa sudah diganggu anakku sekarang ini. Pasti tidak akan ada seperti ini oppa.", tangis Ahnka pecah. Siwon merengkuh tubuh yang tengah rapuh itu.



"Tapi memang sudah takdirku seperti ini.", pelan Ahnka. "Oppa, kalau oppa mencintai dua wanita sama besar, tapi yang satu tidak sempurna sepertiku dan yang satunya lagi sempurna seperti Sooyoung onnie. Oppa akan pilih yang mana?", tanya Ahnka yang mulai meracau. Siwon tidak bisa menjawab ini. Kenapa harus ditanyakan.



"Aku memilih keduanya.", jawab Siwon. Ahnka terkekeh kecil, sudah tahu akan seperti ini respon yang akan ia dapat.



"Itu juga yang tadinya akan dilakukan Jae oppa.", ucap Ahnka terdengar pilu. "Tapi oppa akan ada saat kalian harus memilih satu dari dua, mungkin tidak sekarang, tapi suatu saat nanti. Jika seperti itu, oppa akan pilih yang mana?", tanya Ahnka lagi, sekarang sedikit mendesak. Siwon mengutuk dirinya. Tidak dapat ia sangkal, ia akan lebih memilih wanita yang akan memberinya keturunan. Ahnka mengendurkan pelukannya dan tersenyum pada Siwon yang hanya diam.



"Tidak usah dijawab oppa. Aku sudah tahu. Memang sulit untuk seorang pria memilih wanita yang tidak bisa memberinya keturunan bukan? Jadi lebih baik aku mundur sekarang.", bicara Ahnka yang tampak biasa saja dalam nadanya. Padahal itu menyakitkan.



"Keputusanku benarkan oppa?", tanya Ahnka untuk kesekian kalinya. Siwon mengacak rambut Ahnka dan tersenyum.



"Dongsaengku hebat. Oppa menyayangimu.", Siwon memeluk Ahnka lebih erat lagi dan tanpa terasa air matanya jatuh. Kenapa adiknya terlalu ingin terlihat tangguh.



"Hanya sedikit kecewa kenapa harus Sooyoung onnie pada awalnya. Tapi sekarang aku bisa lega melepas Jae oppa pada wanita yang sangat aku percaya bisa lebih baik daripada aku. Semua adikmu hebat bukan oppa?", ujar Ahnka sambil tersenyum, dapat dirasakan olehnya anggukan Siwon di pundaknya.



"Kalian berempat (Sooyoung+Ahnka+Minho+Minhwan) adalah adik yang terhebat dan aku menyayangi kalian semua.", saut Siwon dengan nada yang begitu bangga. Ahnka tersenyum. Inilah keluarga Choi. Sebuah keluarga harus saling menyayangi satu sama lain bukan? Sudah pasti iya.





.....





-Three Months Later-





Ahnka tersenyum menatap kakaknya dari pantulan cermin, begitu cantik. Memang sangat pantas untuk mantan suaminya.



"Onnie. Cantik sekali.", riang Ahnka yang tak henti-hentinya memuji Sooyoung. Sooyoung merona merah pada wajahnya.



"Benarkah?", malu Sooyoung. Ahnka mengangguk dan mengacungkan kedua ibu jarinya.



"Neomu yeoppo.", goda Ahnka, menyenggol pundak kakaknya. Sooyoung tersipu malu.



"Kau juga cantik dengan gaun ungumu itu.", puji balik Sooyung. Ahnka tersenyum lebar.



"Aku memang selalu cantik.", narsis Ahnka. Ini terkena virus Jaejoong yang terlalu sering narsis di hadapannya. Sooyoung terkekeh geli. Ia melihat lagi bayangannya pada cermin. Benarkah ia sangat cantik dengan gaun berwarna putih ini?



"Kalian sudah siap belum? Sooyoung harus memasuki altar sepuluh menit lagi.", tanya Mrs. Choi pada kedua anak perempuannya. Ahnka menggangguk.



"Sudah umma. Tenang saja.", saut Ahnka cepat. Mrs. Choi tersenyum.



"Umma tunggu di dalam.", pesan Mrs. Choi yang terlihat gugup. Padahal ini bukan yang pertama kali untuknya melepas anaknya untuk menikah. Saat itu pernah ada pernikahan, tapi dengan Ahnka sebagai calon pengantin perempuan.



"Ayo onnie.", Ahnka memberikan tangannya dan Sooyoung menyambutnya.



"Onnie, bolehkah aku membuat permintaan?", tanya Ahnka sebelum mereka keluar dari ruang menunggu mempelai wanita, Sooyoung menoleh dan tersenyum.



"Tentu saja.", jawab Sooyoung dengan mantap. Ahnka tersenyum.



"Tolong jaga oppaku dengan baik. Marahi saja dia kalau dia meminum soju terlalu banyak. Lalu onnie jangan lupa membangunkannya, terkadang ia suka bangun terlalu siang. Jangan lupa buatkan ginseng seduh untuknya saat sarapan. Bisakan onnie?", pinta Ahnka. Hanya itu saja. Sooyoung menatap adiknya lekat-lekat. Besar sekali cinta adiknya pada Jaejoong.



"Aku pastikan. Gomawoyo.", Sooyoung memeluk Ahnka. Ada banyak arti dari ucapan terimakasih itu.





.....





Pintu gereja terbuka, hari ini akan ada penyatuan cinta sepasang anak manusia dalam ikatan pernikahan. Sooyoung dan Ahnka memasuki gereja, berjalan dengan anggun di atas karpet merah menuju altar. Sepertinya ini sudah pernah terjadi dulu. Benar saat itu, pernikahan berlangsung, dimana Ahnka yang menjadi mempelai wanita begitu gugup untuk melangkahkan kakinya, namun ada Sooyoung di sampingnya sebagai pengiring dan itu benar-benar membantu sampai ia dapat berdiri tegak di samping sang mempelai pria. Pria tampan bernama Kim Jaejoong. Senyum terus terukir dari bibir tebal berlapis lipstick pink itu. Hari yang semua orang tunggu akhirnya tiba. Tapi mengapa sekarang terasa berbeda? Wanita itu tidak lagi berdiri tegak di samping mempelai pria, ia hanya mengiring mempelai wanita sampai pada tempatnya berdiri tegak dulu. Mereka saat ini bertukar tempat dari mempelai wanita menjadi pengiring dan dari pengiring menjadi mempelai wanita. Tapi ada yang tidak berubah, yaitu sang mempelai pria. Pria yang sama bernama Kim Jaejoong.



Ahnka duduk di samping Siwon, setelah tugasnya sebagai pengiring sudah selesai. Menyaksikan sepasang pengantin itu mengikrar janji.



"Aku bersedia.", ucap Jaejoong saat ditanya kesediaannya oleh pendeta.



Tes.

Sebulir air mata jatuh dari mata Ahnka. Entah air mata kebahagiaan atau kesedihan. Yang jelas ada tangan besar yang menggenggam tangannya sebagai kekuatan. Ia menoleh dan tersenyum pada sang pemilik tangan.



"Gomawo oppa.", ucapnya pada sang kakak. Siwon hanya tersenyum untuk membalasnya.





.....





Semua sibuk di hadapkan dengan para tamu undangan yang tak henti-hentinya datang dalam resepsi pernikahan Jaejoong dan Sooyoung yang dirayakan pada malam hari setelah pengikraran janji tadi sore.



Ahnka menerjang memeluk kakaknya yang cantik dengan balutan gaun berwarna biru muda tanpa lengan itu. "Chukkae onnie. Aku kan belum sempat memberimu selamat. Hehe.", ucap Ahnka riang sambil menggerak-gerakkan tubuh Sooyoung dalam pelukannya.



"Ah ne. Gomawo chagi.", saut Sooyoung senang. Ahnka tersenyum dan melepas pelukannya. Ia melirik pada pria di samping Sooyoung. Bolehkah ia memeluknya? Tapi akhirnya ia memeluk seperti tidak ada apa-apa antara mereka. Hanya sekedar memeluk sang kakak ipar.



"Chukkae oppa. Semoga kalian bahagia.", ucap Ahnka berusaha seriang mungkin. Jaejoong mengeratkan pelukan itu.



"Gomawo Ahnka.", balas Jaejoong dengan datar. Ahnka terkekeh pilu. Ahnka? Oppa? Tidak ada lagi bubu dan bebe. Ia merindukan itu. Kenapa ada air mata lagi? Segera ia menghapus air matanya dan melepas pelukannya.



"Onnie, oppa bolehkah aku meminta sesuatu?", tanya Ahnka dengan manja, terlihat dari bibir yang dimajukan dan mata yang berbinar-binar. Jaejoong dan Sooyoung saling pandang dan mengangguk bersamaan.



"Bolehkah aku meminta keponakan secepatnya?", goda Ahnka menaik-turunkan alisnya. Sooyoung merona merah pada wajahnya, berbeda dengan Jaejoong. Ia malah menatap sendu Ahnka. Permintaan bodoh dari wanita bodoh yang mencoba mengelabui perasaannya dari pria yang sudah delapan tahun*pacaran+nikah* mengenal setiap inci tentangnya.



"Untukmu akan dikabulkan.", ujar Jaejoong dengan nada yang bergurau. Ahnka terlonjak riang.



"Asik. Benar ya.", kecam Ahnka menunjuk keduanya dengan galak. Jaejoong mengangguk.



"Iya. Tidak percaya sekali pada KAKAK IPARMU ini.", gurau Jaejoong dengan penekanan pada beberapa katanya. Ahnka tersenyum palsu. Benar! Sekarang, hanya kakak ipar.



"Aku keluar dulu ya. Dah.", Ahnka langsung berlari tanpa mau mendengar kata-kata dulu dari keduanya. Ia tidak tahan. Lebih baik berada di luar gedung, sendirian dengan hanya langit malam yang menemaninya. Mungkin disini klimaksnya. Rasa lelah sudah menyergapnya untuk berpura-pura lagi. Jadi biarkan ia menangis sendirian. Tak lama, hanya untuk membuat lega perasaannya. Dan iapun memejamkan mata lalu tersenyum.



Bruukk.

Seorang pria menabraknya, karena sepertinya sedang terburu-buru.



"Ah maaf.", ucap pria itu yang menyesal. Ahnka membuka matanya dan tersenyum.



"Gwaenchana.", saut Ahnka singkat. Pria tadi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.



"Apakah pestanya masih berlangsung? Sepertinya aku terlambat terlalu banyak.", tanya pria itu terlihat panik. Ahnka tersenyum.



"Masih.", jawabnya singkat. Pria itu menundukan kepalanya sedikit.



"Gomapsumnida nona .....", ucapannya terpotong, ada yang tidak ia ketahui, sebuah nama.



"Choi Ahnka.", beritahu Ahnka yang mengerti kebingungan pria itu. Pria itu tersenyum.



"Ah Kim Heechul imnida. Mannaseo bangapseumnida. Aku masuk dulu ya. Annyeong.", pamit pria itu dengan sopan. Ahnka hanya tersenyum dan mengangkat bahunya. Kembali menatap langit. Memperhatikan bintang yang perlahan menjauh dari bintang yang satu dan bergerak menghampiri bintang lain yang lebih terang. Membuang nafas dan memejamkan matanya kembali.



"Semoga kalian berbahagia.", gumamnya pelan seakan berbisik pada angin malam yang begitu menusuk kulit.



Akankah ada TAKDIR lain untuknya?



Pria tadi, Kim Heechul sejenak menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke belakang, memperhatikan wanita yang tadi ia tabrak. Tersenyum kecil. Dan kembali melanjutkan langkahnya ke dalam gedung resepsi. Entah mengapa, hatinya terasa sejuk.







The End

1 comment: