Sunday, March 13, 2011

Fan Fiction.. Story.. Part 6.. YAOI

Title: Story

Author: Anka 'bubu'

Lenght; 6 of ?

Cast:

- Kim Jaejoong (Female)

- Jung Yunho

- Kim Heechul (Female)

- Hangeng

- Kim Junsu (Female)

- Park Yoochun

- Cho Kyuhyun (Female)

- Shim Changmin

- Kim Ki Bum (Female)

- Lee Jin ki

- Lee Taemin (Female)

- Choi Minho



cekidot.

.................................................................



Siwon menatap tajam Jaejoong dengan bola mata hitamnya. Entah ada apa dengan dirinya. Rasa amarahnya bergejolak sejak saat itu. Sejak dimana Yunho dan Jaejoong duduk berdua. Dimana Jaejoong yang meneteskan air mata.

"Bisakah hapus Yunho dari hatimu? Hanya ada aku sekarang.", pinta Siwon penuh emosi. Jaejoong mengerutkan keningnya.

"Selalu ada kau. Tidak ada siapapun lagi.", sangkal Jaejoong. Siwon menatap mata Jaejoong mencari kebenaran.

"Hahaha. Apakah benar? Aku tidak yakin.", tekan Siwon seakan meremehkan.

"Hentikan. Aku tidak suka kau tidak mempercayaiku.", ucap Jaejoong menaikan alisnya. Siwon mengulum nafasnya, ia membuat Jaejoong tersulut emosinya.

"Mianhae jagiya.", sesal Siwon menyentuh wajah Jaejoong. Jaejoong mengelak.

"Lupakan. Aku mau pulang.", pinta Jaejoong kesal. Siwon tampak tidak terima.

"Kau bilang mau jalan-jalan dulu.", heran Siwon. Jaejoong menggelengkan kepalanya.

"Aku mau pulang sekarang.", keras Jaejoong memandang keluar jendela.

"Tapi. Jagiya.", bantah Siwon. Dia hanya ingin bersama Jaejoong, tidak salah bukan?

"Yunho tidak pernah memaksaku.", ucap Jaejoong tepat menusuk perasaan Siwon. Siwon mencengkram setir kemudinya, menahan rasa cemburunya.

"Baiklah.", sautnya penuh perasaan kesal dan terpaksa.

Jaejoong terus menatap keluar jendela di sampingnya. Ia mengingat seorang Jung Yunho. Semua tutur lembut Yunho. Apakah benar Yunho tidak bisa mengertinya? Membuatnya begitu bosan? Apakah benar ia tidak mencintai pria itu? Tidak pernah sedetikpun? Lalu mengapa ia seperti ini? Kenapa hanya Yunho yang ada dalam pikirannya? Bagaimana cara Yunho mengatakan cinta padanya setiap hari.


-Flashback-

Yunho mengais poni-poni Jaejoong yang jatuh di kening gadis cantik itu. Wajahnya tampak sekali menggambarkan rasa lelah. Tentu saja mereka menghabiskan waktu seharian ini bersama.

"Kau lelah sekali ya?", tanya Yunho sesaat Jaejoong terbangun dari tidurnya. Jaejoong tersenyum kecil, melihat wajah Yunho tepat di hadapannya. Ia bergerak maju dan mengecup bibir tebal itu. Yunho tersenyum, ia kecup lagi bibir yang terlepas itu. Jaejoong terkekeh kecil. Ia geli akan tingkah Yunho seperti anak kecil yang tidak ingin kehilangan rasa manis permen di hadapannya.

"Apakah sudah sampai daritadi?", tanya Jaejoong untuk menghentikan ulah Yunho. Yunho terkekeh kecil, sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Sejak satu jam yang lalu.", jawab Yunho dengan senyumnya. Jaejoong memajukan bibirnya.

"Kenapa tidak membangunkanku?", heran Jaejoong, ia memiringkan kepalanya.

"Sengaja. Karena aku ingin melihat wajah cantik gadisku yang tertidur.", goda Yunho dengan wajah liciknya. Jaejoong menjulurkan lidahnya.

"Kau ini genit. Week.", ledek Jaejoong. Yunho mengangkat bahunya tidak peduli.

"Sudah ah aku mau masuk.", Jaejoong beranjak membuka pintu mobil.

"Tidak mau aku antar sampai pintu?", tawar Yunho. Jaejoong menggelengkan kepalanya, lalu turun dari mobil. Yunho membuka kaca jendelanya.

"Tidak perlu bunny. Sudah sana pulang. Ini sudah malam.", gurau Jaejoong, menunjuk-nunjuk jam tangannya. Yunho menggelengkan kepalanya.

"Aniyo. Kau masuk dulu. Biar aku tenang.", kata Yunho tegas. Jaejoong tersipu malu akan perhatian itu. Wajahnya merah. Perhatian yang sangat manis.

"Yasudah. Dah bunny.", Jaejoong tersenyum, kemudian berbalik berjalan menuju rumahnya. Tapi.

"Honey, ada yang kurang.", teriak Yunho menghentikan langkah Jaejoong. Jaejoong mengerutkan keningnya bingung dan kemudian memutar badannya.

"Apa?", herannya.

"Aku mencintaimu. Selamat malam honey.", lembut Yunho dengan kedipan mata. Jaejoong tersenyum lebar. Kata-kata manis yang ia dengar setiap malam dari mulut Yunho.

"Kau menggombal terus. Week.", ledek Jaejoong yang langsung berlari masuk ke dalam rumah. "Dah bunny.", kata terakhir sebelum Jaejoong menutup pintu.

"Aish, gadis itu.", kesal Yunho sambil tersenyum dan menjalankan mobilnya. Bahagia mempunyai seorang Jaejoong dalam hidupnya.


-End of Flashback-


"Yunho.", gumamnya pelan dengan jari telunjuk yang seperti orang sedang menulis di kaca jendela. Ia merindukan Yunho. Dia sadar kalau ia benar-benar merindukan Yunho. Menyesal, kini yang ia rasakan.

Menyesal, disaat Siwon yang mulai enggan melepaskannya. Menyesal, disaat Yunho sudah bersama orang lain. Dan dia terus terbiasa untuk menjaga gengsinya. Imej seorang Kim Jaejoong, yang tidak pernah menyesal akan keputusannya. Lalu harus bagaimana? Pikirannya penuh dengan ini.


.....


"Umma. Aku mau menikah.", kata Changmin di sela makan malam mereka. Hanya berdua. Seorang ibu dan anak laki-lakinya. Sang ayah yang sudah tiada, membuat sang ibu bertindak sebagai seorang ayah. Memegang penuh kekuasaan atas perusahaan dan setiap penghuni rumah. Bukan seorang wanita paruh baya yang kejam. Bahkan ia adalah seorang ibu yang penyayang, pemimpin yang bijaksana, bahkan majikan yang begitu baik. Hanya saja untuk urusan cinta sang anak. Ia hanya ingin yang terbaik. Ia hanya ingin anaknya mempunyai pendamping yang sederajat dengan keluarga mereka. Bukan anak seorang pelayan, seperti Kyuhyun. Walau memang tidak dipungkiri, ia juga menyayangi Kyuhyun. Gadis baik hati yang penuh dengan tutur lembut.

"Memangnya tidak terlalu muda? Kau kan masih kuliah nak.", tanya Mrs. Shim untuk menyakini niat anaknya. Changmin menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum pada sang ibu.

"Aniyo umma. Aku rasa umurku sudah cukup untuk menjadi seorang suami. Dua puluh satu tahun, bukankah sudah dapat memberi umma seorang cucu bahkan lebih.", gurau Changmin dengan senyum lebarnya. Mrs. Shim tertawa geli mendengarnya. Anaknya ini benar-benar gila dengan paparan alasannya.

"Anak jaman sekarang. Pikirannya selalu macam-macam.", geli sang ibu. Ia memicing mata pada anaknya. Changmin hanya menggaruk tengkuknya.

"Jadi bolehkah aku menikah?", tanya Changmin lagi, matanya ia buka lebar. Mrs. Shim menyuapkan lagi sesendok makanan ke dalam mulutnya.

"Boleh saja, umma terserahmu.", jawab Mrs. Shim setelah berhasil menelan makanannya. "Memangnya siapa gadis itu?", tanyanya selanjutnya. Changmin meletakan sendoknya di atas piring dengan rapih. Menghembuskan nafas.

"Gadis yang memasak makanan ini semua, Cho Kyuhyun umma. Ia yang ingin aku nikahi.", mantap Changmin dengan tersenyum menatap langsung bola mata sang ibu.

"Umma kira ini gurauan. Lanjutkan saja makanmu nak. Bukankah kita jarang dapat makan malam bersama.", ucap sang ibu, yang kembali menyantap makanannya dengan wajah yang datar, menganggap kalau kata-kata Changmin hanyalah sebuah angin lalu. Changmin meneguk minumnya dan kembali menyantap makanannya. Hening. Sampai sebuah ide konyol lewat di otaknya.

"Umma, apakah aku dan Kyuhyun harus memberimu cucu dulu. Baru umma akan menyetujuinya?", tanya Changmin setengah bergurau, namun ia serius dengan kata-katanya.

"Bodoh. Bukankah itu malah akan membuat kesan buruk di mata umma.", balas Mrs. Shim dengan gurauan. Changmin terkekeh. Ada benarnya juga.

"Umma benar juga. Baiklah. Aku akan menikah, sampai umma merestui kami.", saut Changmin mengangkat bahunya. Mrs. Shim hanya tersenyum kecil dan kembali menyantap makanannya. Jika seperti ini, sangat terlihat ibu dan anak ini sangatlah dekat. Keduanya mudah bersenda gurau sesuai keinginan keduanya. Sampai membuat tidak terlihatnya sebuah ketegangan di antara mereka untuk satu masalah yaitu PERCINTAAN.


.....

Pagi ini nampak begitu cerah, tapi sepertinya tidak secerah perasaan Junsu saat ini. Tidurnya yang hanya tiga jam, karena tidak nyenyak, harus diganggu oleh suara ketukan pada pintu kamarnya. Berjalan malas menuju pintu. Namun wajah itu, langsung berubah dengan ekspresi keterkejutan yang luar biasa, saat baru saja membuka pintu kamarnya.

"Su.", lirih seseorang itu. Junsu langsung saja menutup pintunya lagi dengan keras. Ia tidak pernah mengharapkan wajah itu akan kembali ia lihat.

"Su. Aku hanya ingin minta maaf.", teriak Yoochun, seseorang yang mengetuk pintu kamar Junsu tiada henti. Dia sengaja datang ke rumah gadis yang ia sakiti itu. Ia pikir, hanya di rumah Junsu, ia bisa berbicara berdua tanpa teman-teman Junsu yang terus menghalangi tentunya.

"Aniya. Pergi. Aku benci padamu.", usir Junsu, air matanya mengalir deras, itu turun begitu saja. Memang ia sudah bisa sedikit lepas dari traumanya. Tapi bukan berarti, ia bisa dengan santai saja saat melihat wajah Yoochun tepat berada di hadapannya. Masih terlalu menakutkan untuknya dalam situasi seperti ini. Serasa Yoochun ingin menyerangnya seperti dulu.

"Su. Biarkan aku bicara dulu Su.", pinta Yoochun sungguh-sungguh. Dari hatinya, sepertinya ia sudah benar-benar menyadari semuanya. Betapa keterlaluannya dia pada Junsu malam itu.

"Ani. Pergi. Sebelum aku panggil polisi.", ancam Junsu. Yoochun menggeleng. Ia tetap mengetuk pintu junsu.

"Su. Maafkan aku. Hei. Aku tidak tau, kalau dampaknya seperti ini. Su, aku keterlaluan bukan? Su aku sadar itu. Kau boleh memukulku. Hei. Tapi jangan terus menangis. Aku mohon. Maafkan aku Su.", bicara Yoochun dari balik pintu. Junsu semakin terisak. Tidak tau apa yang akan harus ia lakukan pada pria itu. Ia menangis, bahkan semakin lama tubuhnya terduduk di lantai. Pikirannya tertuju lagi pada malam itu.

"Kau tahu? Chunnieku adalah namja yang sangat baik. Dia selalu tersenyum padaku. Bahkan dia selalu tertawa saat aku sedang bercerita padanya. Ia selalu bersikap manis dan terlihat begitu menyayangiku, seperti aku yang menyayanginya. Saat itu, aku kira aku benar-benar akan dipertemukan dengan orangtuanya. Kau tahu? Malam itu, aku begitu bahagia. Tapi kenapa malah seperti itu. Dia berbohong padaku. Dia menyakitiku. Aku sudah memintanya untuk melepaskanku. Tapi kenapa dia malah memaksaku. Itu bukan Chunnieku. Aku tidak mengenalnya. Dia sangat menakutkan. Aku takut. Aku takut.", cerita Junsu terdengar begitu miris. Air matanya semakin mengalir deras ditambah tekanan batinnya. Yoochun yang mendengarnya benar-benar menyesal, ia dapat merasakan sakitnya Junsu, bahkan seperti terasa lebih sakit dari yang Junsu rasakan. Tak terasa air mata Yoochun turut jatuh.

"Su aku tahu aku benar-benar jahat jahat. Tapi aku mohon maafkan aku. Aku tidak bisa membela diriku, karena saat itu aku memang sengaja. Tapi Su. Sekarang aku benar-benar menyesal. Tolong maafkan aku.", pinta Yoochun, ia seperti berbicara hanya pada pintu. Tapi ia begitu berharap Junsu akan mendengarnya.Ia tahu, ia sangat salah. Tapi.

"Pergi Chunnie. Aku membencimu. Aku mohon.", lirih Junsu setengah berteriak. Suaranya teramat memohon. Ia lelah. Jadi tolong mengerti. Jangan ganggu kehidupannya lagi. Yoochun menunduk, ia menyentuh pintu itu, membayangkan seakan itu Junsu. Menutup mata, menyerap kebencian dan rasa lelah Junsu.

"Aku pulang Su.", ucap Yoochun lirih, yang kemudian pergi dari tempatnya berdiri. Rasanya seperti kehidupannya berakhir, disaat Junsu berulang kali mengatakan bahwa gadis itu membencinya.

Junsu langsung berlari ke tempat tidur, menenggelamkan wajahnya di bantal dolphin pinknya, saat mendengar kata terakhir Yoochun. Tangisnya pecah. Kenapa mengatakan kalimat itu(benci) begitu menyakitkan? Apakah rasa benci itu sudah sebanding untuk membayar rasa sakitnya? Apa malah semakin menambah rasa sakit itu?


....


Jaejoong menangis di hadapan Kyuhyun. Wajahnya sembab, tentu saja dua jam lebih ia tidak henti-hentinya menangis. Bercerita pada Kyuhyun tentang perasaannya untuk Yunho. Hanya pada Kyuhyun, karena ia tau benar, seorang Kyuhyun tidak akan menceritakan pada siapapun tentang keadaannya. Termasuk Heechul, ia malu jika mengakui penyesalannya di hadapan Heechul. Karena dulu dia begitu percaya diri. Sedangkan untuk cerita pada Kibum yang notabene orang yang dekat dengan Yunho, ia kira juga akan membuatnya malu. Pada Taemin, sementara Taemin selalu bercerita pada mereka, ia ragu. Pada Junsu? Ia rasa tidak mungkin untuk saat ini.

"Onnie kau seperti anak kecil. Sudah jangan menangis lagi. Lihat wajahmu sudah sangat jelek. Kau tau.", gurau Kyuhyun sambil membelai lembut rambut Jaejoong agar tidak menangis terus.

"Tapi. Hikz. Aku harus bagaimana?", pasrah Jaejoong. Kyuhyun tersenyum kecil. Ia angkat dagu Jaejoong untuk menatapnya.

"Minta maaf pada Yunho oppa. Katakan padanya, kalau onnie sangat mencintainya. Pokoknya semua yang ada di hati onnie, onnie keluarkan.", saran Kyuhyun mengedipkan sebelah matanya. Jaejoong membuat pikirannya, jika ia melakukan itu. Ia menggeleng.

"Tapi kalau aku ditertawakan bagaimana? Lalu dia menolak penyesalanku bagaimana?", takut Jaejoong seperti anak kecil. Kyuhyun tersenyum lembut.

"Itu resikomu onnie. Karena kau yang salah di sini.", sindir Kyuhyun yang tidak mau menutupi tindakan Jaejoong yang memang salah. Jaejoong menundukan kepalanya.

"Aku memang bodoh. Hikz. Padahal Yunho begitu baik padaku.", sesal Jaejoong menghapus air matanya. Kyuhyun kembali membelai rambut Jaejoong.

"Kalau tidak seperti ini. Onnie tidak pernah tau seberapa besar arti Yunho oppa untuk onnie. Iya kan?", hibur Kyuhyun yang tersenyum pada Jaejoong. Jaejoong terisak, menahan tangisnya.

"Sangat besar. Aku mencintai Yunho. Hikz.", lirihnya. Kyuhyun memeluk Jaejoong erat-erat.

"Katakan padanya. Jangan padaku.", bisik Kyuhyun tepat di telinga Jaejoong.

"Tapi dia sudah punya kekasih Kyu. Aku harus bagaimana?", galau Jaejoong yang tangisnya kembali pecah. Kyuhyun menutup rapat mulutnya. Harus bagaimana sekarang? Tidak mungkin menyarankan Jaejoong untuk menghancurkan hubungan orang lain.

"Katakan saja. Hanya untuk Yunho oppa tau perasaan onnie yang sebenarnya. Tapi jangan menghancurkan hubungan mereka. Onnie tidak boleh egois lagi.", nasihat Kyuhyun. Jaejoong mengulum bibirnya sendiri.

"Jadi benar-benar berakhir Kyu?", lirih Jaejoong menatap mata Kyuhyun. Mencari jawaban tidak. Kyuhyun melihat betapa dalamnya kesedihan di mata Jaejoong. Tapi dengan terpaksa dia harus mengangguk. Ia juga mengingat ada orang lain di pihak Jaejoong.

"Onnie juga harus memikirkan perasaan Siwon oppa.", kata Kyuhyun pelan. Jaejoong tersenyum kecil mendengarnya. Senyum pilu.

"Kau benar. Aku memiliki Siwon.", gumamnya. Ia baru menyadari betapa bodohnya dia sekarang ini. Ia yang memulai dan pada akhirnya dia juga yang menyesal sendirinya. Kyuhyun memeluk erat kembali kakaknya. Si egois ini, kini sedang rapuh.


.....


Cup.
Changmin mengecup pipi Kyuhyun, saat baru saja Kyuhyun membuka pintu kamarnya. Sedaritadi pria ini dengan setia menunggu di depan pintu. Hanya untuk memberikan perlakuan ini.

"Pagi baby Kyuku.", sapa Changmin dengan senyum lebarnya. Kyuhyun yang terkejut pada awalnya, akhirnya memajukan bibirnya.

"Tau tidak kalau aku terkejut.", marah Kyuhyun. Wajahnya ia tekuk, sedangkan matanya ia picingkan sangat tajam. Changmin terkekeh kecil.

"Tidak. Hehe. Aku kan hanya menyapa calon istriku. Memangnya tidak boleh?", gurau Changmin tersenyum lebar, sepertinya lebih tepat disebut mengeyel. Kyuhyun menepuk kening Changmin, karena pria itu sembarangan berbicara.

"Aish, sekarang sudah berani menganiayaku.", dumel Changmin menyentuh keningnya. Kyuhyun tertawa keras.

"Seperti anak kecil saja. Berani sekali mengaku-ngaku aku calon istrimu.", sindir Kyuhyun terkesan tidak suka. Changmin memajukan bibirnya dan mendekatkan wajahnya pada Kyuhyun.

"Memang benar. Aku sudah bilang pada umma, aku akan menikahimu.", bicara Changmin datar. Kyuhyun membelalakan matanya. Apa yang pria itu katakan?

"Mwo? Yaa, kau bergurau Minnie.", tidak percaya Kyuhyun. Changmin menggeleng.

"Aku serius. Aku bilang pada umma, aku akan memberikannya cucu darimu. Sampai ia merestui kita, aku akan langsung menikahimu.", jelas Changmin menganggukan kepalanya berulang kali. Kyuhyun memukul lengan Changmin kali ini dengan sangat keras.

"Kenapa kau seenaknya saja. Kau belum bicarakan itu padaku.", kesal Kyuhyun. Kenapa pria di hadapannya selalu saja bersikap seenaknya, tanpa berdiskusi dulu dengannya.

"Kau marah. Aku kira kau akan setuju. Bukankah memang pada akhirnya kita akan menikah?", heran Changmin akan reaksi Kyuhyun. Kyuhyun menghembuskan nafasnya.

"Ne, aku tau. Tapi..", Kyuhyun tidak tau apalagi yang ingin ia katakan sekarang. Changmin mensejajarkan dirinya kembali dengan wajah Kyuhyun. Menatap lekat-lekat mata gadis itu.

"Apa karena kau memang tidak ingin menikah denganku?", lirih Changmin. Kyuhyun menggeleng, bukan seperti itu maksudnya.

"Ani. Tapi, aku hanya ingin kau selalu berdiskusi denganku apa yang akan kau lakukan. Bukankah ini untuk kita, jadi aku harus lebih dulu tau sebelum orang lain yang tau.", jelas Kyuhyun, ia tidak ingin Changmin salah paham. Changmin tersenyum mendengar perkataan Kyuhyun. Ia bilang kita. Artinya dia dan Kyuhyun. Manis sekali.

"Ne, chagiya. Jangan marah lagi. Oke.", rayu Changmin mengedipkan sebelah matanya. Kyuhyun terkekeh. Ia menyentuh wajah Changmin.

"Sudah ah, aku mau pergi ke kampus.", ucap Kyuhyun mendorong kening Changmin dengan telunjuknya.

"Kau sudah menghambat waktuku pagi ini. Bisa-bisa aku telat.", sindir Kyuhyun melihat jam tangannya. Changmin terkekeh.

"Apa kau butuh tumpangan?", tanya Changmin. Kyuhyun tersenyum. Ia seperti mendapat pencerahan. Dengan cepat ia menganggukan kepalanya.

"Kalau begitu aku panggilkan taksi dulu.", ucap Changmin bergurau dan berhasil membuat Kyuhyun mencuatkan bibirnya. Ia kira Changmin akan mengantarnya ke kampus, ternyata malah menyuruhnya naik taksi. Menyebalkan.

"Tidak perlu. Aku naik bis saja.", ketus Kyuhyun sambil berjalan meninggalkan Changmin. Changmin terkekeh lagi, ia berjalan mengikuti Kyuhyun. Tapi terhenti saat melihat foto ayahnya diatas piano.

"Appa, menantumu itu cepat sekali marah.", guraunya kecil, tersenyum. Lalu langsung mengejar Kyuhyun dan mensejajarkan langkahnya.

"Ah sepertinya sudah terlalu siang untuk menunggu bis. Ada yang butuh aku antar.", sindir Changmin menyenggol bahu Kyuhyun. Kyuhyun mendengus.

"Berisik.", galak Kyuhyun. Changmin tertawa puas, berhasil mengerjai Kyuhyun. Ia menarik tangan Kyuhyun untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Sebagai calon suami yang baik, aku harus mengantar calon istriku yang sudah akan terlambat.", ucap Changmin sebelum melajukan mobilnya. Sementara Kyuhyun hanya menahan tawanya, ia tidak ingin Changmin tau kalau ia merasa lucu dan senang akan tingkah Changmin, nanti malah membuat pria itu besar kepala.


.....

Junsu memandang semua mata yang ada di hadapannya, satu-persatu. Berbeda saat mata-mata itu menatapnya. Ada kesedihan di sana. Junsu mengambil nafasnya. Ia kira, ia benar untuk melakukan ini sekarang. Malam-malamnya terlalu sering ia lakukan hanya untuk melamun dan merenung. Ia terlalu lama meninggalkan dunianya yang sebenarnya. Meninggalkan keriangan seorang Kim Junsu. Tidak fair, jika ia melihat wajah-wajah di hadapannya turut sedih akan dirinya. Air mata kebahagiaan Heechul saat melihat pertama kalinya senyum kecil itu kembali, membuatnya sadar, kalau mereka merindukan dirinya yang dulu. Dan itu, membuatnya untuk memutuskan harus kembali walau terasa berat. Masih terasa sangat berat.

Junsu tersenyum, ia menampilkan senyumnya yang dulu. "Hei. Aku sudah kembali.", kata Junsu dengan mata sipit yang berbinar-binar. Heechul yang mengerti, hanya tersenyum bangga pada adiknya itu. Bukankah si riang ini terlihat begitu rapuh pada luarnya, tapi ternyata sebaliknya. Ia begitu kuat, ia mampu melawan ketakutannya. Kibum memukul pipinya berulang kali. Terasa sakit. Ini bukan mimpi di siang hari kan?

"Onnie. Kau tersenyum?", tidak percaya Kibum, Junsu mengangguk dengan senyuman yang masih melekat. Mendapat pemandangan itu, langsung saja Kibum memeluk Junsu dengan erat, ia begitu bahagia. Junsu juga merasa bahagia. Tapi ia malah mencuatkan bibirnya. Junsu selalu bergurau. Karena itu ia akan melakukannya.

"Aku tidak bisa nafas Key.", protes Junsu pura-pura marah. Kibum melepaskan pelukannya, tapi ia malah menarik pipi chubby Junsu.

"Uuh sakit tau. Nanti pipiku ini semakin besar. Hehe." , gurau Junsu diakhiri kekehan kecil. Kibum tersenyum lebar. Ia dapatkan kakaknya yang dulu.

"Kau memang benar Junsu onnieku.", kata Kibum berteriak seperti orang bodoh. Junsu mengangguk berulang kali. Ini memang Junsu. Kibum memeluk Junsu lagi untuk kesekian kalinya.


Air mata Jaejoong menetes, melihat pemandangan di hadapannya. Membuatnya begitu bahagia. "Aku rindu padamu Su. Dolphinku yang gendut.", gurau Jaejoong tapi dalam nadanya terdengar sedih. Junsu melepaskan pelukan Kibum. Menggembungkan pipinya dan menghapus air mata Jaejoong dengan ibu jarinya.

"Aku tidak gendut tau. Tapi aku ini seksi.", sangkal Junsu mencoba membalas gurauan Jaejoong. Dari matanya mengalir bulir-bulir air mata yang ternyata tidak dapat ia tahan.

"Tapi menurutku tetap saja gendut.", ngeyel Jaejoong yang berusaha untuk tidak menangis. Junsu menepuk pipi Jaejoong.

"Selalu saja meledekku.", kesal Junsu berpura-pura marah. Jaejoong tersenyum dan akhirnya memeluk Junsu erat.

"Tapi aku sayang padamu.", bisik Jaejoong tepat di telinga Junsu. Junsu melepaskan pelukannya.

"Tumben sekali. Hehe.", sindir Junsu mengalihkan situasi yang mengharukan ini.

"Aish, kau ini.", kesal Jaejoong yang langsung menghapus air matanya. Junsu malah terkekeh geli.

"Jae onnie kan memang sudah berubah. Dia mulai dapat mengakui perasaannya pada orang lain. Tidak gengsi seperti dulu.", sindir Kyuhyun yang memainkan alisnya pada Jaejoong. Gadis ini daritadi hanya diam, tidak berbicara. Karena ia begitu senang, mendapati Junsu hampir kembali seperti dulu. Tapi ia ingin menyimpannya dalam hati. Menyimpan rasa terharunya akan semua ini. Ia ingin Junsu kembali tanpa harus mengingatkannya kalau ia baru saja kembali. Ia ingin seperti tidak terjadi apapun di antara mereka.

"Mwo? Apa maksudmu Kyu?", tidak mengerti Heechul. Kyuhyun hanya terkekeh kecil sambil melirik ke arah Jaejoong. Jaejoong menatap tajam pada Kyuhyun, mengisyaratkan untuk tidak bicara apapun akan maksudnya.

"Iya itu, Jae onnie mengakui perasaannya pada Junsu onnie, kan tumben sekali. Bukankah itu namanya sudah berubah?", jelas Kyuhyun menahan tawanya. Jaejoong tersenyum, lega mendengarnya. Tapi ia kesal pada Kyuhyun, karena sudah membuat jantungnya hampir copot.

"Memangnya aneh ya aku begitu?", kesal Jaejoong yang membuat sandiwara baru agar terlihat menguatkan.

"Iya.", gurau Junsu yang memainkan alisnya naik-turun pada Jaejoong. Jaejoong hanya mengerucutkan bibirnya, kesal.

"Ah kalau begitu. Untuk merayakan Junsu yang kembali dan Jaejoong yang berubah. Nanti malam kita berenam makan malam di restaurant biasa. Aku yang traktir.", kata Heechul senang. Kyuhyun melirik Kibum dan Jaejoong bergantian. Berenam? Berarti dengan Taemin. Taemin masih membenci Heechul. Jadi harus bagaimana?

"Ne onnie.", kata Kibum dengan senyum terpaksa. Junsu bertepuk tangan.

"Setuju. Yeay.", riangnya seperti anak kecil. Tahukah ini masih belum sepenuhnya seorang Kim Junsu? Masih ada yang tertahan dalam keriangannya sebuah kesedihan yang disembunyikan secara paksa.

Seorang pria tersenyum simpul di balik tembok, menatap lima gadis itu, ah bukan. Hanya satu gadis, yaitu Kim Junsu.

"Kau cantik Su. Aku memang bodoh.", gumamnya kecil saat tawa gadis itu terdengar olehnya.


.....


Akhirnya keenam sahabat ini dapat pergi bersama lagi, setelah masalah yang akhir-akhir ini terjadi. Tapi tetap saja yang asing akan sikap Taemin yang tidak cerewet dan manja seperti biasanya. Ini tertangkap oleh bola mata Heechul.

"Hei baby. Are you okay? Kenapa diam saja daritadi.", tanya Heechul yang sedikit cemas. Ditanya seperti itu, Taemin malah memalingkan wajahnya cepat dari Heechul.

"Onnie aku mau pulang.", rengek Taemin pada Jaejoong yang ada di sampingnya. Dan karena memang, Taemin tadi datang bersama Jaejoong. Jaejoong mencubit pipi Taemin.

"Tidak boleh seperti itu. Hei.", tegur Jaejoong lembut. Taemin mengerucutkan bibirnya.

"Onnie.", kesal Taemin. Ia menatap Kibum, meminta pembelaan untuk memarahi Jaejoong. Tapi Kibum malah terkekeh geli. Taemin mendengus keras, ia melipat tangannya di dada dan menghempaskan tubuhnya ke sandaran kursi.

"Min-ah kau kenapa?", heran Heechul akan tingkah Taemin.

"Tidak kenapa-kenapa.", ketus Taemin memalingkan wajahnya.

"Tae. Kau marah pada onnie?", tanya Heechul. Taemin menatap Heechul dan mengangguk keras.

"Aku benci onnie.", ucap Taemin menggebu-gebu. Heechul membelalakan matanya.

"Waeyo? Onnie salah apa Tae?", tidak mengerti Heechul.

"Tidak tau. Pikir saja sendiri.", kesal Taemin. Kyuhyun membekap mulut Taemin.

"Tidak sopan.", tegur Kyuhyun. Taemin menggìgit tangan Kyuhyun.

"Awww.", ringis Kyuhyun yang refleks melepas bekapannya. Taemin menjulurkan lidahnya pada Kyuhyun.

"Wèek.", ledeknya senang. Heechul terlihat sedih.

"Tae, onnie minta maaf. Ne. Jangan benci onnie.", pinta Heechul sungguh-sungguh. Taemin menggelengkan kepalanya.

"Tidak mau. Onnie jahat sama aku.", tolak Taemin angkuh. Heechul yang tidak tau permasalahannya, jadi pusing sendiri.

"Tapi onnie jahat kenapa?", tanya Heechul lagi, kenapa hatinya sakit saat Taemin mengatakan rasa bencinya terhadapnya. Kyuhyun mengelus pundak Heechul.

"Dia marah saat onnie membentaknya di rumah Junsu onnie.", jelas Kyuhyun yang diikuti anggukan Kibum dan Jaejoong. Heechul menggigit bibir bawahnya.

"Onnie tidak perlu khawatir. Taemin hanya kesal.", hibur Kibum melihat Heechul yang diam. Junsu hanya bengong tidak mengerti.

"Tae, saat itu onnie sedang banyak masalah. Jadi tidak sadar membentakmu. Tapi onnie tidak bermaksud seperti itu. Mianhae. Jangan membenci onnie.", sesal Heechul yang matanya sudah memanas. Taemin menatap Jaejoong, Kyuhyun, Kibum, dan Junsu bergantian. Kenapa semua memberikan tatapan yang sama sebuah permohonan untuk memaafkan. Taemin jadi mengerucutkan bibirnya. Dia memandang Heechul yang menundukan kepalanya.

"Tapi jangan membentakku lagi ya.", kata Taemin seperti anak kecil. Heechul menatap Taemin dan menganggukan kepalanya.

"Onnie janji.", saut Heechul. Taemin tersenyum, ia mengulurkan jari kelingkingnya ke hadapan Heechul.

"Baikan onnie.", kata Taemin tersenyum lebar. Heechul langsung menyambar kelingking Taemin.

"Ne. Baikan.", kata Heechul. Taemin bertepuk tangan.

"Asik. Jadi onnie-onnieku sekalian, tidak bisa macam-macam lagi sama aku. Nanti dimarahin Heechul onnie. Hahahahaha.", senang Taemin mengancam keempat kakaknya yang lain. Sedangkan mereka malah mentertawakan sikap Taemin yang ajaib itu. Heechul tersenyum kecil, semua baik-baik saja.

"Tidak takut.", tantang Jaejoong mencubit pipi Taemin keras-keras. Taemin mengerucutkan bibirnya.

"Onnie.", adu Taemin pada Heechul.

"Jae.", tegur Heechul. Sedangkan yang ditegur malah tersenyum lebar tidak bersalah.

"Onnie, ngomong-ngomong bayimu bagaimana?", tanya Kibum. Junsu dan Taemin melebarkan matanya.

"Bayi?", kaget keduanya. Heechul tersenyum.

"Ne ada bayi yang sehat di dalam perutku.", kata Heechul. Junsu dan Taemin tersenyum, mereka segera bangkit dari duduknya dan berlari ke arah Heechul.

"Hei bayiku, ini Junsu umma.", bicara Junsu meletakan telinganya di perut Heechul. Taemin mengerucutkan bibirnya.

"Ani, ini bayinya aku onnie.", tidak mau kalah Taemin yang juga ingin meletakan telinganya di perut Heechul.

"Tapi kan aku duluan.", kukuh Junsu yang memeluk perut Heechul. "Aku punya bayi. Punya bayi.", senang Junsu. Taemin mendengus kesal.

"Onnie, ini bayinya Tae kan? Bukan punya Junsu onnie.", melas Taemin meminta pembelaan.

"Ini bayiku tau.", gurau Heechul.

"Onnie.", kesal Taemin dan Junsu bersamaan. Heechul tertawa keras.

"Ne. Bayi kita.", ralat Heechul. Junsu dan Taeminpun tersenyum.

"Itu baru boleh.", kata mereka bersamaan. Tak ayal semuanya mentertawakan tingkah keduanya yang sekarang ini kembali bertengkar karena berebut ingin meletakan telingat di perut Heechul. Jika seperti ini, mereka terlihat benar-benar seperti keluarga yang bahagia.

.............


Sudah malam, bahkan terlalu larut. Hangeng tidak juga dapat menutup matanya. Karena rasa khawatirnya yang begitu besar. Gadis itu belum juga pulang. Pikiran buruk melintas begitu teratur dalam otaknya. Dan itu terasa menyesakan.

Cekleek.
Suara pintu dibuka terdengar dari luar apartement. Langsung saja Hangeng berlari dan merasa lega mendapati wajah gadis yang sudah ditunggu-tunggunya sejak tadi.

"Tenang saja. Aku tidak ke club.", sela Heechul saat Hangeng baru saja akan membuka mulutnya. Menatap sinis dan berlalu begitu saja. Hangeng menelan ludahnya.

"Kau masih marah padaku?", tanya Hangeng di belakang Heechul. Ia merasa sekali kalau Heechul sangat ketus akhir-akhir ini.

"Tidak. Memangnya aku pernah marah. Seingatku, aku tidak pernah marah pada namja di hadapanku yang selalu khawatir pada bayiku.", sindir Heechul, ia duduk di sofa dengan santainya sambil menonton televisi. Hangeng pergi ke dapur membuat susu untuk Heechul dan mengambil sekaleng cola untuknya. Dan kembali ke ruang keluarga duduk di samping Heechul.

"Ini minum susumu. Agar bayimu sehat.", ucap Hangeng sambil menyodorkan gelas berisi susu coklat pada Heechul. Heechul meraih, dan meneguk susunya sebagian.

"Kenapa kau begitu perhatian pada bayiku?", tanya Heechul yang heran atas tingkah Hangeng.

"Karena dia bayimu. Aku hanya tidak ingin dia kenapa-kenapa.", kata Hangeng dengan senyuman ringan.

"Apakah kalau ini bukan bayiku, kau tetap perhatian seperti ini?", tekan Heechul mengangkat sebelah alisnya. Hangeng menggaruk kepalanya.

"Iya sepertinya.", jawab Hangeng yang sebenarnya juga tak yakin. Heechul tersenyum, entah mengapa ia senang. Ia meletakan gelas yang ia pegang ke atas meja. Lalu berbalik menatap Hangeng dengan jelas.

"Hangeng, kenapa aku tidak pernah melihatmu dengan kaca matamu?", tanya Heechul mengerucutkan bibirnya seperti berpikir. Hangeng memutar bola matanya untuk mencari alasan palsu yang dapat membantunya. Aish, mengapa Heechul seakan membuatnya terpojok sedaritadi.

"Itu, aa. Aaku. sepertinya lebih nyaman tanpa kacamata.", jawab Hangeng sekenanya. Heechul terkekeh geli.

"Yang benar? Bukankah, karena aku bilang kau lebih tampan tanpa kacamata?", goda Heechul. Hangeng membulatkan matanya. Wajahnya memerah, membuatnya salah tingkah.

"Kau habiskan susumu. Kalau dingin bukankah tidak enak.", kata Hangeng mengalihkan topik pembicaraan. Heechul tersenyum geli. Ia mengambil kembali gelas susu itu dan diminumnya sampai habis.

"Apa kau hanya khawatir pada bayiku? Bagaimana denganku?", tanya Heechul sambil menjilat sisa susu di sekitar bibir dengan lidahnya.

"Aku mengkhawatirkan kalian berdua. Jadi aku mohon, kau tidak berbuat yang aneh-aneh.", pinta Hangeng. Heechul mencuatkan bibirnya sambil mengangguk.

"Baiklah. Tapi kenapa kau begitu memperhatikanku? Apakah aku istimewa untukmu?", tanya Heechul dengan senyum senangnya. Hangeng menggaruk belakang kepalanya, lalu bangkit dari duduknya. Dia sudah benar-benar salah tingkah.

"Tidurlah. Sudah malam. Selamat malam.", gugup Hangeng yang langsung masuk ke dalam kamarnya. Heechul terkekeh geli, entah mengapa ia senang menggoda Hangeng. Atau ada alasan lain? Ia menyusul Hangeng ke dalam kamar pria itu.

"Hei, kau belum jawab aku.", desak Heechul yang langsung tidur di samping Hangeng. Hangeng membalikan badannya.

"Kau harus tidur Heechul.", galak Hangeng pada Heechul. Heechul langsung saja masuk ke dalam selimut dan memeluk Hangeng. Hangeng tersentak kaget, ditambah wajahnya yang memerah itu.

"Aku baru mau tidur, kalau kau sudah menjawabnya.", tekan Heechul menahan tawanya, meletakan kepalanya di dada Hangeng.

"Aa.. Kku.. Sosoaal.. Ii.. Ttu.. Emmmm..", terbata Hangeng. Aish, mengapa ia gugup sekali untuk mengatakannya. Akhirnya tawa Heechul pecah, ia jadi geli sendiri.

"Hahaha. Wajahmu merah. Aku bergurau Hangeng.", ucap Heechul dengan senyum jahilnya. "Tidurlah. Selamat malam.", lanjutnya sebelum ia mengecup pipi Hangeng sekilas dan tidur memeluk tubuh Hangeng. Jelas tubuh Hangeng membeku seketika, matanya terbuka lebar merasakan detak jantungnya yang berdegup begitu kencang.

"Se.. La.. Mat.. Ma.. Lam..", jawabnya terbata karena rasa gugupnya yang besar. Entahlah, yang jelas malam ini, Hangeng tidak dapat menutup matanya sampai hari menjelang pagi.


......


Entah mengapa dengan Minho yang akhir-akhir ini selalu ingin marah pada semua tingkah Taemin yang 'bermasalah'. Bahkan dia menyadari itu, sebuah ketidak wajaran, tapi ia juga tidak mengerti. Apa hanya karena alasan manja? Rasanya itu terlalu berlebihan. Tapi memang dia sekarang lebih mudah kesal, jika gadis itu merengek. Ah apa karena kekesalannya? Kemudian dia jadi marah, karena lelah mendengar Taemin merengek. Tapi dulu tidak. Entahlah, Minho sendiri juga tidak mengerti.

"Kau marah padaku Jagi?", tanya Minho yang sedang menusuk-nusuk lengan Taemin dengan telunjuknya. Beberapa menit sebelumnya mereka habiskan hanya untuk berdebat, tidak ada yang mau mengalah sama sekali. Hanya karena Taemin yang berlarian sepanjang koridor sekolah sampai parkiran mobil. Membuat Minho malu, dan menasehati Taemin. Tapi Taemin biasa saja menanggapinya, tidak ada yang salah menurutnya. Dan itu malah membuatnya menjadi berbalik kesal kepada Minho yang cerewet. Taemin terus saja mencuatkan bibirnya, enggan berbicara.

"Ani aku tidak marah.", elak Taemin memicingkan matanya. Minho menggembungkan pipinya.

"Anak kecil jelek, kerjanya marah-marah terus.", sindir Minho tapi dengan nada bergurau. Taemin menatap tajam kepada Minho. Apa yang pria itu katakan tadi? Seenaknya.

"Oppa tuh yang suka marah-marah, jadi oppa yang jelek.", tidak terima Taemin. Minho mendengus keras, tidak akan juga ia mau terima diejek seperti itu.

"Jadi aku jelek? Siapa ya yang dulu selalu mengejar-ngejarku? Padahal sudah aku bilang tidak mau.", sindir Minho dengan nada penuh kepuasan, sambil melirik ke arah Taemin. Memang dulu, Taemin selalu saja mengejar Minho, walaupun Minho selalu bersikap dingin padanya. Tapi bagi Taemin, ia harus dapatkan yang ia mau.

"Ah jadi maksud oppa, oppa terpaksa bersamaku? Begitu?", kesal Taemin. Minho yang kesal, tidak lagi berniat untuk berpikiran jernih.

"Iya aku terpaksa menerima gadis manja sepertimu. Mana ada pria yang mau dengan gadis yang bertingkah seperti anak berumur lima tahun.", ketus Minho terdengar sedikit terlalu tajam. Sepertinya, kini tingkah Minho malah terlihat lebih seperti anak kecil dibandingkan Taemin. Tapi jauh dalam lubuk hati Minho, sebenarnya bukan itu yang ingin ia katakan, tapi ia terlanjur kesal, jadi bagaimana lagi. Taemin mengalirkan air matanya, tapi ia tidak ingin terlihat cengeng sedikitpun di hadapan Minho. Ia menghapus air matanya dengan cepat.

"Yasudah putus saja. Oppa senang kan terbebas dari anak kecil sepertiku.", tantang Taemin, tapi air matanya malah meleleh lagi.

"Baik. Lebih baik putus. Aku terbebas dari anak manja sepertimu.", kata Minho terdengar menyakitkan. Taemin menghapus air matanya lagi dan menatap Minho.

"Yasudah kita putus oppa. Hikz. Padahal aku sudah berusaha untuk tidak manja. Tapi sepertinya tidak berguna.", ketus Taemin menahan tangisnya. Minho membuang wajahnya.

"Tidak peduli.", ngeyelnya. Taemin membanting pintu mobil saat turun dari mobil Minho, karena begitu kesalnya. Minho sampai terkejut dibuatnya.

"Anak manja.", cibir Minho yang bersiap menjalankan mobilnya.

"Pokoknya aku kesal sama Minho oppa. Titik.", tekad Taemin. Kali ini, ia tidak berniat sama sekali untuk berbaikan dengan Minho. Dan dirasa memang bukan hanya pernyataan mulut karena emosi sesaat, tapi ini langsung dari lubuk hatinya.


.....

Kibum akhir-akhir ini terlihat lebih menjaga sikapnya baik di hadapan Jinki ataupun tidak. Ia takut membuat kesalahannya lagi. Akan menjadi suatu hal yang fatal nantinya. Bahkan sangat fatal, jika itu benar-benar terjadi.

"Hei Key, nanti malam mau ikut kami Karaoke?", tawar Jonghyun yang mengelilingi meja Kibum dengan Jaejin dan Minhwan di sampingnya. Kibum mau, tapi ia mantap menggelengkan kepalanya.

"Ani aku tidak ikut. Kalian bersenang-senang saja.", ucap Kibum menolak dengan lembut. Jonghyun merangkul pundak Kibum.

"Payah sekali. Ayolah.", desak Jonghyun diikuti anggukan Jaejin yang berharap. Karena kalau hanya bertiga akan sangat tidak seru jadinya.

"Mianhae. Kau tau kan namja chinguku.", gurau Kibum yang buru-buru menjauhkan tangan Jonghyun dari pundaknya. Ia takut, Jinki melihatnya tiba-tiba.

"Ne. Semakin over protective. Hahaha.", sindir Jaejin yang hanya bergurau. Kibum merengut.

"Bukan seperti itu. Tapi ia semakin mencintaiku tau.", kesal Kibum memicingkan matanya. Entah mengapa, ia tidak rela jika seseorang mengatakan kekasihnya seorang protective. Walau sebenarnya ia menyadari itu.

"Ah ne. Aku kan bergurau. Jangan marah seperti itu.", rayu Jaejin mentoel dagu Kibum dengan alis yang dimainkan.

"Ne. Aku tidak marah. Sudah sana kalian pulang.", usir Kibum, semua tahu itu hanya gurauan.

"Hah, baiklah. Kau galak, seperti Onewmu itu.", gurau Minhwan, yang diikuti kekehan Jaejin dan Jonghyun. Sedangkan Kibum mengerucutkan bibirnya kesal.

"Kami pulang duluan Key.", pamit semuanya bersamaan dan pergi meninggalkan Kibum. Kibum tersenyum dan mengangguk. Langsung saja ia mengambil ponsel dalam tasnya.


To: Nae Baby.

Baby, kau sudah keluar kelas belum?Aku tunggu di kelas ya, baby.Bogoshippoyo.Chuu~


Terkirim.
Dan terlihat sangat bahagia. Menunggu balasan tak kunjung datang. Berpikir untuk memasukan ponselnya ke dalam tas. Tapi beluum sempat, ponselnya lebih dulu berbunyi.


From: Nae Baby

Tunggu aku beiby. Lima detik aku sampai di hadapanmu.Chuuu~


Kibum terkekeh geli membacanya. Kekasihnya lucu sekali menurutnya.

"Yaa apa yang kau tertawakan?", tegur seseorang di hadapan Kibum. Kibum mendongakan kepalanya. Dan tampak seorang pria dengan pipi gendutnya.

"Telat satu detik.", Kibum memicingkan matanya. Jinki melihat jam tangannya.

"Ahh. Iya, hanya satu detik, tak apakan?", bujuk Jinki dengan memamerkan dua gigi kelincinya. Kibum memutar bola matanya.

"Satu detik, artinya dihukum. Ayo gendong aku.", suruh Kibum menjulurkan kedua tangannya, bersiap untuk di gendong, ditambah bibirnya yang dikerucutkan.

"Omo!! Apa tidak malu beiby? Kampus masih ramai.", heran Jinki. Kibum memasang mata anak anjingnya yang berbinar-binar.

"Ne. Aku gendong.", pasrah Jinki. Kibum terkekeh dan langsung loncat ke punggung Jinki.

"Asik.", senang Key memeluk leher Jinki.

"Terkadang kau seperti anak kecil, melebihi Taemin. Kau tau itu beiby?", ledek Jinki saat berjalan keluar kelas. Kibum terkekeh.

"Hanya padamu.", ngeyel Kibum. Jinki terkekeh lebih keras. Aish, pemandangan ini disaksikan ratusan pasang mata. Tapi mereka tidak peduli. Yang penting mereka senang.

"Baby, tadi Jonghyun, Jaejin, Minhwan mengajakku pergi karaoke.", beritahu Kibum sambil menyandarkan kepalanya di pundak Jinki. Ia selalu bercerita apapun pada Jinki, agar Jinki tidak 'mengkhawtirkannya' lebih tepatnya curiga padanya.

"Lalu kau jawab apa?", tanya Jinki. Kibum mencuatkan bibirnya.

"Tidak ikut, padahal aku ingin baby.", kata Kibum sambil tersenyum. Jinki ikut memajukan bibirnya.

"Kenapa tidak ikut saja?", sindir Jinki. Kibum mengeratkan pelukan pada leher Jinki lebih erat.

"Memangnya aku boleh ikut?", senang Kibum seperti mendapat lampu hijau dari Jinki.

"Boleh. Tapi aku juga ikut.", kata Jinki bersyarat. Kibum bertepuk tangan senang.

"Yang benar. Kau ikut baby. Asik. Nanti aku kasih tau mereka. Kita ikut. Yeay. Gomawo Jinkiku.", senang Kibum yang tidak bisa diam dalam gendongan Jinki.

"Nanti jatuh beiby.", tegur Jinki. Kibum tersenyum lebar.

"Kan aku senang baby. Hehe.", ngeyel Kibum yang langsung berhenti bergerak. Hari ini dia sangat senang, senang sekali.


.....


Heechul tersenyum miris, saat layar televisi menampilkan scene dalam sebuah drama, dan itu membuatnya begitu iri. Seorang pria tampan, dengan wajah senangnya sibuk membelai lembut perut buncit seorang wanita cantik di sebelahnya. Heechul menggigit bibir bawahnya. Menunduk sambil mengelus perutnya yang datar.

"Saranghae yeobo.", ucap pria di drama tersebut, lalu mengecup sekilas bibir tipis wanita itu. Wanita itu mengangguk dan tersenyum.

Tes.
Tes.
Air mata Heechul menetes, entah mengapa akhir-akhir ini, ia menjadi gadis yang sangat cengeng, mudah sekali untuk berair mata.

"Hei, kau menangis.", panik Hangeng menghampiri Heechul, saat tak sengaja melewati kamar Heechul, dan dilihatnya Heechul yang sedang menghapus air matanya.

"Aniya.", sangkal Heechul dengan senyum yang terpaksa. Hangeng duduk disamping Heechul dengan wajah simpatiknya. Memperhatikan gerakan tangan Heechul yang mengelus lembut perutnya dan beralih memandang layar televisi. Sepertinya ia tau mengapa Heechul menangis.

"Kau bisa bercerita padaku apapun Chul?", kata Hangeng lembut. Heechul semakin terisak. Hangeng yang tidak tahan melihat gadis itu menangis akhirnya memeluk Heechul.

"Aku hanya merasa iri. Wanita itu memiliki suami yang setia berada disampingnya menanti bayi mereka lahir. Pria itu sangat mencintainya. Sedangkan aku mendengar seseorang berkata mencintaiku saja tidak pernah. Apalagi tentang bayiku, aku saja tidak tau siapa appanya. Aku iri Han. Hikz.", cerita Heechul yang mengalir begitu saja seperti bulir air matanya. Hangeng menatap sendu pada Heechul. Ia membelai lembut rambut Heechul. Tidak mengatakan apapun untuk menenangkan Heechul. Hanya menempatkan diri sebagai tempat sandaran Heechul. Turut menyusuri dan merasakan betapa besar kesedihan Heechul. Gadis rapuh yang ia cintai. Mengecup puncak kepala Heechul tanpa ia sadari. Heechul menutup matanya dalam tangisnya. Merasakan kenyamanan yang begitu hangat dalam pelukan Hangeng. Tangannya beranjak menggenggam tangan Hangeng erat, dan membawa tangan itu dan diletakan di dadanya. Begitu hangat.


.....


Key sibuk bernyanyi sambil berdance ria bersama Jaejin mengikuti lagu dan irama Clap Your Hands milik girlband 2Ne1. Mereka benar-benar lincah dengan suara yang mengalun cukup merdu untuk didengar. Kibum terlihat sangat senang sekali. Jinki tersenyum kecil, ini keriangan Kibum yang berbeda. Tidak pernah ia melihat ini sebelumnya.

"Haha. Jinki, bukankah gadismu itu sempurna?", ucap Jonghyun menyenggol pundak Jinki yang duduk di sampingnya. Jinki menoleh, ia tidak mengerti ada apa dengan teman Kibum yang satu ini.

"Sangat sempurna.", saut Jinki dengan bangganya. Jonghyun terkekeh.

"Karena itu kau begitu takut kehilangannya bukan? Hah?", sindir Jonghyun. Memang pria ini terkenal sebagai seorang pria yang sangat blak-blakan jika berbicara.

"Aku tidak mengerti maksudmu?", tanya Jinki yang tidak mengerti.

"Mengekangnya dengan alasan kau mencintainya. Sikapmu hanya mengelabui arti cinta sebenarnya. Sebenarnya kau hanya takut kehìlangannya bukan? Cintamu padanya salah teman.", jelas Jonghyun menepuk pundak Jinki. Jinki memicingkan mata.

"Maksudmu apa?", Jinki mulai tersulut emosinya. Jonghyun tersenyum meremehkan Jinki.

"Kau begitu takut kehilangan Key yang begitu sempurna untukmu. Karena itu kau begitu mengekangnya, agar dia tidak lari dari hidupmu. Tapi tahukah kau, kalau ia juga membutuhkan kehidupan bebasnya. Kau lihat betapa senangnya dia sekarang ini? Apa kau pernah melihat Key yang seperti ini? Tidak kan? Aku beritahu padamu. Kalau kau benar-benar mencintainya, kau akan selalu percaya padanya. Sayangnya kau tidak pernah percaya padanya, kau tidak percaya pada cintanya yang begitu besar padamu. Kau menyakitinya, kau tau? Walau ia juga tidak sadar atau mungkin ia hanya mengelak dari kenyataan, kalau ia disakiti olehmu. Aku ragu, kalau kau memang mencintainya.", bicara Jonghyun datar sambil menunjuk dada Jinki dengan telunjuknya.

Buuukk.
Jinki yang tidak terima dengan perkataan dingin Jonghyun, langsung memukul telak pelipis Jonghyun. Minhwan yang berada paling dekat langsung melerai keduanya.

"Baby.", tidak percaya Kibum, yang langsung memeluk Jinki. Gurat kecewa untuk Jinki terpancar dari wajahnya. Kenapa? Sekali mengajak Jinki berkumpul bersama teman-temannya berakhir seperti ini.

"Mianhae. Sepertinya lebih baik, kami pulang duluan. Ayo baby.", pamit Kibum yang menarik lengan Jinki.

"Hanya pikirkan kata-kataku Jinki. Tanya pada hatimu dan lihat dia.", kata Jonghyun setengah berteriak sebelum keduanya menghilang di balik pintu. Minhwan mengetuk kepala Jonghyun.

"Kau ini Hyun.", gemas Minhwan yang tau benar apa yang terjadi. Jonghyun tersenyum.

"Sesekali orang seperti Jìnki harus diberi perlakuan seperti itu, agar cepat sadar.", gurau Jonghyun yang akhir tertawa keras.


Sedangkan di dalam mobil, Kibum hanya diam. Entah ia ingin menangis, tapi tertahan.

"Kau marah padaku?", tanya Jinki pada Kibum yang diam. Kibum menoleh dan menggelengkan kepalanya.

"Tidak.", jawabnya diiringi senyum kecil yang dipaksakan. Jinki menelan ludahnya.

"Yang tadi itu, aku hanya tidak suka dia~~", bicara Jinki yang terpotong.

"Mianhae baby, ini salahku. Lain kali aku tidak akan memaksakan diri untuk pergi dengan teman-temanku lagi, kalau kau tidak suka. Mianhae.", sesal Kibum memotong kata-kata Jinki dan kembali menatap lurus ke depan. Hatinya sakit Jinki? Apa kau merasakannya? Jinki menghela nafasnya. Mengapa kata-kata Kibum terdengar seperti sebuah kesedihan dan kekecewaan di telinga Jinki. Sepertinya kali ini Jinki harus berkutat dengan hati dan pikirannya.


.....


Minho sedang bercengkrama dengan teman-teman sekelasnya, ya bisa dibilang dua teman terdekatnya. Ia selalu tertawa lepas, seperti tidak terjadi apa-apa.

Taemin yang sebenarnya ingin pergi ke kantin terpaksa harus melewati kerumunan Minho yang berada di depan kelas. Yaps, kantin terletak tidak jauh dari kelas Minho. Tapi ia tidak peduli, ia jalan santai saja melewati mereka.

"Hai Taemin.", sapa Jonghun ramah. Membuat langkah Taemin terhenti. Taemin tersenyum kecil.

"Hai Jonghun oppa.", balas Taemin. Kemudian melirik kesal ke arah Minho. "Oppa aku ke kantin dulu ya. Dah.", kata Taemin yang kemudian melanjutkan lagi langkahnya. Jonghun menaikan alisnya sebelah.

"Hei, tumben dia tidak menarikmu untuk ke kantin.", sindir Jonghun yang merasa heran. Minho mengangkat bahunya.

"Biar saja. Aku sudah putus kemarin. Aku bebas sekarang.", kata Minho dengan senyum mengembang. Hongki dan Jonghun terkekeh geli.

"Haha. Aku kira kau sudah jatuh pada gadis itu. Ternyata bisa juga putus darinya.", ledek Hongki. Minho menaikan sebelah alisnya tidak mengerti.

"Maksudmu?", tanya Minho penasaran. Hongki menggedikan kepalanya sebagai isyarat 'ayo kita ke kantin, aku lapar'. Mereka bertigapun pergi ke kantin.

"Maksudku. Kau kan namja tampan paling tak acuh sedunia. Kemudian memiliki Taemin, gadis manja itu menjadi kekasihmu. Aku kira itu akan berbanding terbalik dan cukup sulit. Tapi buktinya kalian sudah satu tahun berpacaran. Aku kira itu waktu yang sangat lama. Jadi apa kalau bukan kau sudah jatuh padanya?", jelas Hongki akan maksud perkataan sebelumnya. Minho tersenyum masam.

"Hahaha. Butuh kesabaran menjadi kekasihnya. Lagipula dia yang minta putus, bukan aku.", kata Minho seperti terpaksa harus menerima keadaan yang ada.

"Hahaha. Kita sudah tau itu. Memang kekasihmu itu kan manja sekali. Terbayangkan olehku.", gurau Jonghun. Obrolan pria memang tak jauh berbeda dengan para wanita, tapi bedanya mereka tidak terlalu mengambil pusing seperti wanita.

"Hahaha. Pabo kau Jonghun.", geli Minho menepuk kening Jonghun.


Taemin mengerucutkan bibirnya, menyantap makanannya dengan lahap saking kesalnya. Bagaimana tidak, Minho dan teman-temannya mengambil tempat duduk di dekat mejanya. Ditambah Minho yang tertawa terus, membuatnya tambah kesal harus melihatnya.

"Dasar oppa nyebelin.", umpatnya sambil terus mengunyah makanan yang memenuhi mulutnya sampai menggembung.


.....


Jaejoong menundukan kepalanya, ia ragu. Ragu mengambil keputusan untuk mendatangi Yunho yang hendak membuka pintu mobilnya atau membiarkan Yunho berlalu bersama mobil hitam miliknya itu.

"Aish, bagaimana ini.", bingung Jaejoong yang menggaruk belakang tengkuknya. Ia menghembuskan nafasnya. Yah.

"Yunho.", panggil Jaejoong. Yunho menoleh mencari asal suara. Awalnya ia terkejut mengetahui siapa yang memanggilnya, tapi akhirnya ia tersenyum teramat manis untuk seseorang yang MASIH ia cintai.

"Waeyo Jae?", tanya Yunho saat Jaejoong berdiri tepat di hadapannya. Jaejoong memainkan jari-jemarinya, menggigit bibir bawahnya.

"Ak.. aku..", terbatanya. Kenapa ia menjadi sangat gugup saat ini.

"Aku?", ulang Yunho yang memiringkan kepalanya, menunggu Jaejoong melanjutkan perkataannya. Jaejoong menatap wajah Yunho.

"Aku hanya ingin menga~~", kata-kata Jaejoong terhenti. Karena...

"Oppa.", Seul Gi berdiri di samping Yunho, menatap tidak mengerti pada pria di hadapannya. Jaejoong menggembungkan pipinya. Ia mengepal tangannya erat-erat. Cemburu. Kenapa ia harus melihat gadis ini lagi. Bahkan kenapa gadis ini datang saat Jaejoong hampir berhasil menyampaikan maksudnya. Jaejoong membuang nafasnya keras.

"Sepertinya aku pergi saja. Annyeong.", pamit Jaejoong yang langsung berlari meninggalkan keduanya. Yunho menggembungkan pipinya.

'Padahal, aku masih ingin berbincang lama denganmu. Huft.', batin Yunho yang sendu menatap punggung yang perlahan semakin menghilang.


.....






TBC

No comments:

Post a Comment