Sunday, March 13, 2011

Fan Fiction.. Story.. Part 8.. YAOI

Title: Story



Author: Anka 'bubu'



Lenght: 8 of ? (30 page MW)



Cast:



- Kim Heechul (female)



- Tan Hangeng



- Kim Jaejoong (Female)



- Jung Yunho



- Kim Junsu (female)



- Park Yoochun



- Cho Kyuhyun (fémale)



- Shim Changmin



- Kim Kibum (female)



- Lee Jinki



- Lee Taemin (female)



- Choi Minho





Cekidot.





------------------------------------------------



Kyuhyun menunduk. Ia takut, takut berhadapan dengan Mrs. Shim. Ia memang berani menampakan wajahnya, karena ia ingin bertanya. Ia tidak sanggup setiap kali ditatap penuh kekecewaan oleh Mrs. Shim. Apa yang ia perbuat?



"Ada apa Kyu?", tanya wanita paruh baya itu. Tampaknya kurang senang jika waktu istirahatnya terganggu.



"Maaf nyonya. Ehmmm. Apakah saya berbuat salah?", tanya Kyuhyun sopan. Mrs. Shim menunjukan kebingungannya, kemana arah tujuan pertanyaan Kyuhyun sebenarnya?



"Sebenarnya intinya pada apa?", tanya Mrs. Shim tegas. Kyuhyun menundukan kepalanya, ia takut.



"Tentang. Nyonya yang kecewa padaku. Ehmm. Maksudnya aku tidak mengerti.", ucap Kyuhyun. Gadis beribu pelayan di rumah besar itu benar-benar sangat berani, tidak ada yang berani bertanya sebegitu lugasnya pada seseorang yang secara tidak langsung adalah majikannya. Mrs. Shim tersenyum.



"Apakah kau ingat akan janji yang telah kau katakan? Bukankah terdengar seperti tidak untuk menerima cinta Changmin.", tekan Mrs. Shim menyorot tajam mata Kyuhyun. Paling tidak tak ada yang dapat tersangkal. Karena janji itu pernah ada. Kyuhyun merutuk dirinya. Ia lupa dan dengan bodohnya seakan ia tidak mempunyai salah apapun.



"Maafkan saya nyonya.", sesal Kyuhyun, lagi-lagi menundukan kepalanya. Mrs. Shim menyeringai.



"Ini yang membuatku kecewa Kyu. Kau selalu saja meminta maaf Kyu. Tidak adakah hal lain yang dapat kau lakukan untuk pembelaan cinta kalian?", bicara tajam Mrs. Shim, menusuk tepat pada perasaan Kyuhyun.



"Lihat anakku, dia mempertahankan seorang Cho Kyuhyun dengan segala kekuatannya. Tapi bagaimana denganmu? Kau menyerah begitu saja, melepaskan Changmin untuk orang lain dengan sangat mudah. Masihkah ada alasan yang dapat aku terima untuk membiarkanmu tetap bersama Changmin?", bicara Mrs. Shim dingin. Kecewanya terlalu besar. Anaknya berjuang matian-matian sedangkan yang diperjuangkan menyia-nyiakan perjuangan Changmin.



"Tapi nyonya.", air mata Kyuhyun jatuh, ia mau menyangkal. Jangan salahkan ia sepenuhnya. Tapi apa yang harus ia katakan? Mrs. Shim kembali membaca majalahnya, semacam majalah tentang bisnis.



"Aku hanya memberitahumu saat itu. Tidak memaksamu untuk menerima perjodohan mereka. Tapi kau sendiri yang menyerahkan Changmin padaku bukan?", sindir Mrs. Shim yang seperti mengerti maksud Kyuhyun. Kyuhyun menangis, ia baru menyadari. Ia menyesal, kenapa ia bodoh. Semua salahnya. Ia menggelengkan kepalanya berulang kali. Menghindar dari serbuan perasaan.



"Dan sekarang kalian masih mengharap restuku?", tanya Mrs. Shim dingin. Kyuhyun hanya diam, tapi terus saja menangis.



"Membiarkan cinta kalian yang tidak seimbang bersatu? Bukankah akan lebih baik keduanya tanpa cinta. Kibum dan Changmin. Jadi sama-sama menyakiti dan tersakiti. Dibandingkan nona Kyuhyun dan Tuan Changmin. Jika pada akhirnya hanya menyakiti hati anakku karena cintamu lemah padanya.", tekan Mrs. Shim mempermainkan perasaan Kyuhyun. Bukan salahnya. Dia hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Ia kecewa pada Kyuhyun. Jadi bukan salahnya jika ia benar-benar kejam pada Kyuhyun saat ini.



"Aku. Aku. Tidak seperti itu.", elak Kyuhyun tidak mau menerima, karena cintanya besar untuk Changmin. Jadi berhenti mengatakan cintanya lemah. Mrs. Shim terkekeh.



"Lupakan Changmin yang begitu mencintaimu, akan terasa mudah bukan untukmu?", pesan Mrs. Shim sekaligus menyindir tajam. Kyuhyun menangis, bahkan kali ini meraung. Gadis ini tidak dapat menyangkal semua perkataan Mrs. Shim lagi sekarang. Sebuah kehangatan membelenggunya. Seseorang mendekapnya dengan erat. Sampai pada wajahnya menyentuh dada yang bidang.



"Cukup umma. Tidak ada yang harus ia dengar lagi.", ucapnya dingin dan membawa Kyuhyun keluar dari kamar Mrs. Shim.



"Jangan dengarkan kata-kata umma Kyu. Ne?", rajuknya pada sosok Kyuhyun. Pria ini mendengar semuanya. Berdesir sesuatu yang menyakitkan melihat gadisnya menangis.



"Yang dikatakan nyonya benar Minnie. Mianhae.", pelan Kyuhyun. Jangan membelanya lagi. Changmin menundukkan kepalanya menatap wajah Kyuhyun yang bersembunyi.



"Menyerah lagi? Hmmm? Bukankah itu yang umma mau?", ucap Changmin, bermaksud memberi sebuah kekuatan untuk Kyuhyun. Kyuhyun menggelengkan kepalanya.



"Sekali lagi kau menyerah semua berakhir Kyu.", bisik Changmin yang menaruh harapan. Kyuhyun terisak menahan tangis dan mengangguk-angguk.



"Maafkan aku. Jangan marah padaku.", pinta Kyuhyun. Changmin mengangguk dan mendekap erat tubuh kekasihnya itu.



"Kyu.", pangil Changmin.



"Ne?", saut Kyuhyun cepat.



"Aku lapar.", gurau Changmin mencairkan suasana agar tidak kaku. Kyuhyun memukul lengan Changmin.



"Kau ini.", geli Kyuhyun menahan tawanya. Changmin terkekeh kecil.



"Cantik.", puji Changmin tulus. Kyuhyun merona merah pada pipinya.



"Jangan menggodaku.", malu Kyuhyun menyembunyikan wajahnya pada dada Changmin lagi. Changmin tersenyum.



"Saranghae.", bicaranya cepat, meraih dagu Kyuhyun, mencium sekilas bibir yang basah itu.



"Asin.", guraunya sedetik kemudian melenggang pergi dari hadapan Kyuhyun. Gadis itu terkekeh, ia menghapus air matanya. Bagaimana bisa ia tidak mencintai pria itu? Bagaimana bisa ia menyerahkan pria itu begitu saja? Sedangkan ia sendiri, sangat tidak bisa tanpa pria itu sedetik saja. Hmmm?



.....



Pagi-pagi sekali, bel apartement Hangeng berbunyi. Ia menggeliat, tapi sepertinya malas sekali untuk bangun. Atau karena nyaman berada dalam pelukan seorang gadis di sampingnya. Tapi bel itu terus saja berbunyi dan mengharuskannya membuka matanya.



"Chullie, sebentar aku mau buka pintu dulu.", beritahu Hangeng pada Chullie yang semakin memeluknya erat.



"Uuhh. Aniyo. Aku masih ingin memelukmu. Paling itu cleaning service.", tolak Heechul yang tidak mau melepas pelukannya pada Hangeng. Ia masih mengantuk dan membutuhkan tubuh Hangeng sebagai bantal-guling. Hangeng tersenyum, gadisnya manja sekali. Semenjak Hangeng menyatakan cintanya malam itu. Dengan diharuskan oleh Heechul, mereka tidur dalam satu kamar, alih-alih permintaan jabang bayi yang menginginkan tidur memeluk sang ayah. Padahal itu hanya akal kemanjaan Heechul saja.



"Han.", panggil Heechul dengan mata yang masih terpejam.



"Apa?", saut Hangeng cepat. Heechul tersenyum senang, menggeliat semakin memeluk Hangeng, dan menarik selimut.



"Peluk. Babynya kedinginan.", pinta Heechul manja. Hangeng terkekeh pelan, ia memeluk Heechul erat.



"Baby appa, apa masih kedinginan?", gurau Hangeng. Heechul menggeleng di dada Hangeng.



"I love you appa.", bisik Heechul kecil. Hangeng tersenyum, senang mendengarnya dari bibir merah itu. Matanya kembali memejam. Sampai...



"Yaa Tan Hangeng!", teriak seorang wanita paruh baya dari pintu kamar, melihat Hangeng bersama seorang gadis di atas tempat tidur yang sama.



"Mama!*b.cinanya ibu mama pan?*", kaget Hangeng yang melihat kehadiran ibunya. Bukankah ibunya itu seharusnya berada di Beijing. Ibu berwarga negara Korea Selatan dan Ayah berwarga negara Cina. Hangeng menepuk keningnya. Ia melupakan sesuatu. Setiap awal tahun, ibunya selalu pulang ke Korea Selatan, untuk menjenguknya dan sang nenek yang berada di Busan. Tamat riwayatnya.



"Mama tunggu di luar, harus ada yang kalian jelaskan.", bicara sang ibu terlalu dingin. Membuat bulu kuduk merinding.



.....





Heechul menggenggam erat tangan Hangeng. Ia takut pada tatapan sang 'ibu' padanya yang sangat menyeramkan itu.



"Dia kekasihku mama.", beritahu Hangeng. Sebenarnya ia juga takut. Tapi ibunya bukanlah seorang menyeramkan. Heechul menyentuh perutnya, mual rasanya berada pada situasi tidak nyaman. Dan itu sempat dilihat Hangeng, tapi membuat Hangeng menangkap kalau Heechul khawatir pada anaknya.



"Dan dia mengandung anakku mama.", lanjut Hangeng mengelus perut Heechul sayang. Mata sang ibu terbelalak. Berita apa itu? Sedangkan Heechul mengerjapkan matanya.



"Apa? Hamil?", tidak percaya Mrs. Tan. Heechul menunduk, baru kali ini ia takut sedemikian rupa. Banyak yang ia pikirkan.



Hangeng menggenggam tangan Hèechul, lalu tersenyum ragu. "Maaf Mama. Tidak sengaja. Waktu itu aku sudah tidak tahan.", gurau Hangeng yang menggaruk belakang kepalanya. Alasan apa itu? Kenapa bisa ada alasan seperti itu dari otak Hangeng? Mrs. Tan mendekati Hangeng dan memukul kepala anaknya itu.



"Anak bodoh. Study ke Seoul malah membuatmu tidak tahan dengan nafsumu. Seharusnya dari dulu mama menemanimu disini kalau tahu seperti ini.", cecar wanita paruh baya itu. Hangeng terkekeh, menganggap santai sepertinya akan jadi lebih baik. Sedangkan Heechul masih belum dapat percaya.



"Kekasihku cantik mama. Jadi maklumi aku.", rajuk Hangeng seperti anak kecil. Mrs. Tan tubuhnya lemas, ia bersandar pada sandaran sofa.



"Mulai hari ini. Tidak ada tidur bersama. Kau.. Siapa namamu?", Mrs. Tan menunjuk wajah Heechul galak.



"Kim Heechul ajjhuma.", jawab Heechul. Mrs. Tan mengganggukan kepalanya.



"Sudah lama tidak ada yang memanggilku seperti itu. Aku rindu Korea.", ucapnya dengan senyum mengembang. Heechul mengerucutkan bibirnya, ada yang aneh dengan ibu kekasihnya itu. Raut wajahnya cepat berubah. Benar kan?



"Hampir saja aku lupa. Kau Heechul, mulai hari ini kau tidur bersamaku. Aku akan tinggal disini mulai detik ini.", kecam Mrs. Tan membuat Hangeng terbelalak.



"Apa? Mama? Kau serius.", tidak percaya Hangeng. Mrs. Tan mengangguk mantap.



"Tadinya aku hanya akan menjengukmu. Tapi ternyata, perilakumu buruk disini. Jadi aku pindah menemanimu.", jelas Mrs. Tan. Keputusan tidak dapat diganggu gugat. Hangeng menunduk lesu. Sial.



"Dan satu lagi.", galak Mrs. Tan yang kemudian mendekati Heechul. Heechul menunduk. "Gunakan pakaian yang benar. Pantas saja, Hangeng tidak bisa menahan nafsunya.", sindir Mrs. Tan yang melirik Heechul dari atas sampai bawah. Hanya dengan hot pants yang sangat pendek, seperti hanya mengenakan celana dalam ditambah kaos tipis putih berleher rendah, yang mampu memperlihatkan pakaian dalam Heechul walau samar, bahkan belahan dada itu sedikit tampak. Heechul menundukkan kepalanya, ketika Mrs. Tan melewatinya masuk ke dalam kamarnya. Ia memandang Hangeng, tapi pria itu hanya memeluk Heechul erat dan membelai punggung gadisnya. Jangan dipikirkan.





.....



Taemin mencuatkan bibirnya. Memelintir ujung kemeja sekolahnya. Pergi dari sana atau menghampiri pria itu? Pergi, tapi ada yang ingin ia katakan. Tapi kalau ia menghampiri, ada gadis di samping pangerannya. CEMBURU.



"Oppa.", panggil Taemin yang memutuskan menghampiri Minho. Minho berbalik dan tersenyum pada Taemin.



"Tae ada apa? Ayo duduk.", ucap Minho lembut. Taemin tidak bergerak. Ia hanya memandang gadis itu dan Minho secara bergantian dengan wajah sedih. Gadis itu terkekeh.



"Minho aku ke kelas dulu ya.", pamit Gadis itu, berdiri dan berhenti di samping Taemin. "Kami hanya teman.", bisik gadis yang hanya teman satu kelas Minho dan berlalu. Wajah Taemin langsung berseri-seri dan cepat mengambil duduk di tempat gadis tadi.



"Oppa tadi hanya teman oppa kan?", tanya Taemin dengan semangat. Minho mengerutkan keningnya.



"Ne. Wae?", heran Minho. Ada apa dengan Taemin? Taemin menggeleng dan tersipu malu. Ternyata ìa salah paham dan akhirnya merasa lega.



"Aniyo oppa. Hehe.", sautnya cengengesan. Memang anak bocah. Minho tersenyum.



"Ada apa Taemin?", Minho bertanya tentang Taemin yang menghampirinya. Dan Taemin langsung saja terlihat gugup.



"Ehmm. Oppa. Begini.", gugupnya tetap memelintir ujung kemejanya. Minho memiringkan kepalanya menunggu lanjutan kata-kata dari Taemin.



"Apa?", Minho mulai tidak sabar untuk menunggu lagi. Taemin menundukkan kepalanya.



"Aku rindu oppa.", ucapnya pelan. Minho mengerjapkan matanya.



"Rindu oppa memelukku. Aku ingin manja, ingin merengek di hadapan oppa. Ingin menangis karena oppa jahat padaku. Ingin merengut karena oppa menyebalkan. Aku merindukan oppa.", lirih Taemin. Ia ungkapkan seluruh perasaannya. Sudah tidak kuat lagi. Minho mengatup bibirnya terlalu erat. Gadis itu menghapus air matanya yang perlahan terjatuh.



"Aku hanya ingin mengatakan itu oppa. Hikz. Mianhae oppa.", Taemin berdiri, menunduk dan pergi dari sana. Satu yang Minho sadari. Dia kalah oleh Taemin. Taemin lebih berani dibandingkan dengannya. Hanya menyatakan rindu, untuknya sudah terasa berat. Termakan gengsi seorang Choi Minho yang dingin, angkuh dan tidak acuh pada sekitarnya. Bodoh.



"Yaa Choi Minho bodoh.", rutuknya kesal yang memukul kepalanya sendiri. Bisa-bisanya membiarkan Taemin pergi begitu saja, tanpa membalas satu katapun. Huft.



Sedangkan di tempat lain. Taemin tidak dapat menahan air matanya. Dia benci Minho. Kenapa tidak mengejarnya. Apa memang Minho tidak menyukainya lagi?.



"Oppa babo.", maki Taemin sambil menghapus air matanya, menghentakan kakiknya. Hei. Gadis ini sedang merengek sendirian sekarang.



.....



Jika sebentuk hati telah terpaut. Disangkal, disingkirkan karena tak mau mengakui, akibat dari kekecewaan teramat besar, berbuah kebencian yang dikarang sendiri. Walau teramat sadar saling membutuhkan tautan hati yang lainnya. Apa yang terjadi? Seperti merekakah?



Junsu sedang tertawa, tawa yang tidak seindah biasanya bersama keempat sahabatnya yang lain. Terlalu sibuk dengan kisah percintaan mereka masing-masing, membuat kebersamaan seperti ini sangat dirindukan terlebih tanpa si bungsu yang sering menangis itu.



Disudut sana ada pria tampan yang melihat ke arah mereka. Tidak, tapi hanya pada junsu. Gadis itu pernah berkata bahwa semua berakhir bukan? Anggap saja seperti orang asing. Baik. Pria itu melewati kerumunan gadis itu dengan langkah santainya padahal jauh di dalam lubuknya berharap gadis itu menegurnya dan berkata 'aku bohong. Ini akan kita mulai kembali' namun tampaknya sia-sia. Tak ada teguran. Tapi yang harus disadari, dalam detakan jantung Junsu seperti terdengar jeritan pilu saat bola matanya tak henti menangkap sosok tampan itu.



"Aku ke toilet dulu ya.", pamit Junsu pada teman-temannya. Ia buru-buru pergi, entah mengapa matanya panas, seperti ada yang memaksa keluar.



Yoochun mendengarnya, ia berbalik mengikuti Junsu yang terdengar lirih. Dia tidak masuk, hanya mengintip dari luar toilet wanita. Ada yang menangis dan itu Junsu. Yoochun menyandarkan diri di tembok. Dia juga ikut merasa sakit karena ini. Dan itu membuatnya benci.



"Yoochun kau jahat.", maki Junsu pada cermin di depannya. Yoochun memejamkan mata. Memang ia jahat, ia tahu.



"Mianhae Su.", bisik Yoochun pada angin berharap menyampaikan kata maafnya pada Junsu.



Junsu sedikit terbelalak. Setelah membasuh wajahnya dengan air, beranjak keluar. Namun apa yang ia dapatkan? Sesosok pria itu, yang tak mau ia lihat. Yoochun juga tak kalah terkejut. Ia hanya mau mengintip tapi mengapa tertangkap basah seperti ini.



"Permisi. Tapi toilet pria ada disebelah sana.", unjuk Junsu bersikap seolah-olah mereka tidak saling mengenal. Yoochun tersenyum kecil. Ini begitu menyakitkan. Apakah ini hukuman untuknya? Karena terlalu sering menyakiti hati wanita.



"Ah iya. Terimakasih.", salah tingkah Yoochun. Junsu hanya mengangguk, ia melewati Yoochun begitu saja.



Yoochun menendang tempat sampah yang ada di sampingnya. "Shit. Semua berakhir.", umpat Yoochun yang mulai membenci keadaan bodoh ini.



Junsu memejamkan matanya, membuang nafasnya. Ia merasakan lega teramat besar dapat bersikap seperti tadi walau terasa berat. Ia kembali ke tempatnya bersama yang lain. Memamerkan senyum sumringah dengan mata yang sedikit aneh, tapi tidak memunculkan kecurigaan. Hah.





.....





Kibum tersenyum memasuki kelasnya, pagi ini mata kuliah yang ia suka. Kelas masih sepi, ada beberapa yang sudah datang. Ia melenggang saja dan duduk dipojok kiri baris ke dua, tempat kesukaannya. Pagi ini ia berangkat sendiri ke kampus, karena Jinki baru ada kelas siang hari. Tidak tega untuk membuat Jinki menunggu empat jam di kampus, hanya karena harus mengantarnya.



Uppss.

Tapi sepertinya dugaannya salah. Kibum seperti melihat sosok Jinki tadi di ambang pintu tapi menghìlang.



"Sepertinya tadi aku melihat baby?", Key menggaruk kepalanya. Apa hanya halusinasinya saja? Tapi sudahlah. Ada suara kikikan dibalik pintu. Orang itu memang bersembunyi di balik pintu untuk membuat Kibum penasaran.



"Ssstt. Beibi.", suara berbisik terdengar dari pintu. Kibum menoleh dan benar ada prianya disana yang memberikan ciuman jauh(read:kissbye) dan mengedipkan sebelah matanya. Kibum terkekeh kecil. Jinkinya genit sekali.



"Baby.", pura-pura kesal Kibum. Jinki tersenyum dan masuk ke dalam kelas duduk di kursi sebelah Kibum.



"Aniyo jangan marah.", rajuk Jinki mencubit pipi Kibum. Kibum menggeleng.



"Bukankah tidak ada jadwal, kenapa disini?", heran Kibum, Jinki memamerkan gigi kelincinya.



"Aku rindu padamu tau, jadi aku ke kampus saja.", gombal Jinki dengan nada mengeyel. Kibum mengangkat alisnya.



"CK. Pabo.", gurau Kibum. Jinki mengecup pipi Kibum kilat.



"Kembali jadi Keyku yang dulu. Aku akan berubah. Aku janji. Tahukah, mendapatimu yang dingin. Uhh. Hati Onewmu ini sakit.", bicara Jinki panjang lebar, tapi seperti bergurau. Kibum terkekeh, tidak menjawab.



"Aku minta maaf beibi. Mau memaafkanku? Please. Lalu ajari aku menjadi Jinki yang tidak pernah menyakitimu.", pinta Jinki sungguh-sungguh. Kibum menggeleng. Jinki mencuatkan bibirnya.



"Sedikit maafkan aku beibi. Sedikit juga tidak apa-apa. Please.", rajuk Jinki yang mulai pasrah. Kibum mengerjap-ngerjapkan matanya.



"Baby, boleh aku pinta sesuatu?", ucap Kibum. Jinki mengangguk. Apapun untuk maaf dari Kibum.



"Bisakah kau keluar sekarang?", serius Kibum. Jinki terbelalak, bencikah Kibum padanya?



"Beibi? Kau mengusirku?", tidak percayanya. Kibum terkekeh.



"Ne aku mengusirmu, kau tahu dosenku sudah datang.", ucap Kibum menunjuk dosennya dengan dagunya. Jinki menghadap ke belakang. O.O benar sudah datang.



"Hehe. Beibi kita lanjutkan nanti. Aku menunggumu. Saranghae.", Jinki berbicara pelan dan terburu-buru lalu berlari keluar kelas. Sedangkan Kibum menahan tawanya. Jinki yang bodoh.



Gadis ini tidak bisa lepas dari pikirannya tentang Jinki. Hei. Dia begitu mencintai kekasihnya. Tidak perlu berubah, minta maaf atau apapun. Ia tetap saja mencintai pria itu. Ia tersenyum dan memperhatikan dosen. Kadang tertawa kecil mengingat tingkah Jinki akhìr-akhir ini yang sering merajuk. Tapi ia senang. Disana ia menemukan Jinki yang lucu bukan yang menakutkan.



"Lee Jinki pabo.", gumamnya. Jonghyun yang memperhatikan Kibum hanya menggeleng. Dia duduk tepat di serong belakang kanan kursi Kibum dan dia masih dapat melihat wajah merona merah itu yang berseri-seri. Ia melempar kertas ke kepala Kibum. Kibum menoleh dan menyipitkan matanya pada Jonghyun.



"Baca.", suruh Jonghyun, menunjuk gumpalan kertas di lantai. Kibum memungutnya dan membacanya.



_______________



Oh Lee Jinki, Onewku, cintaku, babyku.

Hahahaha.

Jatuh cinta lagikah pada Si pipi gendut, pemakan ayam dengan gigi kelincinya itukah?

Hahaha.

Dasar gadis aneh.

Kalau jatuh cinta.

Tetap perhatikan dosen.

Jangan tersenyum-senyum seperti orang gila.

Hahahahaha.



By: Jonghyun Tampan



_______________



Kibum memicingkan matanya pada Jonghyun. Kesal. Mengganggu kesenangannya saja. Ia menulis balasannya dengan emosi tinggi dan melemparkannya tepat ke wajah Jonghyun dengan sekuat tenaga.



_______________



Sirik saja.

Makanya cari kekasih.

Dinosaurus jelek.

Biar saja, mau pipinya gendut.

Mau pemakan ayam.

Mau gigi kelinci.

Yang penting Onewku yang paling tampan.

Love my baby so much.

Week.

_______________



Jonghyun menutup mulutnya dengan tangannya untuk menahan tawanya. Memang susah kalau soal Jinki pada Kibum.



"Yaa kau. Jika tidak suka dengan mata kuliah saya silahkan keluar.", tegur Dosen di depan, galak pada Jönghyun. Jönghyun menunduk, ia merasa malu bukan main.



"Maaf Songsaengnim.", sesal Jonghyun, sedangkan Kibum menatap Jönghyun dengan wajah meledek. Puas rasanya.



"Hukuman untuk orang yang meledek Onewku. Week.", bisik Kibum yang menjulurkan lidahnya pada Jonghyun.





.....



"Yun.", panggil Jaejoong saat keluar dari kelasnya. Yunho menoleh dan tersenyum manis.



"Waeyo Jae?", tanya Yunho sedikit menaikan sebelah alisnya. Jaejoong tersenyum dan sedikit mendekat pada Yunho.



"Kau mau kemana?", tanya Jaejoong, hanya basa-basi. Karena ia tidak tahu mengapa mulutnya itu refleks memanggil Yunho. Yunho menunjuk dirinya sendiri. Jaejoong menggangguk.



"Ah. Aku mau ke kantin. Kau mau ikut?", tawar Yunho. Jaejoong mengangguk dengan senang hati.



"Ah ne. Bolehkah?", malu-malu Jaejoong. Yunho tersenyum geli pada tingkah Jaejoong.



"Tentu saja boleh. Kkaja.", ajak Yunho. "Lagipula Seulgi sudah menunggu.", lanjut Yunho. Jaejoong mencuatkan bibirnya.



"Ada sepupumu? Ehmm. Sepertinya tidak menyukaiku.", takut-takut Jaejoong. Yunho menyipitkan matanya.



"Dia menyayangiku. Bukan berarti tidak menyukaimu. Kau mengerti kan Jae?", jelas Yunho menatap penuh Jaejoong. Jaejöong menganggukan kepalanya. Ia mengerti maksud Yunho tanpa dijelaskan.



"Ne aku mengerti Yun.", malu Jaejoong, wajahnya memerah. Yunho terkekeh dan mengacak rambut Jaejoong.



"Hari ini Siwon tidak masuk. Dia kemana?", tanya Yunho yang mengalihkan topik. Berjalan sambil berbincang agar tak kaku.



"Tidak tahu. Mungkin bangun kesiangan.", ungkap Jaejoong singkat. Yunho terkekeh.



"Kau masih sama. Jae, beri kekasihmu sedikit perhatian. Pasti Siwon ingin diperhatikan olehmu.", nasehat Yunho. Jaejoong menyunggingkan sedikit senyumnya.



"Apakah kau dulu menginginkannya?", tanya Jaejoong mulai berani. Yunho tertawa kecil.



"Terkadang tapi tak ingin memaksamu.", jawab Yunho seakan bukanlah suatu masalah untuknya. Jaejoong menundukkan kepalanya.



"Aku jahat ya saat itu.", ucap Jaejoong sedikit lirih. Yunho menghentikan langkahnya lalu mencubit pipi Jaejoong.



"Kenapa selalu menyalahkan diri sendiri.", tidak suka Yunho. Jaejoong menyipitkan matanya. Ia lebih tidak suka.



"Itu yang aku tidak suka darimu.", ucap Jaejoong lembut tapi menusuk. Yunho memiringkan kepalanya.



"Kau selalu menyangkal padahal memang aku yang salah. Bahkan lebih sering menjadikan itu kesalahanmu.", geram Jaejoong. Yunho menunduk. Jadi itu dimana letak kesalahannya. Mengapa tidak pernah bilang?



"Begitukah? Sepertinya perpisahan kita memang sepenuhnya salahku.", ucap Yunho yang kembali mendongak dan tersenyum.



"Yun sudah aku bilang jangan menutupi kesalahanku.", pinta Jaejoong sungguh-sungguh. Bukan salah Yunho, tapi ini salahnya. Kenapa selalu ada pertengkaran memperebutkan siapa yang salah. Yunho tersenyum. Memang ini bukan salahnya.



"Baiklah. Memang semua ini salahmu. Kau tahu? Aku selalu menjadikanku sebagai pihak yang bersalah, hanya agar kau benar-benar menjadi sosok yang sempurna di mataku. Aku selalu menyenangkanmu, memberimu perhatian, mengucapkan semua kata-kata cinta setiap hari, hanya agar kau menjadi milikku. Tapi apa? Berusaha menjadi yang terbaikpun, hasilnya sia-sia. Apakah ini tidak menyakitkan? Melihatmu yang biasa saja saat kita berpisah. Melihatmu bersama orang lain. Padahal aku sangat mencintaimu. Aku tidak pernah menuntut apa-apa Jae? Kenapa?", tekan Yunho yang dipuncak emosi. Tidak pernah sekalipun untuk berpikir mengatakan ini sebelumnya. Jaejoong terperangah. Begitukah? Mengapa ia jahat sekali. Dan ia baru menyadari itu.



Wajah Yunho tertunduk, ia membuat aura sendu, berbeda dari yang tadi. "Mianhae Jae! Aku tidak bisa. Kau tau? Kau memang tak pernah salah.", Yunho menyesal, dalam hati terdapat pergulatan hebat. Penyangkalan dan tidak mau menerima. Baginya sampai kapanpun, Jaejoong tidak akan pernah salah. Semua adalah kesalahannya. Jaejoong memiringkan wajahnya, mencari wajah Yunho yang tertunduk, mengangkatnya dengan ibu jarinya. Hei mata itu berkaca-kaca walau hanya sedikit.



"Aniya tidak ada yang harus aku maafkan. Bahkan aku ingin berterimakasih. Terimakasih sudah mengeluarkan perasaanmu.", ucap Jaejoong lembut. Yunho tersenyum terpaksa. Ada yang aneh dari gelagat Jaejoong, ia menoleh ke sekitarnya seperti mencari seseorang, tapi tidak juga. Ia hanya memastikan bahwa koridor di sekitar mereka memang benar-benar sepi. Hanya mereka berdua.



Cup.

Jaejoong mengecup bibir Yunho. Tidak! Sekarang mereka bisa dibilang berciuman. Tangan kekar itu memeluk pinggang ramping Jaejoong.



-kalo di film2 kamera turun ke bawah ngeliatin kaki jae yang ngejinjit*ouh bayanganku asoy neh*-



"Aku tidak bisa berbohong padamu. Aku menyesal melepasmu.", bibir merah itu mengakui perasaannya. Jaejoong menggerakkan kepalanya di dada Yunho, saat ia memeluk pria tampan itu. Wajahnya memerah entah karena malu atau kehabisan nafas akibat ciuman tadi.



"Jae!", panggil Yunho yang sedang membelai rambut Jaejoong. Jaejoong mendongakan kepalanya.



"Ehhmmm?", sautnya singkat. Yunho menggenggam tangan Jaejoong.



"Ayo ke kantin. Ingatkah Seulgi menunggu kita.", ajak Yunho santai. Jaejoong terkekeh, saat tangannya ditarik oleh Yunho ke kantin, sudah lama tidak seperti ini, ia merindukannya. Sampai berhadapan dengan seorang gadis.



"Oppa.", Seulgi memicingkan matanya tidak mengerti ada apa ini. Yunho tersenyum.



"Kami berteman.", ucap Yunho yang sudah mengetahui maksud Seulgi.



"Hei.", sapa Jaejoong. Seulgi menyipitkan matanya. Gadis yang menyakiti kakaknya, berarti musuhnya.



"Ada yang lebih sopan dari kata Hei. Mungkin Annyeong haseyo.", ketus Seulgi. Yunho terkekeh dan mengacak rambut Seulgi.



"Oppa.", rengek Seulgi karena dipojokkan. Pria itu mencubit hidung Seulgi.



"Kenalkan temanku. Jaejoong.", ucap Yunho mengabaikan rengekan Seulgi. Jaejoong menatap Yunho dari samping. Kenapa itu terdengar menyakitkan. Teman? Dengan nada bicara yang santai.



"Bae Seul Gi imnida.", Seulgi mengulurkan tangannya walau masih sedikit terpaksa. Tidak ada sambutan. Yunho menoleh ke arah Jaejoong.



"Jae?", tegur Yunho menepuk pipi Jaejoong pelan. Gadis itu tersadar dari keterpakuaannya.



"Ahh. I..ya!", kacaunya. Gadis aneh. Yunho terkekeh.



"Seulgi mengulurkan tangannya padamu.", beritahu Yunho menunjuk ke arah tangan Seulgi. Jaejoong menepuk keningnya.



"Ah Mianhae. Aku tadi tidak konsen.", sesal Jaejoong, ia cepat meraih tangan Seulgi dan dijabatnya.



"Kim Jaejoong imnida.", katanya sambil tersenyum. Seulgi menarik tangannya dan tersenyum kecil. Jaejoong menutup matanya, menekan sedikit dadanya. Ia hanya mencoba menghilangkan sesuatu yang sakit. Yunho tersenyum, ia tahu ada apa dengan Jaejoong.





.....



Heechul mendatangi Hangeng di kamar. Ini kesempatan, berhubung Mrs. Tan sedang pergi sebentar ke minimarket tidak jauh dari Apartment. Karena Mrs. Tan tidak membiarkan Heechul dan Hangeng hanya berdua. Padahal kan sudah ada bayi, dan mereka sepasang kekasih jadi kenapa masih tidak boleh berdua. Paling tidak itu yang dipikirkan Heechul. Lagipula ada yang ingin ia tanyakan pada Hangeng.



"Dasar gadis nakal.", ledek Hangeng yang mendapati Heechul tiba-tiba memeluknya dari belakang. Ia sudah tahu kalau Chullie menggunakan kesempatan yang ada. Heechul terkekeh geli.



"Aku tidak nakal tahu.", ngeyel Heechul manja. Hangeng mengusap puncak kepala Heechul. Diam hanya diam. Yang ada hanya Heechul yang berpindah memeluk Hangeng dari depan. Ia rindu Hangengnya, padahal baru empat hari tidak memeluk. Dasar Heechul. Betapa besarkah cintanya?



"Han, bolehkah aku bertanya?", tanya Heechul mendongakkan kepalanya.



"Apa?", tanya balik Hangeng. Heechul tersenyum.



"Kenapa kau berkata pada mama bayi ini anak kandungmu? Mengapa tidak jujur saja.", tuntut Heechul. Hangeng tersenyum dan membelai rambut Heechul.



"Aku sudah jujur. Jadi jangan katakan dia bukan anak kandungku lagi. Kau ingat bukan? Kalau aku ini appanya? Dia bayiku, darah dagingku.", ucap Hangeng. Sudah ia tekankan berulang kali kalau ini anaknya, darah dagingnya. Tapi kenapa lagi-lagi Heechul menyangsikannya.



"Han kau marah padaku?", takut Heechul dengan tatapan menyesalnya. Hangeng menggelengkan kepalanya. "Tapi maksudku. Ehmm. Aku hanya. Ehmm. Maksudku bagaimana kau bisa beralasan seperti. Ehmmm. Tidak dapat menahan nafsu. Ehmm. Bahkan melakukan itu saja kita tidak pernah. Ehmm. Apakah tidak berlebihan?", Heechul gugup, ia menggaruk belakang kepalanya. Mendengarnya juga, membuat Hangeng menjadi salah tingkah.



"Soal itu. Ah anggap saja seperti itu.", malu Hangeng dengan wajah memerah. Heechul menundukan wajahnya, menyandarkan kepala dan telapak tangannya di dada Hangeng.



"Ehmmm. Bagaimana kalau kita melakukannya. Ehmmm. Agar nyata. Tidak berbohong. Ehmmm. Maksudku. Kita melakukannya sekarang. Apakah kau mau?", tanya Heechul, dia malu dan gugup terlihat dari tangannya yang bergerak di dada Hangeng sebagai cara ia menekan perasaannya. Ajakan ini bukan karena ia tidak bisa menahan nafsunya, hanya saja ia ingin melakukannya dengan pria yang ia cintai itu.



"Chullie. Sepertinya. Ehmmm. Nanti saja. Tidak apa kan?", tolak Hangeng yang juga tak kalah gugup. Heechul mengangkat wajahnya, menatap kecewa pada Hangeng.



"Kau tidak mau ya? Tidak apa.", Heechul tersenyum kecil, ia menjauh sedikit dari Hangeng. Hangeng mengerti rasa kecewa Heechul. Tapi?



"Aku ingin menyentuhmu, saat kau telah menjadi istriku dan anak kita lahir.", jelas Hangeng dan lagì-lagi Heechul merasa terbuai dengan kata-kata Hangeng, ia tersenyum kembali. Kata-kata manis. Seakan hidupnya sudah lengkap sekarang.



"Tapi apakah orangtuamu akan merestui kita menikah? Sepertinya mama tidak menyukai aku.", adu Heechul yang kembali mendekap Hangeng.*dasar chulchul*



"Berusaha dapatkan hati mama. Bisakah Chullie? Dia menyukaimu. Hanya saja butuh waktu. Buktinya dia masih mau memarahimu, tandanya ia menyukaimu. Kalau tidak ia akan mendiamkanmu. Mamaku galak, kalau kau tidak menuruti kata-katanya.", pinta Hangeng sekaligus bergurau pada Heechul untuk membuat santai. Heechul mengangguk-angukan kepalanya di dada Hangeng.



"Ne. Ehmm. Tapi, haruskah setiap malam aku tidur tanpa memelukmu.", rengek Heechul seperti anak kecil.



"Hmm.", gumam Hangeng sambil menggangguk. Heechul berdecak kesal.



"Ck. Kalau baby rindu appa bagaimana?", ngeyel Heechul mencuatkan bibirnya. Hangeng terkekeh melepaskan pelukannya, menunduk mensejajarkan pada perut Heechul.



"Baby, bukankah kita akan bertemu setiap hari. Apakah masih akan merindukan appa seperti kata umma?", tanyanya sekaligus menyindir Hèechul. Ia letakkan telinganya di perut Heechul.



"Kata baby tidak rindu.", bisik Hangeng sambil tertawa. Heechul mencuatkan bibirnya semakin menjadi-jadi. Memang bukan si bayi, tapi ibunya yang manja itu yang selalu rindu setiap detiknya. Sangat lucu. Gadis angkuh tidak terlihat lagi. Dia selalu bilang akan berubah jika sudah menemukan orang yang dicintainya. Dan sekarang, terlihat perubahannya. Hal yang bagus bukan?



"Hangeng. Kau jahat menggodaku.", kesal Heechul menghentakan kakinya. Hangeng lagi-lagi terkekeh.



"Tadi kata baby umma yang rindu bukan baby.", goda Hangeng lebih-lebih. Heechul menggembungkan pipinya dan masuk kamarnya dengan kesal. Sementara Hangeng hanya tertawa akan tingkah gadis manisnya itu.





.....



Minho tersenyum, ia sudah memutuskan untuk berhenti dari kebodohannya. Hah! Ia tidak boleh kalah dari gadis manja itu. Berpikir ternyata gadis yang manja itu lebih jujur akan perasaannya. Dan itu lebih baik daripada ia yang tidak mau mengakui perasaannya. Bukan tidak mau tapi sulit.



Mengintip dibalik pintu kelas Taemin, bel pulang sudah berbunyi dan nyatanya Taemin masih sibuk merapihkan buku-bukunya. Tidak hanya Taemin, masih ada beberapa murid lain. Tidak sengaja pandangan Taemin bertemu dengan sosok itu. Minho melambaikan tangannya. Sedangkan Taemin malah sibuk mengerjapkan matanya. Apa benar yang ia lihat? Taemin buru-buru mengenakan tasnya dan berlari menghampiri.



"Oppa?", gumamnya lucu karena ia tak yakin di hadapannya adalah Minho. Wajahnya imut sekali.



"Apa gadis kecil?", gurau Minho mengacak-acak rambut Taemin. Taemin tersenyum. Ini benar Minhonya.



"Oppa. Aku sudah besar.", protes Taemin, mencuatkan bibirnya. Minho terkekeh, ia lupa Taemin tidak suka dibilang gadis kecil.



"Ne sudah besar. Hehe. Mau makan ice cream?", tawar Minho mengulurkan tangannya. Taemin mengangguk.



"Oppa tidak marah lagi ya?", tanya Taemin polos saat menyambut tangan Minho, mengayunkan tangan mereka seperti anak kecil berjalan ke lahan parkir.



"Aku rindu. Kau tahu, aku rindu si manja itu merengek sampai membuatku kesal. Aku rindu si manja itu cerewet setiap waktu. Dan aku rindu merayunya agar tidak menangis lagi dengan mengajaknya makan ice cream. Hehe.", gurau Minho di dalam mobil yang sedetik kemudian langsung melesatkan mobilnya. Taemin mengerjapkan mata. Tadi apa yang Minho katakan? Ia tidak mengerti. Tapi sedetik kemudian.



"Oppa yang oppa bilang manja itu aku?", tanya Taemin penasaran. Dasar gadis polos, sangat polos. Minho terkekeh tidak dapat menahan geli.



"Bukan. Maksudku chagiyaku yang lucu dan cantik.", goda Minho menyeringai. Taemin mundur dari duduknya sekarang. 'Chagiya'? Minho sudah punya kekasihkah?



"Oh begitu. Aku kira itu aku. Tadinya aku senang oppa rindu padaku. Tapi ternyata bukan untukku.", lirih Taemin. Sangat menyedihkan sekali nasib percintaannya. Minho tersenyum dan hanya diam. Akan ada waktunya sebentar lagi untuk menjelaskan pada Taemin.



"Sampai. Ayo turun.", ajak Minho saat sudah sampai di depan kedai ice cream. Taemin mengangguk kecil dan turun dari mobil. Hatinya masih sedih.



Kedai ìce cream favorit mereka, selesai memesan tinggal menunggu. "Tae, ingat tempat ini?", tanya Minho pelan. Taemin cepat mengangguk.



"Kita selalu makan ìce cream disini.", jawab Taemin singkat. Segan untuk berbicara lebih banyak lagi. Minho tersenyum penuh arti.



"Saat-saat itu kau adalah chagiyaku yang lucu dan cantik.", bisik Minho sambil mengedipkan sebelah matanya. Taemin memiringkan kepalanya, mencerna perkataan Minho dan Bingo! Ia mengerti.



"Jadi benar si manja itu aku?", Taemin memasang wajah penasaran.



"Ne it's you chagi. Mau jadi chagiku yang lucu dan cantik lagi?", tanya Minho penuh harap. Apakah ini benar? Taemin tersenyum senang.



"Benar aku lucu dan cantik oppa?", wajah Taemin memerah malu. Minho mengangguk. Kenapa gadisnya itu banyak bertanya. Bukankah hanya tinggal menjawab. Ia sudah tidak sabar.



"Jadi kekasih oppa lagi?", tanya Taemin yang begitu senang. Lagi-lagi Minho mengangguk.



"Mauuu.", teriak Taemin mantap. Minho menutup wajahnya. Aish, dia malu Taemin berteriak seperti itu. Tapi. Hei. Menerima apa adanya bukan masalah bukan? Bukankah Taemin dulu pernah berusaha menjadi yang ia inginkan, walau hasilnya hanya 10%. Ia memperlihatkan lagi wajahnya. Dia juga senang seperti Taemin, tapi tetap berlagak cool. Khas Minho.



"Dasar gadis aneh.", ledek Minho. Taemin mengerucutkan bibirnya. Kenapa diledek lagi.



"Oppa meledekku lagi.", kesal Taemin menghentakkan kakinya. Minho terkekeh gemas.



"Kalau marah, tidak jadi makan ìce cream.", kecam Minho bergurau. Taemin menghentakan kakinya kini lebih keras.



"Oppa pelit. Yasudah aku beli sendiri. Week.", kesal Taemin menjulurkan lidahnya. Minho mengacak rambut Taemin sayang.



"Chagi, chagi.", gemasnya dan memeluk Taemin. Blush. Wajah Taemin memanas. Sudah lama tidak dipeluk Minho. Dan ia rindu ini teramat sangat.





.....



"Babyku.", Kibum memeluk Jinki dari belakang dengan tiba-tiba. Jinki tersentak, ia menggaruk belakang kepalanya. Bagaimana tidak jika semua mata mengarah kepada mereka.



"Beibi, ini semua melihat kita.", malu Jinki yang berusaha melepaskan tangan Kibum dari perutnya. Jinki berbalik dan mendapati bibir Kibum yang mencuat.



"Baby kan sudah janji tidak membuat Key sedih.", ucap Kibum manja. Jinki menggaruk kepalanya. Kalau begini apa yang harus ia lakukan?



"Ne. Tapi kan?", Jinki jadi serba salah. Kibum menghentakkan kakinya dan berjalan mendahului Jinki.



"Mwo? Beibi marah.", takut Jinki. Kibum menggeleng, mengelak dari perasaannya.



"Babynya tidak mau memelukku. Huhu.", pura-pura sedih Kibum. Jinki akhirnya memeluk Kibum.



"Tidak kata siapa? Ini aku peluk.", gurau Jinki memamerkan senyuman bodoh yang pernah ada.



"Terpaksa. Sudah aku mau pulang.", marah Kibum melepas pelukan Jinki dan berjalan lagi. Merasa tertinggal, Jinki berjalan cepat dan membentangkan tangannya di hadapan Kibum.



"Beibi jangan marah. Ne.", bujuk Jinki, wajahnya benar-benar memohon. Kibum membuang wajahnya. Jinki memasang wajah memelasnya kali ini. Ada yang lucu, dulu Kibum takut sekali kalau Jinki marah. Sekarang berkebalikan, tidak ada yang paling menakutkan untuk Jinki, kalau sampai Kibum marah.



"Janji menuruti semua keinginanku.", tekan Kibum menyorot mata Jinki tajam dengan mata kucingnya. Jinki mengangguk-anggukan kepalanya seperti anak anjing.



"Janji jangan bikin Key sedih lagi.", sekali lagi Kibum menguji. Jinki mengangguk lagi. Kibum tersenyum dan mengapit lengan Jinki. Selesai dan Jinki dapat bernafas lega.



"Baby, aku boleh pergikah dengan teman-temanku besok?", tanya Kibum yang menyandarkan kepalanya di bahu Jinki sepanjang perjalanan mereka ke lahan parkir. Jinki menggigit bibir bawahnya.



"Apakah ada namjanya?", tanya Jinki hati-hati. Kibum mengangguk kecil.



"Banyak. Apa boleh?", tanya Kibum mengharap. Jinki cemburu, dikatupkan rahangnya erat-erat.



'Yaa Lee Jinki kau harus percaya padanya.', tekan batin Jinki. Hah. Memang dalam hubungan ini hanyalah kurang kepercayaan bukan?



"Ne. Boleh.", ucap Jinki pada akhirnya walau masih terpaksa. Bukankah dia sudah janji untuk berubah.



"Benarkah? Hehe. Gomawo. Baby.", senang Kibum, ia memeluk erat Jinkinya. Jinki tersenyum kecil. Kibum menggerakan kepalanya di dada Jinki. Ada senyum bahagia tapi sedikit ada yang berbeda.



"Tapi bolehkah aku pinta. Jangan pulang malam-malam ya. Terus kau selalu harus mengabariku. Dan tidak boleh macam-macam.", pesan Jinki dengan wajah sendu. Tetap saja perubahan itu biasa terjalani perlahan, tidak langsung bukan? Kibum tersenyum. Kali ini senyum bahagia dengan tidak ada lagi yang berbeda. Ini senyuman seorang Kim Kibum. Ia senang mendengar pesan Jinki. Mau bagaimanapun, Jinkinya adalah pria dengan tipe pecemburu berat. Dan Kibum suka itu. Jadi kalau itu hilang, Kibum tidak tahu lagi siapa yang ada dalam pelukannya.



"Aku janji.", saut Kibum. Jinki mencubit pipi tirus Kibum gemas.



"Appo.", eluh Kibum dengan manjanya. Jinki tertawa geli.



"Aku gemas. Biar pipimu gendut.", ledek Jinki dengan senyum lebar. Kibum menyipitkan matanya.



"Tidak mau. Aku tidak mau punya pipi gendut kaya baby. Week.", ledek Kibum balik. Jinki memasang wajah marahnya.



"O.O baby marah. Kabur.", gurau Kibum yang berlari. Jinki terkekeh kecil lalu mengejar Kibum yang terus menjulurkan lidahnya. Pasangan lucu bukan?





.....



Siwon membelai wajah Jaejoong, mengais poni-poni gadis itu yang berjatuhan. Jaejoong mengangkat sebelah alisnya saat Siwon tersenyum menatap wajahnya. Bukan tatapan Siwon biasanya.



"Hei kau kenapa?", heran Jaejoong yang akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. Siwon menggelengkan kepalanya.



"Cantik. Gadisku cantik.", puji Siwon sambil tersenyum menyusuri batang hidung Jaejoong dengan telunjuknya. "Apakah kau senang chagi?", tanya Siwon. Mereka sedang piknik sejak dua jam yang lalu, di sebuah bukit sunyi namun asri dan indah. Pagi-pagi sekali, tanpa pemberitahuan Siwon datang ke rumah Jaejoong, memaksa Jaejoong untuk piknik. Semuanya sudah di siapkan Siwon. Makanan, tikar, minuman, lengkap. Dan sulit untuk dipercaya oleh sang gadis. Jaejoong menunjuk hidung bangir Siwon dan dikecupnya.



"Senang. Tadinya aku pikir kau akan menculikku.", gurau Jaejoong sambil tersenyum lebar. Siwon terkekeh.



"Tadinya memang aku ingin menculikmu. Tapi ternyata tidak bisa.", ucap Siwon ada makna penuh arti dalam kalimat itu. Jaejoong mengerucutkan bibirnya.



"Maksudmu apa?", heran Jaejoong yang tidak mengerti. Siwon menggeleng, dan malah mengecup bibir Jaejoong.



"Aku hanya bergurau.", ucap Siwon kembali mengecup bibir Jaejoong lagi.



"Kau genit.", ledek Jaejoong mencubit kecil perut Siwon. Kembali dikecup oleh bibir Siwon.



"Uhmmm. Tidak peduli.", ngeyel Siwon yang kini mencoba menguasai bibir Jaejoong. Bola mata Jaejoong mengarah ke bawah, membiarkan Siwon mendapati bibirnya walau tanpa balasan darinya. Rasanya ada yang aneh. Ia tahu alasan pastinya. Tapi tidak untuk menyakiti kedua kalinya.



Jaejoong mengusap wajah Siwon. Ada yang aneh pada pria ini, sejak pagi.



"Waeyo Wonnie? Pagi ini kau aneh sekali.", tanya Jaejoong memberi perhatian. Bukankah itu yang Yunho nasehati padanya. Siwon menggeleng, menyandarkan kepalanya di bahu Jaejoong.



"Aniyo. Pagi ini, aku hanya ingin bersamamu saja.", ucap Siwon manja. Jaejoong menutup matanya. Ini bukan Siwon, dia bukanlah tipe pria yang dapat bermanja-manjaan walau pada orangtua atau kekasihnya sendiri. Untuk Jaejoong, bahkan seperti mendapati Yunho di hadapannya. Ia tersenyum, lagi-lagi mengingat Yunho. Wajahnya merona merah.





-Flashback-



"Bunny jangan dekat-dekat.", galak Jaejoong mendorong tubuh Yunho yang tidak mau sedikitpun berjarak dengannya. Duduk di bawah pohon taman belakang kampus. Sangat menyejukkan. Yunho mencuatkan bibirnya.



"Ah biar, aku kan hanya mau dekat-dekat denganmu.", ngeyel Yunho yang menyenderkan kepalanya lagi di pundak Jaejoong.



"Manja sekali.", ledek Jaejoong yang jadi geli sendiri. Ia mencubit hidung Yunho. Yunho terkekeh kecil.



"Kalau denganmu aku selalu ingin manja. Hehe. Dan agar mereka tahu gadis ini milikku. Jadi tidak ada yang boleh mengambilnya.", ucap Yunho pelan sambil memejamkan matanya. Jaejoong tersenyum.



"Benarkah? Kalau ada yang mengambil?", goda Jaejoong menggerakan bahunya. Yunho mendongak dan memasang wajah memelasnya.



"Tidak boleh honey. Kau kan milikku.", manja Yunho mencuatkan bibirnya lagi. Jaejoong tertawa keras bukan main.



"Kau seperti anak kecil bunny.", ledek Jaejoong. Yunho tersenyum. Ia mengacak rambut Jaejoong penuh sayang.



"Aku senang, karena dengan tingkahku tadi kau tertawa bukan? Itu indah Honeyku sayang.", ujar Yunho mencubit pipi Jaejoong. Jaejoong mengangguk dan memeluk Yunho. Kata-kata yang manis.



"Anak kecil yang pintar merayu. Dasar.", sindir Jaejoong bergurau. Yunho terkekeh. 'Apapun untuk Jaejoong'





-End of Flashback-





"Chagi?", Siwon menyenggol bahu Jaejoong. Jaejoong segera tersadar dari lamunannya.



"Apa?", jawab Jaejoong. Siwon menggeleng.



"Ani. Tapi sejak tadi aku panggil diam saja.", protes Siwon yang wajahnya entah kenapa mulai berubah. Jaejoong mengatupkan kedua tangannya.



"Hehe. Mian Wonnie.", sesal Jaejoong. Gadis ini mulai tahu kapan harus meminta maaf. Dan itu berkat siapa? Siapa lagi kalau bukan karena pria itu.



"Matahari mulai terik. Kita pulang ya. Kau mau?", tawar Siwon lembut. Jaejoong mengangguk.



"Oke.", ucap Jaejoong cepat. Mereka merapihkan peralatan piknik mereka dan pulang. Entah kenapa Jaejoong senang sekali.





.....



Kyuhyun mengintip dari balik tembok besar yang membatasi ruang tamu dengan lorong menuju perpustakaan. Saat ini Changmin sedang dipertemukan dengan anak gadis dari keluarga Kim, dan itu membuat Kyuhyun penasaran. Ternyata seorang gadis yang cantik, pintar dan juga terlihat anggun. Kyuhyun menyentuh wajahnya, ia merasa jauh dari kata cantik. Untuk pintar? Memang tidaki akan ada yang mengujinya lagi. Tapi untuk anggun? Kyuhyun melirik tubuhnya dari kaca pada pintu*bukan cermin* yang ada di depannya. Hanya ada gadis dengan rambut hitamnya dikuncir satu yang hanya mengenakan kaos putih polos, celana panjang dan sepasang sendal slip. Ia kembali merasa rendah diri. Tidak pantas bersaing dengan tuan putri yang cantik dan berkelas itu. Wajahnya sendu, ditambah Changmin yang merekah senyuman di antara para kelas atas itu. Huft.



"Bolehkah aku permisi sebentar.", ijin Changmin sopan. Pria ini berhasil menangkap sosok Kyuhyun disana yang sedang mengintip.



"Ah silahkan.", ucap Mr. Kim dengan sopan. Changmin menundukan sedikit tubuhnya dan pamit dari sana, menghampiri Kyuhyun yang terkejut akan kedatangan Changmin dan buru-buru saja ia pergi. Ketahuan sama dengan memalukan.



"Hei kau mau kemana? Mengintipku lalu mau lari?", sindir Changmin dengan nada yang tidak terlalu keras namun mampu di dengar Kyuhyun. Kyuhyun menggaruk tengkuk belakangnya.



"Tidak ada yang mengintip.", elak Kyuhyun, walau sudah tertangkap basah. Changmin terkekeh.



"Yasudah kalau begitu.", goda Changmin yang kemudian berlalu pergi hendak kembali ke ruang tamu, tapi ditahan Kyuhyun.



"Apa?", tanya Changmin galak. Kyuhyun memajukan bibirnya.



"Yang namanya Kibum cantik ya?", sindir Kyuhyun dengan wajah ditekuk banyak. Changmin mengangkat alisnya.



"Memang. Terus kenapa?", ketus Changmin. Kyuhyun memutar bola matanya.



"Apa kau menyukainya?", tanya Kyuhyun takut-takut. Changmin tersenyum licik.



"Iya atau tidak apa urusanmu? Tapi aku rasa iya.", ketus Changmin. Dia masih berpura-pura marah. Kyuhyun menghentakan kakinya, cemburu.



"Tidak boleh. Tidak. Tidak.", larang Kyuhyun galak. Changmin melipat kedua tangannya di dada.



"Wae?", tantang Changmin dengan tatapan meremehkan. Kyuhyun menundukan kepalanya.



"Hanya boleh suka padaku.", malu Kyuhyun wajahnya memerah seperti tomat. Changmin terkekeh, gadis ini mengeluarkan perasaannya. Dan itulah kekuatan besar untuknya. Ia percaya itu.



"Cemburu.", goda Changmin menyenggol bahu Kyuhyun. Kyuhyun mengangguk.



"Iya aku cemburu. Takut kau suka padanya. Dia kan cantik, anggun lagi. Jauh denganku. Nanti kau tidak suka lagi padaku.", bicara Kyuhyun manja. Changmin senang, pria ini bahagia mendengarnya.



"Aku kira mau menyerah.", bisik Changmin menyindir kembali. Kyuhyun menggeleng. Ia ingat kata-kata Changmin padanya, dan itu akan jadi kekuatannya.



"Aniya. Kau milikku. Jadi aku melarangmu untuk menyukai orang lain. Hanya aku. Pokoknya tidak boleh. Ingat itu.", kecam Kyuhyun galak. Changmin mengangguk dan berdiri tegap sikap sempurna.



"Siap laksanakan cantik.", ucapnya lantang seperti para wajib militer. Kyuhyun memukul lengan Changmin.



"Sudah sana. Sana. Tolak perjodohannya.", usir Kyuhyun galak. Changmin menggeleng.



"Bagaimana kalau kita menolaknya berdua.", tawar Changmin menawarkan tangannya untuk digapai. Kyuhyun memutar bola matanya, memikirkannya, haruskah berdua? Ia belum ada persiapan untuk itu.



"Kyuku lama. Baiklah aku tolak sendiri saja. Hehe. Aku milikmu kan. Asik.", Changmin berlari meninggalkan Kyuhyun dengan hati yang riang. Hanya itu yang dibutuhkan Changmin, tidak ada yang lain.





"Darimana Minnie?", tanya Mrs. Shim. Changmin tersenyum manis.



"Kamar mandi umma.", jawab Changmin pelan. Mrs. Shim menganggukan kepalanya.



"Jadi bagaimana soal perjodohan ini?", tanya Mr. Kim menaikkan sebelah alisnya. Raut wajah Kibum sendu. Ia menatap Changmin untuk menolak ini semua.



"Aku minta maaf ajjhusi. Sepertinya aku menolak perjodohan ini. Aku minta maaf.", potong Changmin saat Mrs. Shim baru akan membuka mulutnya. Ada kelegaan pada wajah Kibum dan satu orang gadis lagi disana. Gadis yang mengintip. Gadis yang berdebar tak karuan akibat ini. Ada yang aneh. Mrs. Shim tampak biasa saja ditambah wajah Mr. Kim dan sang istri yang tidak menuntut kekecewaan. Mengapa?





.....



Junsu menangis. Lagi dan lagi. Malang nasib gadis ini. Kenapa tidak boleh ia membenci pria itu? Bukankah pria itu sudah menghancurkannya? Hah? Kenapa?



"Aku benci Yoochun. Benci.", umpatnya keras. Hatinya sudah teramat sakit. Tapi tak dapat dipungkiri ia memang mencintainya, sakit hati mendapati Yoochun benar-benar seperti orang asing. Cemburu, melihat mantan kekasihnya itu bersama seorang gadis.





-Flashback-



Junsu keluar kelas, tadinya ia tertawa tapi sekejap tubuhnya menjadi kaku saat melihat ada seorang gadis di samping Yoochun. Keduanya berjalan begitu saja melewatinya. Hatinya tidak karuan. Sangat membenci. Bukan pada Yoochun, tapi dirinya sendiri. Hah.



-End of Flashback-





"Chunnie saranghae.", lirih Junsu memeluk böneka lumba-lumbanya. Akhirnya ia memahami sendiri perasaannya yang lebih dalam antara benci dan cinta.



Diluar sana di dalam sebuah mobil sport berwarna merah. Pria bernama Yoochun hanya berani menatap jendela kamar seorang gadis. Menyedihkan. Kenapa begitu pengecut. Bukannya mudah? Menarik Junsu, memenjaranya, menatap matanya, dan katakan dengan ketulusan. Kenapa tidak bisa? Kehendak Junsu sudah menjadi perintah mati. Dan dia hanya dapat menyembunyikan perasaannya sendiri. Tatapan Junsu siang itu mengapa membuatnya seperti membuat kesalahan lagi pada gadis itu.





-Flashback-



Yoochun tidak tahu harus bagaimana sikapnya saat harus melewati Junsu yang terdiam di depan kelasnya. Berhasil. Tapi ia langsung memejamkan matanya. Tatapan tadi kenapa membuatnya menyesal. Ia menoleh ke belakang dan segera lagì berbalik. Tidak sanggup berpapasan mata dengan Junsu yang tidak sengaja karena Junsu juga tak bisa lepas dari sosok itu. Jantungnya berdebar. Bukan karena gadis disampingnya yang hanyalah teman satu kelasnya. Tapi karena tatapan itu. Mengapa begitu sedih?



-End of Flashback-





"Kenapa tidak boleh ada lagi kesempatan untukku Su? Aku benar-benar mencintaimu.", lirih Yoochun seakan-akan Junsu di hadapannya. Kenapa harus bertanya lagi? Bukankah pria ini sudah berikrar pada dirinya untuk memahami Junsu sepenuhnya. Tidak seperti dulu, kesalahan fatal yang pernah ada.





.....





TBC

No comments:

Post a Comment