Sunday, March 13, 2011

Fan Fiction.. Story.. Part 3.. YAOI

Title: Story



Author: Anka 'bubu'



Lenght; 3 of ?



Cast:



- Kim Jaejoong (Female)



- Jung Yunho



- Kim Heechul (Female)



- Hangeng



- Kim Junsu (Female)



- Park Yoochun



- Cho Kyuhyun (Female)



- Shim Changmin



- Kim Ki Bum (Female)



- Lee Jin ki



- Lee Taemin (Female)



- Choi Minho







cekidot.



.................................................................







Pekerjaan Kibum saat ini hanya terus memandang lurus ke depan, bukan dosen yang ia perhatikan tapi papan tulis yang terdapat wajah Lee Jinki, lebih tepatnya bayangan Jinki yang tercipta dari lamunan seorang Kim Kibum. Entah mengapa, akhir-akhir ini Kibum selalu mengingat Jinki. Ia tersenyum membayangkan wajah disana tengah merengut. Sepertinya gadis ini, benar-benar sedang jatuh cinta.



"Ssstt.", panggil teman sebelah Kibum. Kibum yang masih asik sendiri tidak menyadari.



"Kim Ki Bum. Ssst.", bisiknya sekali lagi. Karena kesal ia lempar gumpalan kertas, dan tepat mengenai kepala Kibum, tapi cara itu berhasil membangunkan Kibum dari lamunanya.



"Aish Jaejin(female).", kesal Kibum yang merasa kesenangannya terganggu.



"Hehe. Aku dan teman satu kelas mau menginap di cottageku di Jeju, Sabtu besok. Kau mau ikut tidak?", tanya Jaejin. Kibum sepertinya sangat tertarik. Terang saja liburan dengan teman satu kelas, akan benar-benar menyenangkan pastinya.



"Benarkah? Oke. Aku ikut. Pasti akan seru.", senangnya yang menggebu. Jaejin mengacungkan kedua ibu jarinya.



"Baguslah. Berarti semua ikut. Sudah jangan melamun saja.", gurau Jaejin menggoda Kibum. Kibum menjulurkan lidahnya malu sebenarnya.



"Uh mengganggu kesenanganku saja.", pura-pura marah Kibum namun setelah itu mereka diam. Karena dosen mereka kini tengah berdiri dihadapan keduanya. Mereka hanya bisa tersenyum lebar karenanya. Ketahuan mengobrol oleh dosen adalah hal memalukan bagi mereka. Hehe.



.....



"Oppa.", panggil Taemin. Minho menengok sekilas. Lalu kembali menyeruput minumnya.



"Wae?", tanya Minho singkat. Taemin menggembungkan pipinya, lagi-lagi bersikap tak acuh. Tapi dia membuang nafasnya.



"Oppa, apakah aku gadis yang menyebalkan?", tanya Taemin dengan wajah memelasnya. Ia serius bertanya seperti ini.



"Tidak.", jawab Minho singkat. Taemin memiringkan kepalanya, mencari wajah Minho. Tapi tiba-tiba.



"Bohong. Teman-temanku bilang aku sangat menyebalkan.", cecar Taemin tidak percaya. Minho membuang nafasnya, ia ketahuan berbohong.



"Sebenarnya kau memang menyebalkan jagiya.", kata Minho dengan nada yang pelan, bermaksud tidak membuat Taemin sedih.



"Benarkah oppa?", tanya Taemin berharap kalau itu tidak benar. Minho mengangguk-angguk kecil.



"Kau sangat menyebalkan.", jelas Minho selebihnya. Taemin mengerucutkan bibirnya. Air matanya menetes.



"Memangnya aku semenyebalkan itukah? Sampai Oppa juga menganggapku sangat menyebalkan. Oppa jahat.", kesal Taemin yang berlari meninggalkan Minho sendiri di kantin. Kekasihnya sendiri menganggapnya sangat menyebalkan. Oh tuhan. Minho mengecilkan matanya, ia heran pada kekasihnya itu. Dibilang tidak menyebalkan, marah. Dibilang menyebalkan, juga marah. Sebenarnya apa yang mau di dengar Taemin.



"Gadis aneh.", gumam Minho yang tidak peduli. Ia kembali menyantap makan siangnya.



Di lain sisi Taemin terus saja mengeluh, dia kesal bukan main. "Oppa yang menyebalkan. Kesal. Kesal. Heuh.", gerutu Taemin. Ia memajukan bibirnya. Pokoknya dia sudah menetapkan hati. Kalau ia benar-benar kesal pada Minhonya itu.



.....





"Yunho oppa.", teriak Kibum memanggil Yunho yang baru saja masuk kantin. Yunho tersenyum, dan segera menghampiri kelima gadis cantik itu. Tapi pandangan tidak senang, ia dan Jaejoong pancarkan ketika keduanya tidak sengaja saling tatap. Ada yang aneh, dan itu disadari benar oleh Heechul. Ia perhatikan gerak-gerik Yunho yang tidak seperti biasanya. Tidak ada kecupan, pelukan, bahkan sekedar senyuman manis untuk Jaejoong.



"Oppa ayo duduk.", suruh Kibum seperti biasa, dimana Yunho duduk di samping Jaejoong, berada di antara gadis-gadis. Sayangnya Kibum tidak tau telah terjadi sesuatu.



"Aniya. Aku tidak enak disini.", tolak Yunho lembut. Sedangkan Jaejoong hanya sibuk dengan mengaduk-aduk minuman di hadapannya. Ia tidak mau memandang Yunho. "Aku kesana dulu ya. Annyeong.", pamit Yunho yang segera meninggalkan mereka. Terasa sakit jika harus berlama-lama disana.



Jelas saja, Heechul langsung menatap tajam Jaejoong. "Ada yang harus kau cerita.", tekan Heechul.



"Cerita apa?", pura-pura tidak mengerti Jaejoong. Heechul yang tidak suka bertele-tele, segera memberikan tatapan membunuh pada adiknya itu. Dan detik itu pula, Jaejoong beringsut takut. Ditambah lagi, semua yang walaupun tidak mengerti, turut memandang ke arahnya.



"Aish, iya.", pasrah Jaejoong akhirnya, karena merasa terpojok keadaan. "Aku sudah putus dengannya.", beritahu Jaejoong cepat.



"Mwo?", teriak semuanya tidak percaya. Berita yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.



"Aish, kalian tidak percaya sekali.", kesal Jaejoong akhirnya. Dipaksa untuk bercerita, tapi responnya malah tidak menyenangkan.



"Bukannya kalian baik-baik saja.", heran Kyuhyun angkat bicara. Jaejoong tersenyum masam.



"Seharusnya seperti itu. Tapi aku berselingkuh.", jawab Jaejoong dengan santainya, layaknya tidak ada apa-apa.



"Onnie?", heran Kibum kali ini. Jaejoong menyeruput minumannya.



"Aku bosan. Dua tahun bersamanya, sangat datar. Dia selalu bersikap manis. Jika bertengkar hanya seperti itu, setelah itu dia akan meminta maaf. Menyenangkan, tapi setelahnya akan sangat menjenuhkan.", jelas Jaejoong. Heechul tertawa kecil, menertawakan alasan konyol Jaejoong.



"Haha, alasan yang sangat tidak masuk akal.", remehkan Heechul.



"Kau pasti akan menyesal.", celetuk Junsu memainkan bibirnya imut. Tumben sekali celetukan Junsu tidak terdengar seperti guyonan dan ini sangat tepat sasaran. Jaejoong memicingkan matanya. Jangan mengharapkan, seorang Kim Jaejoong akan menyesal akan tindakannya.



"Tidak akan menyesal, ingat itu. Lagipula kenapa kalian pada repot sih. Masih banyak namja lain di dunia ini. Dan aku masih mempunyai Siwon. Dia tidak kalah tampan dari Yunho. Jadi bukan masalah untukku", ketus Jaejoong menghempaskan punggungnya di sandaran kursi. Ia sudah cukup kesal harus membahas tentang ini.



"Apa? Jadi kau bersama Siwon, sahabat Yunho itu? Kau yang benar saja Jae.", kesal Heechul. Ia benar-benar gemas pada adiknya itu. Ia pikir, di umur Jaejoong yang seperti ini. Sudah bisa berpikir jernih. Nyatanya ego Jaejoong membutakan semua.



"Aish, sudahlah onnie. Yunho saja tidak apa-apa. Apalagi Siwon.", ngeyel Jaejoong. Gadis keras kepala ini, tidak dapat mendengar kata-kata apapun lagi.



"Tapi onnie, memangnya onnie sudah tidak mencintai Yunho oppa lagi?", tanya Kibum, air wajahnya benar-benar kecewa akan ini. Tentu saja, dia begitu dekat dengan Yunho. Jadi rasanya aneh, jika nantinya ia akan merasakan berada di antara Jaejoong dan Yunho.



"Aku rasa tidak.", jawab Jaejoong dengan angkuhnya. "Dan aku tidak yakin apa aku pernah mencintainya. Dan aku rasa tidak.", lanjutnya dengan nada teramat santai. Kibum menepuk keningnya. Pertanyaan yang salah di waktu yang salah. Karena tepat dibelakang Jaejoong, Yunho tengah berdiri. Taukah apa yang sebenarnya ingin dilakukan Yunho sebelumnya? Daritadi ia terus memandang ke arah Jaejoong. Mau bagaimanapun, ia tetap mencintai gadis itu. Ia berpikir semua salahnya, sehingga Jaejoong menduakannya. Ia ingin meminta maaf dan merajuk Jaejoong untuk kembali padanya. Dia akan menuruti semua keinginan Jaejoong, untuk itu. Tapi sayang kata-kata yang keluar dari mulut Jaejoong, berhasil mengurungkan niatnya. Seperti ada pisau yang merobek organ tubuh terpentingnya, hatinya mati dalam sekejap. Kekecewaan sudah sangat membelenggunya. Rahangnya megeras, menahan kekesalannya. Menyadari dua tahun bersama Jaejoong ternyata sia-sia.



"Oppa.", sesal Kibum terpancar dari wajahnya. Yunho menoleh ke arah Kibum dan tersenyum palsu. Jaejoong refleks membalikan tubuhnya, ia terkejut tidak menyangka Yunho akan mendengar perkataannya. Yunho tersenyum pada Jaejoong, lalu membungkukan badannya, mensejajarkan bibirnya dengan telinga Jaejoong. Ia pejamkan matanya.



"Terimakasih untuk dua tahun kemarin.", bisik Yunho. Jaejoong menatap sendu Yunho. Namun, Yunho kembali tersenyum pada Jaejoong, lalu pergi dari sana tanpa pamit. Jaejoong membuang nafasnya berat. Ada yang mengganjal di perasaannya. Tapi entahlah apa itu, dia tidak mengetahuinya. Yang pasti semua benar-benar berakhir. Dan disana Heechul tersenyum. Ia sangat yakin, akan ada penyesalan pertama kali dalam hidup adiknya yang keras kepala itu.





.....





Walaupun Taemin pulang sekolah tetap diantar oleh Minho. Tapi Taemin tidak mau berbicara sedikitpun pada pria itu. Membuat suasana di dalam mobil jadi begitu sunyi. Taemin terus saja memandang keluar jendela, entah apa yang diliat. Yang pasti ia ingin menyingkirkan Minho dari pandangannya. Sedangkan Minho malah fokus menyetir dan bersenandung kecil mengikuti lagu yang terdengar dari tape mobil. Ini membuat Taemin benar-benar kesal pada kekasihnya itu. Dan hal pertama yang ingin ia lakukan sesampainya di rumah adalah menelepon semua 'kakak'nya dan mengadu betapa jahatnya Minho terhadapnya.



"Jagiya, tumben tidak cerewet.", tegur Minho yang pada akhirnya menyadari Taemin diam saja. Tapi Taemin tidak peduli. Minho mengangkat bahunya, sebagai tanda jika ia juga tidak peduli.



"Aku senang kau tidak cerewet. Membuat telingaku lebih jernih.", ledek Minho yang berniat hanya sebagai sebuah guraun. Ia tidak memikirkan itu malah membuat Taemin semakin kesal.



"Jadi selama ini oppa tidak suka mendengar cerita-ceritaku? Jadi aku cerewet?", cecar Taemin ketus. Wajahnya sudah merah padam. Ia marah.



"Terkadang ceritamu tidak penting jagiya. Dan memang kau cerewet. Kapan kau berhenti bicara. Tidak pernah? Aku heran jagi, apa kau tidak lelah?", bicara Minho panjang lebar dan kali ini bukan maksud Minho untuk meledek Taemin. Dia berkata itu santai saja.



"Oppa?", lirihnya. "Kenapa kau jahat sekali. Hikz. Aku membencimu.", tangis Taemin pecah. Minho menghentikan mobilnya. Ia meraih dagu Taemin untuk menghadapnya.



"Aish, kenapa kau malah menangis? Jangan menangis jagiya. Kau jelek kalau menangis seperti itu.", rajuk Minho. Tapi yang ada Taemin semakin meraung keras.



"Aku benci oppa.", raungnya. Minho bingung, akhirnya memeluk Taemin. Ia membelai lembut kepala Taemin.



"Kita beli ice cream ya. Jangan menangis lagi. Kau terlihat seperti gadir yang sangat cengeng. Sudah ya jagi.", rajuk Minho. Ia tidak tau itu semakin membuat menangis Taemin. Kata-kata mengejek yang tidak disadari sama sekali.



"Menyebalkan, cerewet, jelek, cengeng. Oppa kenapa senang sekali menghinaku. Kalau tidak suka jangan terus menghina.", cecar Taemin memukul-mukul dada Minho. Ia sudah sangat kesal. Minho menggaruk kepalanya yang tidak gatal.



"Mianhae. Aish, aku tidak bermaksud. Sudah jangan menangis lagi.", pinta Minho yang sudah kehabisan kata-kata. Taemin menggeleng. Ia mendorong tubuh Minho dan kembali menatap keluar jendela sambil terisak-isak.



"Aish, terserahmulah. Dasar manja.", kesal Minho pada akhirnya. Ia menginjak lagi pedal gasnya. Tidak mau peduli lagi pada Taemin. Hendak menangis atau tidak, bukan urusannya lagi.



.....





Udara yang sejuk ditambah pemandangan sungai Han di depan mata. Benar-benar menjadi sore hari yang begitu indah dan nyaman. Seorang gadis cantik tengah membentangkan tangannya, membiarkan angin menerpa tubuhnya, mencoba menikmati udara segar dengan menghirupnya dalam-dalam.



"Kim Ki Bum, daritadi kau mendiamkanku.", protes Jinki sebal. Kibum menghentikan kegiatannya. Ia berbalik menghadap Jinki yang sedang duduk dengan bibir mencuat lucu.



"Hei baru berapa menit kita sampai disini? Baru dua menit yang lalu baby. Tanpa kata-kata, itu bukan masalah.", kata Kibum membela diri. Jinki menggeleng cepat.



"Aku tidak suka kau diamkan.", kesal Jinki. Kibum tertawa keras melihat wajah kesal Jinki. Ia berlari menghampiri Jinki, duduk di sampingnya. Lalu meletakan kepalanya di pundak pria itu.



"Baru dua menit aku diamkan, sudah marah. Tidak seru.", sindir Kibum sambil tangannya menusuk-nusuk pipi Jinki. Jinki mengerucutkan bibirnya.



"Biarkan saja. Sirik.", tidak mau kalah Jinki, persis seperti anak kecil.



"Hahahaha. Baby kau menggemaskan. Jangan merengut begitu. Payah.", rayu Kibum. Jinki akhirnya tersenyum, ia mengamit jari-jemari Kibum.



"Kau sepertinya senang sekali hari ini. Daritadi terus tertawa.", heran Jinki. Kibum langsung mendongakan wajahnya dan menatap Jinki.



"Memang. Hehe. Sabtu besok, aku dan teman-teman satu kelas mau ke Jeju. Pasti seru. Jadi tidak sabar.", cerita Kibum begitu riang. Jinki memicingkan matanya.



"Apa? Kenapa baru bilang?", tanya galak Jinki. Kibum tersenyum lebar.



"Mianhae baby. Aku baru ingat.", jawab Kibum seadanya.



"Kau ini. Apa ada namjanya?", tanya Jinki lagi. Kibum mengangguk-angguk.



"Pasti adalah babyku sayang.", gemas Kibum. Pertanyaan yang bodoh menurutnya.



"Aniya, kalau begitu kau tidak boleh ikut.", kecam Jinki. Sikap possesifnya kembali muncul.



"Tapi baby. Semua teman satu kelas ikut.", rajuk Kibum. Jinki menggeleng.



"Tidak.", kukuh Jinki. Kibum memasang wajah memelasnya.



"Aku mohon.", pintanya sungguh-sungguh kali ini. Sebelumnya ia tidak pernah memohon, karena ia akan menurut saja.



"Terserahmu. Tapi sekarang, kau pilih mereka apa aku?", ancam Jinki dengan halus. Kibum menunduk, tak pernah terpikirkan Jinki akan bertanya seperti ini.



"Baiklah, aku akan membatalkannya.", mengalah Kibum pada akhirnya. Tapi sebenarnya, ia ingin sekali ikut. Kibum menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, tidak ada keceriaan lagi di wajahnya. Diam dan diam.



"Beib, kau marah padaku?", tanya Jinki khawatir. Kibum menggeleng.



"Aniya. Aku tidak marah padamu.", jawab Kibum dengan senyum yang sangat dipaksakan.



"Mianhae. Aku hanya terlalu menyayangimu.", ucap Jinki dengan memeluk erat Kibum. Kibum mengangguk mengerti walau ada rasa yang sulit di gambarkan.



"Aku tau.", saut Kibum dalam pelukan hangat seorang Lee Jinki.



.....





Hoeeks.Sudah beberapa hari ini, Heechul terus saja muntah-muntah. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Dan memang dia tidak peduli, tapi ada sesuatu yang membuatnya takut, yaitu kekhawatiran Kibum dan sebelum Kibum si cerewet itu mengetahui semuanya dan menjadi terlalu khawatir, ia memutuskan untuk pergi ke dokter.



"Huh, sepertinya masuk angin.", tebak Heechul yang membersihkan mulutnya dengan air. Ia merapihkan dirinya, bercermin dan dirasa sudah pas, langsung saja dia mengambil tasnya dan pergi ke rumah sakit.





Heechul bosan saat harus menunggu dokter untuk mendapatkan hasil labnya. Selang beberapa waktu, tak lama dokter itupun sudah berada di hadapannya.



"Selamat nyonya, anda hamil 5 minggu.", jelas si dokter dengan senyumnya.



Graakk.Terdengar suara gaduh diluar ruang dokter. Sepertinya ada seseorang yang tak sengaja menabrak tempat sampah.



"Chullie hamil.", gumamnya. Ada perasaan sakit mengetahui ini semua.



"Apa hamil?", kaget Heechul. Ia tidak dapat percaya semuanya. Bagaimana bisa? Yang ada dipikirannya sekarang ini. Siapa ayah dari bayinya?



"Ini berita baik bukan?", cecar si dokter. Heechul tersenyum kecil, namun dalam hatinya merasa akan ada masalah baru dalam hidupnya. Ia membuang nafasnya.



"Terimakasih dok. Saya pulang dulu.", kata Heechul sopan. Ia bangkit dan sedikit membungkukan kepalanya. Mengetahui Heechul akan keluar dari ruangan. Seseorang yang mendengarkan pembicaraan mereka dari luar, langsung pergi dari sana, dengan perasaan tidak menentunya.



Heechul perlahan menutup kembali pintu ruangan, ia mendongakan kepalanya lemas. Tapi tunggu matanya tertuju pada seseorang pria yang berjalan cepat.



"Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi dimana ya?", pikirnya. Sepertinya rasa penasaran kini memenuhi otaknya.



"Entahlah.", akhirnya dia menyerah juga. Ia memegang perutnya. Dalam pikirannya. Apa yang harus ia lakukan pada bayi dalam perutnya.



.....





Hari ini dari pagi sampai malam hari, full Junsu habiskan waktunya hanya untuk bersama Yoochun.



"Apa kau senang Su?", tanya Yoochun lembut. Tanpa dijawabpun, wajah sumringah Junsu sudah dapat menjelaskan. Jelas saja, setelah dari taman hiburan, nonton bioskop, dan baru saja mereka makan malam berdua. Gadis riang ini selalu memimpikannya sejak dulu, dan kini semua telah menjadi kenyataan.



"Sangat suka, terimakasih Chunnie.", senang Junsu. Ia kecup pipi Yoochun dengan malu, wajahnya setelah itu begitu merah merona. Terang saja, butuh keberanian penuh untuk melakukan hal seperti itu. Yoochun sempat terkejut, ini untuk pertama kalinya Junsu menciumnya. Ia tersenyum kecil, lubuk hatinya mengatakan sesuatu bahwa ini saatnya.



"Su.", panggil Yoochun mesra. Junsu menoleh cepat.



"Ne Chunnie.", sautnya. Yoochun menatap Junsu dengan tidak wajar. Entah mengapa hasratnya kini begitu menggebu pada gadis polos dihadapannya.



"Kita ke rumahku ya. Aku perkenalkan pada orangtuaku.", ajak Yoochun. Junsu mengerjapkan matanya. Rasa bahagianya tak tertahankan. Benarkah yang ia dengar itu.



"Mwo? Jinjja?", tidak percaya Junsu. Yoochun mengangguk.



"Iya benar. Kau tidak percaya padaku.", bisik Yoochun di telinga Junsu. Junsu sedikit menggeliat.



"Aku mau Chunnie. Mau. Mau. Mau.", riangnya dengan mata yang berbinar-binar. Yoochun tersenyum. Ia mengecup pipi Junsu setelahnya. Bluuss. Sontak wajah Junsu memerah seperti tomat. Yoochun mengacak-acak rambut Junsu dengan gemas, sementara Junsu hanya tersenyum kecil.





....







Kyuhyun terpogoh-pogoh berlari ke kamar Changmin, karena tuan mudanya itu sudah berteriak-teriak memanggil namanya layaknya seorang anak kecil. Sudah sampai di depan pintu, ia segera membuka pintunya dengan cepat.



"Mianhae tuan muda, aku lama soalnya baru sampai rumah.", sesal Kyuhyun yang kehabisan nafasnya. Changmin tertawa kecil melihat Kyuhyun yang kelelahan.



"Kasihan. Sini.", suruh Changmin yang menepuk-nepuk tempat tidur disebelahnya, mengisyaratkan agar Kyuhyun duduk di sampingnya. Kyuhyun menurut, ia duduk disamping Changmin.



"Kau seperti anak kecil teriak-teriak seperti itu.", ledek Kyuhyun. Changmin menggembungkan pipinya.



"Aku kan lapar.", saut Changmin dengan manja. Kyuhyun tertawa keras.



"Hahaha. Ne. Ne. Sekarang ayo makan. Aaaaa.", Kyuhyun menyendok makanan yang ada di hadapannya dan bersiap menyuapi Changmin. Memang selalu seperti ini. Jika Changmin berada di rumah, dia baru akan makan jika di suapi oleh Kyuhyun. Sayangnya ia lebih suka memilih untuk makan di rumah. Ia tidak peduli, walaupun perutnya lapar sekalipun. Dan Kyuhyun sudah terbiasa dengan manjanya Changmin untuk hal seperti ini.



"Ammm. Enak Kyu.", senang Changmin. Ia mengunyah makanan dalam mulutnya.



"Benar-benar seperti anak kecil.", geli Kyuhyun melihat cara makan Changmin. Changmin tersenyum senang.



"Biar saja. Aku hanya mau makan jika kau yang menyuapi.", ngeyelnya. "Sini gantian kau yang aku suapi.", Changmin merebut sendok di tangan Kyuhyun. Dan kini dia yang siap menyuapi Kyuhyun.



"Aniya, aku makan nanti saja tuan.", tolak Kyuhyun. Changmin memicingkan mata.



"Yasudah aku juga tidak mau makan kalau kau tidak mau aku suapi.", ancam Changmin. Kyuhyun memajukan bibirnya.



"Pemaksa.", ledek Kyuhyun. "Yasudah aaaa.", Kyuhyun membuka mulutnya dan mengunyahnya perlahan. Changmin senang sekali saat ini. Ia terus memperhatikan orang yang dicintainya itu mengunyah makanannya. Lucu sekali.



"Ayo makan lagi. Aaaa.", Kyuhyun bersiap menyuapi Changmin lagi. Terkadang ia benar-benar geli pada sikap manja Changmin.



"Kyu, afu hukha kau huapi*aku suka kau suapi*.", bicara Changmin dengan mulut yang penuh makanan sehingga bicaranya tidak jelas.



"Aish, habiskan dulu baru bicara. Lihatkan jadi berantakan seperti ini.", tegur Kyuhyun. Ia mengelap makanan tertempel di bibir Changmin dengan ibu jarinya. "Bagaimana jika tidak ada aku. Kau payah sekali.", gurau Kyuhyun yang beranjak menarik kembali tangannya, tapi Changmin lebih dulu menahan tangannya. Kyuhyun terkejut dan memandang Changmin begitu juga sebaliknya.



"Karena itu kau harus selalu ada disisiku.", kata Changmin. Tatapannya begìtu tajam. Semua menjadi hening seketika. Kedua manusia itu larut dan pada akhirnya mereka merasakan apa yang disebut dengan berciuman. Changmin menekan terus bibir merah Kyuhyun. Kyuhyun menikmati akan itu.



Cukup lama, dan pada akhirnya dia menyadari ini salah. Sontak ia mendorong tubuh Changmin.



"Tuan muda.", serunya. Changmin mengerjapkan matanya. Kyuhyun yang kesal segera berlari keluar kamar Changmin.



"Aish, Kyu. Mianhae.", teriak Changmin. Ia menggaruk kepalanya. Menyesal? Tidak. Ada senyum kecil di bibirnya. Ciuman itu membuat rasa bahagia dalam hatinya. Ia menyentuh bibirnya.



"Aku tau kau juga mencintaiku.", gumamnya kecil. Ia menjatuhkan tubuhnya di kasur.



'Aku akan berusaha mendapat restu umma, Kyu.'tekad Changmin dalam hati.



Kyuhyun menyentuh bibirnya, tidak dapat disangkal kalau ia menyukai itu. Ia hempaskan tubuhnya di kasur.



'Andai kau bukan majikanku, Minnie.', khayal Kyuhyun. Ia menutup wajahnya dengan bantal. Ia sadar itu hanyalah khayalan. Dan untuk bersama Changmin itu lebih jauh dari sebuah khayalan. Apakah itu takdirnya? Tidak tau.





.....





Junsu terperangah melihat rumah Yoochun yang begitu mewah. Rumahnya saja sudah dapat dibilang mewah, tapi rumah ini lebih mewah lagi, seperti sebuah istana.



"Chunnie ini rumahmu?", tidak percaya Junsu. Yoochun mengangguk kecil. Junsu membuka mulutnya, kemudian menggembungkannya. Lucu sekali.



"Ayo masuk jagi.", ajak Yoochun. Junsu tersenyum dan mengangguk-angguk keras. Ia mengikuti Yoochun dengan langkah riangnya. Matanya melirik kesana-kemari. Memutar seluruh bola mata, mengawasi setiap sudut.



"Chunnie orangtuamu dimana? Sepi sekali.", tanya Junsu memajukan bibirnya imut. Yoochun menelan ludahnya. Bibir menggoda itu.



"Sepertinya mereka belum pulang. Kita menunggu di kamarku saja. Ayo.", kata Yoochun dengan alasannya. Junsu membulatkan bibirnya, sampai jari-jemarinya digenggam Yoochun dan menuntunnya menaiki lantai dua. Mereka tiba disebuah kamar dan Junsu makin terperangah, setelah melihat kamar Yoochun. Ia berhambur masuk ke dalam kamar, berputar-putar seperti orang yang baru melihat pemandangan seperti ini. Kamar mewah lengkap dengan berbagai alat elektronik, ditambah atap yang transparan*entah namanya apa, sun roof po?* sehingga sinar bulan langsung menyorot dan bintang-bintang kecil berkerlap-kerlip menemani kamar itu. Yoochun tersenyum melihat tingkah anak kecil Junsu, ia segera menutup pintu, menguncinya dan ia taruh kunci itu di saku celananya. Rencana akan segera dimulai.



Yoochun berjalan mendekati Junsu sambil membuka satu-persatu kancing kemejanya. Ia sudah tidak sanggup menahan hasrat selama ini untuk mencicipi Junsu. Ia memeluk gadisnya dari belakang. Junsu terkesiap. Ia menoleh ke arah Yoochun yang wajahnya kini membuatnya merinding, ditambah kecupan-kecupan dilehernya membuat Junsu menggeliat dipelukan Yoochun.



"Chunnie mau apa?", tanya Junsu takut-takut. Yoochun menyeringai.



"Aku?", Yoochun tertawa kecil. "Aku ingin bersenang-senang denganmu.", jelasnya. Junsu mendorong tubuh Yoochun.



"Chunnie jangan seperti ini.", risih Junsu. Tapi Yoochun kembali menarik Junsu ke dalam pelukannya. Ia cium paksa bibir Junsu, walau Junsu tidak mau. Junsu mengatup keras bibirnya. Tapi Yoochun tidak menyeraerah begitu saja. Ia menggìgit bibir Junsu.



"Arrrhhh.", erang Junsu. Dan saat itu juga Yoochun menelusupkan lidahnya. Junsu meronta tidak mau, ia mencoba mendorong Yoochun lagi dan berhasil. Ia berlari ke arah pintu, tapi pintunya terkunci. Air matanya sudah mengalir deras, ia takut pada sosok dicintainya itu.



Breekk.Tangan Yoochun berhasil merobek pakaian Junsu. Junsu semakin menangis.



"Chunnie jangan seperti ini.", lirihnya menutupi tubuhnya yang terekspos.



"Kita bersenang-senang jagi.", bisik Yoochun yang tengah berhasil menggendong Junsu dan direbahkan di kasur. Yoochun membuka celananya. Ia tidak memikirkan Junsu yang benar-benar ketakutan. Ia ikat kedua tangan Junsu dengan ikat pinggangnya. Agar Junsu tidak banyak berontak. Dilepaskan semua pakaian Junsu, Yoochun menatap nafsu tubuh polos dihadapannya. Dan saatnya untuk menikmati.



"Chunnie, jangan seperti ini. Aku mohon. Hikz.", mohon Junsu. Tapi semua sia-siaYoochun malah mempercepat aksinya dan kesucian Junsu telah direnggutnya tanpa ijin. Junsu hanya terus menangis dan menangis.



.....







Heechul membelai perutnya. Ia tengah duduk di sebuah taman dekat rumahnya. Saat ini perasaannya sangat kacau. Bagaimana cara bilang pada orangtuanya. Itu yang ada dalam pikirannya. Dan bagaimana, jika adik-adiknya mengetahui kabar ini. Ia tau ini bukan salah bayi dalam kandungannya, ini semua kesalahannya. Jadi ia harus menanggung resikonya.



"Bagaimana nasibku?", pikir Heechul. Ia menangkupkan kedua tangannya pada wajah. Ada tangis disana, gadis ini sudah lupa bagaimana cara menangis karena keangkuhannya. Tapi saat ini, ia kembali mengerti cara menangis.



Hangeng yang melihat dari kejauhan, mengerti perasaan Heechul yang kacau balau, saat Heechul menyeka air matanya. Ingin sekali ia berada disamping Heechul, memberikan semangat pada gadis yang sebenarnya rapuh itu. Tapi ia tidak berani. Pengecut.



Heechul berdiri dengan sigap. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Apapun yang terjadi nanti, ia tidak peduli. Ia berjalan masuk ke dalam mobilnya. Melaju menuju rumahnya.





Heechul melihat jam tangannya. Jam dua belas malam. Ia ragu untuk mengetuk pintu kamar orangtuanya. Tapi tekadnya sudah bulat.



Tok. Tok.Heechul dengan hati-hati mengetuk kamar orangtuanya. Tak lama Mr. Kim berdiri di hadapannya. Wajah pria tua yang untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir ini ia lihat. Walau dalam satu rumah, tapi bagi Heechul seperti berjarak jauh sekali.



"Aish Heechul kau mengganggu tidurku. Kau tau besok aku ada rapat pagi-pagi sekali.", kesal Mr. Kim. Heechul menundukan kepalanya.



"Mianhae appa.", sesal Heechul. Ia memegang dadanya. Ia ingin memeluk pria di hadapannya itu. Tapi sudahlah.



"Ne. Ne. Sudah cepat katakan apa yang kau inginkan. Aku mau tidur, rapat penting besok pagi.", tidak sabar Mr. Kim, ia sepertinya malas untuk meladeni keinginan tidak penting putrinya. Heechul kesal akan perlakuan ayahnya. Hanya sedikit waktu, sulit sekali.



"Aku hamil.", beritahu Heechul dengan santainya. Dia sudah tidak peduli bagaimana respon orangtuanya. Mr. Kim membulatkan matanya.



PlaakkTamparan panas melayang di pipi seorang Heechul. Ia memegang pipinya dan meringis.



"Anak tidak tau diri. Bagaimana jika rekan bisnisku tau. Kau tau perbuatanmu bisa menjatuhkan reputasi keluarga kita.", marah Mr. Kim. Heechul tersenyum kecil, lebih berharga reputasi keluarga dibandingkan dirinya.



"Ada apa appa?", tanya Mrs. Kim yang terusik tidurnya. Lalu menghampiri suami dan putrinya itu.



"Anak bodoh ini hamil.", geram Mr. Kim.



"Apa? Yaa Kim Heechul anak siapa itu?", teriak Mrs. Kim. Ia tampak geram.



"Tidak tau. Aku tidur dengan banyak pria.", jelas Heechul dengan santainya.



"Kau ingin jadi wanita murahan?", bentak Mrs. Kim. Heechul menyeringai.



"Bukan salahku. Kalianlah yang membuatku menjadi wanita murahan.", Heechul seakan menantang kemarahan keduanya.



Plakk.Kembali rasa panas menjalar di pipinya. Kali ini dari tangan ibunya sendiri.



"Keluar dari rumah ini. Aku tidak pernah mendidikmu menjadi anak yang kurang ajar. Kau memalukan.", usir Mrs. Kim. Heechul tersenyum.



"Satu yang umma salah. Sejak kecil, kalian tidak pernah mendidikku.", lirihnya. Ia berjalan gontai ke kamarnya untuk mengambil sebagian barang-barangnya, sebelum ia meninggalkan rumah itu.



Sebenarnya apa yang membuat orangtua Heechul murka? Kehamilan atau kata-kata yang kurang sopan Heechul keluarkan? Tidak tau. Tapi yang pasti, Heechul tau posisi dirinya di rumah ini. Berharga atau tidak.











TBC

No comments:

Post a Comment