Sunday, March 13, 2011

Fan Fiction.. Story.. Part 7.. YAOI

Tittle: Story



Author: Anka 'bubu'



Lenght: 7 of ?



Cast:



- Kim Heechul (female)



- Tan Hangeng



- Kim Jaejoong (female)



- Jung Yunho



- Kim Junsu (female)



- Park Yoochun



- Cho Kyuhyun (female)



- Shim Changmin



- Kim Kibum (female)



- Lee Jinki



- Lee Taemin (female)



- Choi Minho







Cekidot.



...................





"Beibi tadi teman-temanmu ribut membicarakan akan menonton pertandingan basket. Kau tidak mau nonton?", tanya Jinki di sela makan siang mereka. Kibum menggelengkan kepalanya. Ia tersenyum pada Jinki.



"Tidak. Aku di rumah saja baby.", jawab Kibum singkat kembali menyantap makanannya. Jinki mengerucutkan bibirnya, sepertinya ia kurang diacuhkan.



"Waeyo beibi? Bukannya hari ini jadwal fakultasmu main?", heran Jinki memiringkan kepalanya. Ini tidak biasa, biasanya Kibum akan bercerita dan paling tidak akan merajuk secara terselubung agar bisa pergi. Tapi ini? Sejak kemarin, sejak peristiwa dimana ia memukul Jonghyun, Kibum menjadi diam. Jarang ada kata-kata, harus Jinki yang terlebih dahulu memancing pembicaraan.



"Tidak apa-apa, aku hanya ingin di rumah saja.", jelas Kibum, dan lagi-lagi singkat dengan ekpresi yang datar. Benar-benar seperti terdapat jarak antara ia dan gadisnya itu. Jinki mengais poni Kibum.



"Semua temanmu akan menonton. Pasti akan seru beibi.", provokasi Jinki dengan antusias. Kibum hanya menggeleng.



"Aku juga mau nonton. Ayo kita pergi. Kau mau kan?", rajuk Jinki berusaha sekeras mungkin. Kibum tersenyum manis.



"Beritahu nanti hasilnya padaku ya baby. Tidak apakan aku tidak ikut?", saut Kibum lemah lembut dengan mata berbinar. Jinki memasang wajah merengutnya.



"Kalau kau tidak pergi. Aku juga tidak mau pergi.", kecam Jinki seperti anak kecil, bibirnya mencuat imut. Kibum menghembuskan nafasnya.



"Mianhae baby. Aku sedang ingin di rumah hari ini. Maafkan aku. Lain kali kita pergi. Oke.", pinta Kibum sungguh-sungguh. Raut wajahnya lelah.



"Tapi aku ikut lho beibi.", tekankan Jinki sekali lagi. Kibum menggenggam tangan Jinki dan dielusnya dengan ibu jarinya.



"Aku mohon.", pinta Kibum langsung dari lubuk hatinya. Sudah sering ia memohon, walau ia tahu pada akhirnya lebih sering kali nìhil.



"Kalau pergi berdua. Kita nonton bioskop.", kukuh Jinki mengusulkan hal yang lain. Kìbum membuang nafasnya lagi.



"Aku mohon baby.", lemah Kibum memasang wajah yang teramat memelas. Jinki menyerah dan akhirnya menggangguk.



"Baiklah kita tidak akan pergi kemana-mana. Pulang kuliah, aku akan langsung mengantarmu pulang.", setuju Jinki pasrah. Sebenarnya, dia hanya ingin Kibum tersenyum dan bersenang-senang. Huft. Tapi sia-sia tampaknya.



"Gomawo baby.", ucap Kibum tersenyum, karena akhirnya Jinki mau mengerti. Jinkipun berbalik tersenyum manis pada gadisnya.



"Cepat makan baby", suruh Kibum menyodorkan satu sendok penuh. Jinki membuka mulutnya dan mengunyahnya perlahan dengan berkecamuk rasa mengganjal di hatinya.





.....



Pulang kuliah, Changmin tanpa menaruh tas dan segalanya langsung berlari ke kamar Kyuhyun. Membuka pintu kayu berwarna coklat dengan semangat penuh.



"Ah ada si nonna cantik. Annyeong Jae nonna.", sapa Changmin saat baru saja menyembulkan kepalanya di pintu kamar Kyuhyun. Jaejoong tersenyum melihat Changmin yang sudah di dalam kamar.



"Annyeong tuan Shim yang tampan. Haha.", gurau Jaejoong tidak bisa menahan tawanya. Kyuhyun menyipitkan matanya.



"Nanti dia besar kepala onnie.", geli Kyuhyun mendengar pujian Jaejoong. Changmin memajukan bibirnya.



"Jahatnya.", pura-pura marah Changmin. Kyuhyun terkekeh dibuatnya.



"Kau seperti anak kecil Minnie.", ledek Jaejoong. Changmin tersenyum lebar. Ia memegang tangan Kyuhyun.



"Aku pinjam dulu Kyuhyunnya ya nonna.", ijin Changmin, yang langsung menarik tangan Kyuhyun keluar kamar.





"Aish, main menarikku saja.", kesal Kyuhyun. Changmin tersenyum dan langsung memeluk Kyuhyun erat-erat, sesaat pintu sudah tertutup.



"Aku rindu padamu. Tahu tidak aku kesal, hari ini aku kuliah pagi sampai malam.", eluh Changmin dengan manja. Kyuhyun menaikan alisnya, tidak mengerti maksud Changmin.



"Memangnya harus kesal kenapa?", tanya Kyuhyun galak. Changmin mengecup pipi Kyuhyun.



"Aku jadi lama sekali tidak bertemu denganmunya. Rindu. Rindu. Rindu.", rengek Changmin seperti anak kecil. Semua hanya karena rindu? Dasar Changmin. Kyuhyun tertawa kecil, geli akan tingkah pria itu. Ia mencubit keras hidung Changmin.



"Hahahaha. Sekarang kau sudah bertemu dengankukan?", goda Kyuhyun mengadukan hidungnya pada hidung Changmin. Changmin terkekeh, mengangguk, kemudian melepas pelukannya pada Kyuhyun.



"Sudah sana masuk!", usir Changmin galak. Kyuhyun terkekeh, prianya itu lucu sekali. Kyuhyunpun beranjak membuka kenop pintunya.



"Kyuku. Tapi ada yang kurang.", cegah Changmin sebelum Kyuhyun membuka pintu. Kyuhyun memiringkan kepalanya.



"Apa?", tidak mengerti Kyuhyun. Changmin tersenyum. Ia merengkuh tengkuk belakang Kyuhyun untuk menyanggah ciuman mereka menjadi lebih dalam. Changmin bergumul bibir dengan Kyuhyun, sangat lama.



"Anak muda jaman sekarang.", gumam seorang wanita paruh baya yang melihat pandangan itu hanya tersenyum geli.



"Kau selalu genit Tuan Shim.", sindir Kyuhyun yang tangannya masih melingkari leher Changmin.



"Apa peduliku, yang penting menyenangkan untukku sebagai calon suamimu. Week.", ngeyel Changmin menjulurkan lidahnya pada Kyuhyun. Memuakkan.



"Sudah sana masuk.", Changmin mendorong tubuh Kyuhyun untuk lepas dari tubuhnya, lalu pergi dari sana dengan bersiul-siul.



"Aish. Minnie jelek.", kesal Kyuhyun lalu tersenyum masuk ke dalam kamar.



"Eheemm. Kenapa tersenyum-senyum seperti itu.", goda Jaejoong. Kyuhyun menggeleng malu.



"Aku mencium bau-bau seperti makan malam gratis. Traktir maksudku.", senang Jaejoöng menaikan sebelah alisnya. Kyuhyun mengerucutkan bibirnya.



"Belum onnie. Hehe. Kau tahu kan?", kata Kyuhyun. Jaejoöng mengangguk, mengerti maksud Kyuhyun.



"Tapi kau lebih baik, daripada aku. Hahaha.", terdengar pilu walau di akhiri tawa yang terpaksa.



Jaejoong menjatuhkan tubuhnya di ranjang besar milik Kyuhyun. Ia menghela nafas, berusaha tegar sambil memandang langit-langit kamar. "Aku menyerah Kyu.", bicara Jaejoöng pada Kyuhyun, ia ambil bantal besar di sampingnya untuk membekap wajahnya yang sudah memerah dan matanya yang memanas. Kyuhyun menggelengkan kepalanya.



"Onnie aku heran denganmu.", bicara Kyuhyun dengan nada mengejek. Jaejoong menyingkap bantal itu dan mengerjapkan matanya tidak mengerti. Kyuhyun mendengus kesal.



"Aku ingin menyalahkanmu atas semua ini. Kau tahu, aku kesal padamu yang bersikap seenaknya. Aku tahu benar kalau Yunho oppa sangat mencintaimu. Dan aku tahu itu juga sama halnya denganmu yang mencintainya. Tapi kenapa kau lakukan itu? Sekarang onnie menyesal bukan? Dan sekarang onnie baru mau mengakui semuanya. Terlambat bukan? Tapi lebih baik daripada tidak sama sekali. Dan sekarang kau mau menyerah lagi sebelum memulainya? Ini bukan Kim Jaejoong. Katakan perasaanmu di hadapannya. Mengerti.", galak Kyuhyun pada Jaejoong. Lelah juga mengeluarkan emosi untuk gadis di hadapannya. Kyuhyun tahu bagaimana rasa sakit menyimpan sebuah perasaan, dulu ia merasakannya. Jadi ia tidak ingin, kakaknya bernasib sama dengannya dulu. Tidak peduli pada kenyataannya, jika pada akhirnya tetap tidak dapat bersama, tapi itu akan terasa lebih melegakan dan membahagiakan.



"Tapi gadis itu selalu bersamanya. Ini sangat enyakitkan Kyu.", lemas Jaejoong membenamkan kepalanya kembali ke dalam bantal. Kyuhyun tersenyum geli.



"Terlalu lemah untuk seorang Kim Jaejoong.", sindir Kyuhyun tajam. Jaejoong mendongak cepat.





"Aku tidak lemah Cho Kyuhyun.", ketus Jaejoong yang tidak terima diremehkan. Kyuhyun menyeringai puas.



"Kalau begitu, buktikan padaku.", tantang Kyuhyun serius. Jaejoong menghela nafasnya, berkutat dengan pikirannya sendiri, apa yang harus ia lakukan. Ia tak yakin bisa.



"Baik.", terima Jaejoong yang lebih termakan emosinya. Kyuhyun hanya terkekeh. Tentu saja sifat keras kepala tak mau diremehkan tetap melekat pada diri Jaejoong. Dan itu dapat Kyuhyun manfaatkan dengan baik dalam hal ini.



"Aku tunggu.", angkuh Kyuhyun dengan wajah memuakkan. Jaejoong hanya menggembungkan pipinya kesal.





.....





Heechul tersenyum teramat manis pada Hangeng yang sedang menyiapkan sarapan pagi. Pria ini sepertinya, tipe pria yang sangat mandiri, ia dapat lakukan apapun dengan sendirinya. Berbeda jauh dengan Heechul, untuk menyalakan kompor saja, terasa tidak yakin ia dapat melakukannya atau tidak. Tapi siapa yang peduli?



"Hmmm. Harum sekali.", puji Heechul saat menghirup aroma masakan Hangeng. Sedangkan sang koki hanya terkekeh.



"Mau aku bantu?", tawar Heechul yang kini tepat di samping Hangeng. Hangeng menoleh sekilas pada Heechul lalu fokus kembali pada masakannya.



"Minum susumu dulu umma.", suruh Hangeng dengan nada yang bergurau. Heechul mengangkat kedua bahunya dan beranjak ke meja makan, menarik kursi untuk ia tempati dan meminum susunya yang sudah siap di atas meja. Tapi belum selesai ia menghabiskan susu dalam gelas itu, ia malah membuang nafasnya, seperti terlintas tiba-tiba sebuah pikiran saat itu yang mengusik akalnya.



"Han, apa anakku bisa mempunyai appa yang baik?", tanya Heechul dengan pandangan kosong. Genggamannya pada gelas bening di tangannya sedikit melonggar. Hangeng berbalik badan menatap Heechul.



"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?", heran Hangeng yang sebenarnya sedikit tidak suka mendengarnya. Heechul tersenyum dan meminum kembali susunya.



"Akhir-akhir ini aku merasa bersalah pada bayiku. Terkadang aku berpikir, andai saja appanya adalah pria baik sepertimu, semua akan terasa lebih baik.", kata Heechul di akhiri dengan senyum terkembang lagi. Hangeng mengerjapkan matanya.



"Tapi mustahil bukan? Yang pasti appa dari bayiku adalah seorang brengsek. Iya kan Han?", bicara Heechul terdengar teramat pilu. Ia beranjak dari duduknya, meletakan gelas susu yang sudah kosong ke atas meja, hendak pergi sebelum tangan Hangeng menarik Heechul dan yang terjadi. Hangeng mencium telak bibir Heechul dengan kehangatan. Wajah Heechul benar-benar memerah. Panas sekali udara saat ini. Ada apa sebenarnya?



"Ha- Han- Geng?", terbata Heechul saat Hangeng melepaskan ciumannya. Hebat sekali saat ini. Kau tahu kenapa? Seorang Kim Heechul salah tingkah di hadapan Hangeng, pria kutu buku yang sepertinya biasa saja.



"Jangan katakan apapun yang buruk. Kau tahu Chullie, bayi ini dapat mendengar perkataanmu. Dan itu akan berakibat tidak baik.", nasehat Hangeng yang membelai perut Heechul. Heechul menggangguk dalam bawah sadarnya.



"Ta- Ta- Pi-", terbata-bata Heechul. Hangeng meletakkan telunjuknya yang bebas di bibir Heechul.



"Akhir-akhir ini kau selalu menyakitiku Chullie. Kau tahu?", tanya Hangeng sendu. Heechul menggeleng, memang ia tidak tahu.



"Melihatmu bersedih sampai menangis. Terasa begitu sakit.", ucap Hangeng pelan. Heechul menelan ludahnya.



"Chullie. Biarkan aku menjadi appa dari bayimu. Bolehkah?", pinta Hangeng sungguh-sungguh. Ia telah berhasil mengungkapkan perasannya yang sulit selama ini diucapkan. Ia sudah memikirkannya dan ini benar-benar saatnya. Heechul meneteskan air matanya, sambil menganggukan kepalanya pelan. Hangeng tersenyum.



"Gomawo. Mulai sekarang ini bayi kita.", senang Hangeng memeluk Heechul. Heechul ikut tersenyum. Entah mengapa hari ini ia begitu bahagia. Ia menghapus air matanya cepat, dan terkekeh kecil.



"Kenapa tertawa?", heran Hangeng. Heechul menahan tawanya, sambil menunjuk ke arah kompor.



"Masakanmu hangus.", beritahu Heechul yang menahan tawanya. Hangeng terbelalak.



"Kyaaa.", panik Hangeng yang dengan cepat mematikan kompornya dan menyiram penggorengan dengan segayung air. Kenapa dia sampai lupa kalau dia sedang memasak. Huft.



"Jadi kita tidak sarapan kan?", sindir Heechul yang senang, pasalnya ia tidak terlalu senang untuk makan pagi, lebih cepat membuatnya gemuk seperti makan malam. Hangeng menggeleng cepat.



"Uri baby harus dapat asupan makanan yang baik. Kita sarapan di luar.", kata Hangeng galak. Heechul memajukan bibirnya.



"Aku belum mandi.", alasan Heechul untuk menolak.



"Tidak pakai alasan Chullie.", Hangeng menyeret Heechul yang terkekeh keluar rumah dan masuk mobil.



"Wae tertawa?", galak Hangeng. Entah kalau urusan Hèechul yang sudah mengeyel dari kehidupan dalam perut gadis itu, Hangeng terbawa emosinya.



"Ani. Aku hanya suka panggilanmu. Terdengar manis. Hehe.", kata Heechul, sontak wajah Hangeng memerah. Muncul lagi sifat aslinya. Hangeng si kutu buku yang pemalu. Bukan begitu?





.....





Yunho mengepalkan tangannya keras-keras sampai buku-bukunya memutih. Huft. Pria ini benar-benar cemburu melihat tangan Siwon merangkul mesrapinggang ramping Jaejoong, saat keduanya sedang membaca berbagai pengumuman dan artikel di mading kampus. Dan ia sedang berdiri di balik pilar besar.



"Aish, aku tidak menyangka. Siwon sunbae menggantikan Yunho sunbae. Bukankah mereka bersahabat?", rumpi seorang mahasiswi yang tidak menyadari adanya Yunho di belakang mereka.



"Aish, enak sekali jadi Jae sunbae. Tapi aku lebih suka jika dia bersama Yunho sunbae. Seperti. Ehmmm. Serasi sekali.", saut mahasiswi yang satunya. Yunho tersenyum mendengarnya. Memang kenyataannya seperti itu. Seharusnya dari awal sampai detik inipun Jaejoong adalah miliknya. Tapi.



"Aku masuk kelas ya chagi.", pamit Siwon mengecup kening Jaejoong. Jaejoong mengangguk pelan.



"Ne. Sudah sana.", usir Jaejoong dengan senyum jahil.



"Nanti tunggu aku ya keluar kelas.", pesan Siwon sambil berlalu. Jaejoong menganggukan kepalanya lalu menghembuskan nafasnya keras. Lelah terlalu lelah.



"Jae.", panggil seseorang dari belakang. Jaejoong langsung saja berbalik dan sedikit membuka mulutnya tidak percaya.



"Yun.", gugupnya. Yunho tersenyum dan mendekat pada gadis itu.



"Mau makan ice cream. Hmmm?", ajak Yunho memberikan tangannya dan tidak lama disambut Jaejoong. Yunho tersenyum, ia menggenggam jemari Jaejoong.



"Kau tahu aku rindu seperti ini.", bisik Yunho di telinga Jaejoong. Jaejoong tersipu malu, wajahnya bersemburat merah.





.....





"Enak tidak?", tanya Yunho yang memperhatikan Jaejoong menikmati ice creamnya. Jaejoong menganggukan kepalanya.



"Kau masih mengingat rasa kesukaanku.", senang Jaejoong. Yunho tersenyum. Jangan ragukan itu, tidak ada yang Yunho lupa akan Jaejoong. Ia mendekatkan wajahnya pada Jaejoong.



"Bahkan aku masih mengingat bagaimana caraku menghapus ice cream yang belepotan di bibirmu Jae.", bicara Yunho yang kemudian mengecup bibir Jaejoong sama seperti dulu untuk saat akan membersihkan bercak ice cream di bibir Jaejoong. Jaejoong mengerjapkan matanya. Apa yang terjadi tadi.



"Yun?", Ia menatap Yunho tidak percaya. Yunho tersenyum tipis.



"Biasanya kau akan terkekeh melihat tingkahku yang seperti itu. Kenapa sekarang berbeda Jae?", tanya Yunho terdengar begitu pilu. Jaejoong menundukkan kepalanya. Kenapa seperti ini lagi. Kenapa Yunho membuatnya merasa bersalah lagi. Yunho tersenyum, bangkit dari duduknya dan berjalan beberapa langkah.



"Kau ingat taman ini Jae. Kita sering kesini hanya untuk makan ice cream kesukaanmu.", bicara Yunho membelakangi Jaejoong yang duduk di kursi taman di belakangnya.



"Udara di taman ini tidak pernah berubah Jae. Menyejukkan. Aku menyukainya.", bicara Yunho yang merentangkan tangannya membiarkan udara sore hari menerpanya. Jaejoong sudah tidak tahan. Ia letakan ice creamnya dan berlari memeluk Yunho dari belakang.



"Aku mencintaimu. Dan tidak pernah berubah. Mianhae. Aku bodoh Yun. Hikz.", tangis Jaejoong pecah. Yunho merasa kemeja belakangnya basah. Ia tersenyum. Jaejoongnya menangis. Ia yakin gadis ini masih miliknya.



"Aku mencintaimu, tidak pernah tidak. Kalaupun aku pernah berkata seperti itu. Itu bohong Yun.", racau Jaejoong mengeratkan pelukannya. Yunho mengangkat sebelah tangan Jaejoong dan dikecupnya mesra jari-jemarinya.



"Kembali padaku honey. Aku minta maaf, kalau aku membuatmu bosan. Hmm? Kau bisa katakan apapun kalau kau tidak suka akan sikapku. Asalkan kau tetap bersamaku.", pinta Yunho sungguh-sungguh, ia membalikan wajahnya menatap Jaejoong penuh ketulusan. Yunho mendekatkan wajahnya pada Jaejoong. Mengecup bibir merah itu. Menekan bibir itu saat Jaejoong berhasil ia taklukkan. Tangan Jaejoong melingkar di leher Yunho. Keduanya tahu benar bahwa saling merindukan.



"Yun- uhmm. Sudah. Uhmm. Hehe.", pinta Jaejoong di sela ciuman mereka, bahkan ia terkekeh karena Yunho malah makin asik menciumnya.



"Hei. Uhmm. Henti. Uhmm. Kan. Yun.", Jaejoong mendorong tubuh Yunho pelan. Yunho tersenyum, sedangkan Jaejoong menunduk, ia malu sekaligus perih.



"Ada gadis itu Yun. Aku tidak bisa.", tolak Jaejong buru-buru mengambil tasnya hendak pergi meninggalkan Yunho. Tapi tangan besar itu menahan lengannya.



"Siapa yang kau maksud?", tidak mengerti Yunho. Jaejoong menggembungkan pipinya.



"Kekasihmu. Seul Gi kan namanya?", pelan Jaejoong berusaha tegar walau sebenarnya cemburu. Yunho terkekeh. Gadisnya sedang salah paham.



"Kau cemburukah?", goda Yunho. Jaejoong mengganggukkan kepalanya.



"Iya. Rasanya sakit. Kenapa begitu cepat ada penggantiku?", cecar Jaejoong lirih. Yunho tersenyum.



"Dia itu sepupuku. Siapa yang bilang dia kekasihku? Hmm?", Yunho menyenggol lengan Jaejoong dengan wajah meledek.



"Mwo? Siwon bilang padaku dia kekasihmu.", malu Jaejoong ternyata selama ini ia hanya cemburu pada sepupu Yunho. Yunho mencubit hidung Jaejoong.



"Aku kan pernah bilang kalau sepupuku satu kampus dengan kita. Aku juga pernah ingin memperkenalkanmu padanya. Tapi kau selalu sibuk.", sindir Yunho. Jaejoong memutar lagi kenangannya. Yang dikatakan Yunho benar. Dia selalu tidak peduli, jika Yunho hendak memperkenalkan sepupunya. Hanya karena alasan dia ingin berbelanja. Jadi sekarang jelas siapa yang sebenarnya tidak pengertian. Yunho atau Jaejoong?



"Jangan menatapku seperti itu.", manja Jaejoong karena Yunho menatap geli ke arahnya.



"Aku senang kau cemburu. Saranghaeyo honey.", lembut Yunho memeluk Jaejoong erat, mengecup bibir mungil itu berulang kali, mengemutnya layaknya permen. Sedangkan Jaejoong memejamkan matanya menikmati ciuman dari Yunho.



"Honey. Aku mohon. Kembali padaku. Kau tahu, rasanya sakit saat aku sadar tak ada lagi hubungan antara kita. Hmmm. Aku mohon.", pinta Yunho sungguh-sungguh selesai mencicipi permen paling manis di dunia. Jaejoong menggerakan kepalanya di pundak lebar Yunho.



"Ada Siwon. Kau melupakannya? Aku tidak ingin menyakiti siapapun lagi.", pilu Jaejoong pelan. Yunho mengeratkan pelukannya.



"Tapi kau menyakitiku dan dirimu sendiri. Apa itu adil?", paksa Yunho yang mulai kesal akan Siwon dan Siwon. Jaejoong menggeleng. Ia melepas pelukannya.



"Cukup kau tahu bahwa aku mencintaimu, tidak ada yang lain. Tolong mengerti aku.", pinta Jaejoong sungguh-sungguh, mengecup bibir Yunho singkat.



"Bahkan tidak jika aku berusaha?", tanya Yunho. Jaejoong menggeleng. Yunho mengangguk dan tersenyum. Ia mengerti.



"Baiklah apapun maumu honey.", ucap Yunho riang yang dibuat-buat. Ia melangkah menjauh lagi.



"Yunho dan Jaejoong bersahabat. Terdengar menyakitkan Jae.", Yunho memandang pemandangan taman yang sunyi di hadapannya, sesunyi hatinya bukan?



"Jangan memulai lagi Yun.", pinta Jaejoong yang mendekati Yunho. Yunho terkekeh.



"Aku bergurau. Hehe.", sesal Yunho yang tersenyum lagi pada Jaejoong. Jaejoong menepuk lengan Yunho, dan menyandarkan kepalanya di bahu Yunho. Yunho hanya tersenyum. Ia butuh keheningan sesaat saja.





.....



Hei ini sudah berapa hari Minho dan Taemin tidak menjalin hubungan? Sepertinya tidak ada yang berubah. Lebih tepatnya semua berjalan seperti biasa. Kata siapa?



Pernahkah seorang Choi Minho mengintip seseorang dari luar kelas? Jawabannya adalah tidak. Tapi tidak untuk sekarang ini, seorang Minho kini sedang mengintip Taemin dari luar kelas seperti pencuri memantau target.



Minho hanya melihat, gadis itu yang sedang meletakkan kepalanya berbantalkan tangannya yang dilipat di atas meja. Wajahnya terlihat lesu, tidak bersemangat.



"Aish, kenapa dia diam begitu?", pikir Minho cemas. Tapi segera di gelengkan kepalanya.



"Apa peduliku!", sangkal Minho walau ia tahu benar kalau sebenarnya ia rindu dan khawatir pada Taemin. Lihat saja walau berkata seperti itu, ia tetap mengintip Taemin. Memperhatikan setiap gerak-gerik gadis itu.



"Oppa. Minho oppa.", gumam Taemin kecil. Tangannya ia bentang dan kini wajahnya benar-benar menempel langsung pada meja. Ia seakan menulis dengan tangannya di atas meja membentuk sebuah kalimat.



"Oppa.. Bogoshippo", ejanya kecil. Ia memajukan bibirnya. Rindu melandanya untuk seorang Minho.



"Jahat. Huhu.", dumelnya mengingat Minho yang keterlaluan padanya. Tapi tetap saja dia merindukan Minho.



"Oppa. Oppa. Oppa.", gumamnya berulang kali. Mengetuk-ngetuk meja, mengerucutkan bibirnya lalu ditarik lagi, terus saja berlang-berulang. Lucunya, tapi itu tanda ia sedang bosan. Biasanya akan ada Minho yang menjemputnya ke kelas untuk ke kantin bersama. Biasanya akan ada Minho yang mengajaknya ngobrol. Tapi ini dia hanya diam saja. Bagaimana ia tidak bosan?



"Ah chagiya.", bisik Minho kecil, melihat tingkah Taemin yang mengenaskan, terlalu patah hati. Minho membuang nafasnya, ia seperti tidak tega jika terus-terusan melihatnya. Dan ia putuskan pergi dari sana, walau berat. Seperti penjahat yang lari dari hukuman.





.....





Junsu mengais poninya yang berantakan. Meniup poni yang kembali berjatuhan walau sudah ia sibak. Ah cantiknya.



"Poniku harus dirapihkan. Mataku terhalang terus.", eluh Junsu mengacak-acak poninya karena kesal.



"Hei nanti rambutmu kusut chagi.", ucap seseorang menangkap tangan Junsu yang digunakan untuk mengacak rambutnya tadi. "Seperti ini, chagiku terlihat jauh lebih cantik.", seseorang itu tersenyum selesai merapihkan rambut Junsu yang berantakan. Junsu menarik cepat tangannya yang masih digenggam erat, menjauh sedikit dari orang itu.



"Kau?", wajah Junsu sepertinya tidak suka. Tapi yang ada orang itu malah tersenyum.



"Kau mau ke salon? Aku akan menemanimu.", tawarnya. Junsu merapihkan barang-barangnya, mengambil tasnya dan buru-buru pergi dari sana. Seperti tidak menyerah, orang itu segera mengejarnya.



"Kau mau ke salon mana? Langgananmu? Itu dimana?", tanya orang itu lagi yang sudah mensejajarkan langkahnya dengan Junsu. Junsu hanya tak peduli dan terus saja melangkahkan kakinya.



"Chagi apakah sudah makan?", tanyanya lagi kini penuh perhatian. Junsu sedikit melirik ke arahnya, jelas saja orang itu tersenyum lebar.



"Hei kenapa kau cantik sekali?", rayunya berhenti di depan Junsu menghadang langkah.



"Akan lebih cantik, jika tersenyum apalagi tertawa.", godanya yang menampilkan senyum lebarnya, terlihat konyol.



"Boleh aku lewat?", tanya Junsu dingin. Orang itu tersenyum dan sedikit menyingkir.



"Silahkan tuan putriku.", ucapnya seperti pangeran yang mempersilahkan putrinya lewat. Iapun segera mengikuti langkah Junsu di sampingnya.



"Yaa berhenti mengikutiku Park Yoochun.", kesal Junsu pada akhirnya. Ternyata orang itu adalah Yoochun.



"Aniyo aku mau mengawal chagiyaku kemanapun kau pergi.", ngeyel Yoochun dengan wajah santai. Junsu menunduk, air matanya menetes. Sulit untuk menahannya lagi.



"Kenapa kau menggangguku lagi. Aku sedang berusaha kembali Chun, dan sangat sulit.", benar-benar terdengar lirih keluar dari mulut Junsu. Tapi Yoochun menatapnya sendu.



"Mianhae. Aku memang salah Su. Tapi maafkan aku. Kita seperti dulu. Ne. Aku melihat riangmu dan kau akan dapat memelukku. Aku mohon.", pinta Yoochun sambil menghapus air mata Junsu. Yoochun menarik tubuh Junsu ke dalam pelukannya, membiarkan gadisnya membagi benci padanya. Tapi tiba-tiba Junsu mendorong tubuh Yoochun.



"Aku membencimu.", teriaknya yang kemudian berlari kencang menjauhi Yoochun. Sementara Yoochun hanya menghembuskan nafasnya lirih.





.....





"Minnie.", panggil Mrs. Shim yang kini tengah duduk menonton televisi di ruang keluarga. Changmin menoleh dan tersenyum. Ia menghampir ibunya dan duduk di sampingnya.



"Ada apa umma?", tanya Changmin sopan.



"Aku punya calon istri untukmu. Kim Kibum.", kata Mrs. Shim langsung tanpa basa-basi. Changmin mengerutkan keningnya.



"Key maksud umma? Bukankah dia sudah mempunyai kekasih?", heran Changmin. Mrs. Shim memukul kepala anaknya.



"Anak bodoh. Memangnya yang mempunyai nama Kim Kibum hanya Key teman Kyuhyun itu.", geli Mrs. Shim. Changmin terkekeh, enak saja dibilang bodoh.



"Siapa tahu kan umma.", ngeyel Changmin tidak mau kalah. Mrs. Shim menggelengkan kepalanya tidak percaya mempunyai anak yang 'nakal' seperti Changmin.



"Sudahlah. Kau bilang pada umma ingin menikah bukan? Umma sudah siapkan calon istrimu, namanya Kim Kibum.", kali ini Mrs. Shim bernada serius. Changmin memiringkan kepalanya lalu tersenyum.



"Aku sudah lebih dulu menyiapkan calon menantu untuk umma, namanya Cho Kyuhyun.", balas Changmin juga dengan serius. Mrs. Shim berdecak.



"Kali ini umma serius nak.", lembut Mrs. Shim. Changmin tersenyum dan merebahkan kepalanya di paha ibunya, seperti anak laki-laki yang manja. Mrs. Shim membelai rambut Changmin dengan sayang.



"Aku selalu serius tentang Kyuhyun umma.", balas Changmin dengan nada menyindir. Mrs. Shim mencubit hidung Changmin.



"Tidak akan.", singkat Mrs. Shim. Changmin bangkit dan menatap ibunya.



"Untuk Kibum, juga tidak akan umma.", bicara Changmin seperti menantang argumentasi dengang sang ibu.



"Umma tidak menginginkan untuk Kyuhyun.", tidak mau kalah Mrs. Shim. Changmin tersenyum sinis.



"Dan aku tidak menginginkan untuk Kibum. Hanya untuk Kyuhyun umma sampai kapanpun.", nada Changmin mulai sangat serius.



"Tapi dia menginginkan untuk Kibum. Dia sudah setuju Shim Changmin.", kata Mr. Shim seakan memenangkan debat ini.



"Dia?", tidak mengerti Changmin. Mrs. Shim tersenyum licik dan meremehkan.



"Kyu tahu ini?", tanya Changmin keras. Mrs. Shim mengangguk mantap.



"Ya, dan dia setuju.", ucap Mrs. Shim santai. Changmin langsung panik.



"Shit.", desis Changmin. Dia berlari ke kamar Kyuhyun. Tidak peduli pada sang ibu yang kini tersenyum menang. Didapati gadis yang ia cintai itu sedang menghapus air matanya.



"Tuan muda.", ucap Kyuhyun yang sedikit terkejut. Changmin menghampiri Kyuhyun.



"Kau berjanji percaya padaku Kyu.", Changmin mengguncang tubuh Kyuhyun. Ia frustasi, Kyuhyun menyerah begitu saja.



"Tapi tidak sampai ada gadis lain untukmu.", kata Kyuhyun mantap, mencoba tegar di hadapan Changmin.



"Tidak ada siapapun.", marah Changmin, wajahnya menakutkan, ini baru terlihat kali ini. Ia menarik kasar lengan Kyuhyun, membawanya ke hadapan sang ibu. Berdiri tegak, membuat sang ibu harus mendongak.



"Baik kau ataupun umma. Tidak akan ada siapapun. Tidak ada yang akan menjadi istriku selain Cho Kyuhyun.", tegas Changmin di hadapan Mrs. Shim. Saat ini Changmin benar-benar terlihat seperti seorang pria berwibawa. Kyuhyun membelalakan matanya.



"Tu-tu.an.", terbatanya. Mrs. Shim tersenyum datar melihat tingkah anaknya. Ia berdiri dari duduknya.



"Aku kecewa padamu Kyu.", bicara Mrs. Shim yang terdengar begitu kecewa. Kyuhyun menoleh pada Mrs. Shim. Apa yang baru saja ia dengar.



"Maksud nyonya apa?", takut Kyuhyun gugup. Mrs. Shim mengangkat bahunya dan berlalu masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan Changmin menatap Kyuhyun.



"Jangan pikirkan kata-kata umma.", tenangkan Changmin mengusap puncak kepala Kyuhyun. Kyuhyun menggangguk dan membuat Changmin lega.



"Sekarang kau masih tidak ingin mempercayaiku Kyu?", tanya Changmin yang menatap tajam mata Kyuhyun. Tapi Kyuhyun segera menunduk.



"Mianhae. Aku bodoh.", sesal Kyuhyun. Changmin menarik tubuh Kyuhyun masuk ke dalam pelukannya. Memeluknya erat, ingin memberitahu begitu besar rasa cintanya itu.



"Dasar cengeng.", ledek Changmin sambil terkekeh. Kyuhyun hanya tersenyum kecil mendengarnya, membalas erat memeluk tubuh tinggi yang nyata ia cintai. Berusaha.





.....





"Hai. Boleh aku duduk disini?", sapa Yunho pada Siwon dan Jaejoong yang sedang menyantap makan siang mereka. Jaejoong mengerjapkan matanya tidak percaya. Tanpa menunggu jawaban Yunho langsung duduk di kursi sebelah Jaejoong. Langsung Siwon menatap tajam Yunho. Ia menarik Jaejoong untuk pindah duduk di sebelahnya. Ia genggam erat jemari Jaejoong. Tidak boleh ada yang mengambil Jaejoong darinya. Apalagi Yunho.*lebay*



"Ada apa?", ketus Siwon, tidak ada nada bersahabat lagi seperti dulu. Yunho tersenyum kecil.



"Hanya ingin bergabung. Sepertinya meja yang lain penuh. Bukankah kita juga sering makan bertiga?", kata Yunho mencoba bersikap sewajarnya. Jaejoong menatap tidak mengerti Yunho. Apa mau maksud Yunho sebenarnya.



"Baiklah.", terpaksa Siwon. Tapi tetap saja, ia merasa cemas yang berlebihan.



"Jae jangan tambahkan serbuk cabai itu lagi. Kau tahu kebiasaan memakan masakan pedas bisa merusak perutmu.", sergah Yunho saat Jaejoong hendak menaburkan serbuk cabai. Jaejoong menggembungkan pipinya dan menaruh serbuk itu kembali ke meja. Gadis penurut? Tidak pernah sebelumnya kecuali tanpa pemberontakkan pada awalnya.



"Tidak perlu memberi perhatian seperti itu padanya!", sinis Siwon memperingati, menatap Yunho seakan memulai sebuah peperangan.



"Aku hanya sedikit memperingatkan kekasihmu Won.", tenang Yunho sambil tersenyum pada pelayan yang mengantar makanannya. "Gomapsumnida.", katanya pada sang pelayan.



"Bagaimana kalau kita kembali bersahabat. Bukankah akan lebih menyenangkan. Benarkan?", Yunho menyodorkan tangannya pada Siwon. Siwon menelan ludahnya. Apa-apaan ini? Kenapa sikap Yunho begitu santai. Tapi tidak tahukah, sebenarnya Yunho sedang menahan perasaannya. Tapi bersahabat daripada bertengkar akan lebih baik.



"Hei.", tegur Yunho karena cukup lama ia tak diacuhkan oleh Siwon.



"Maafkan aku Yun.", sesal Siwon akan sikapnya yang merebut Jaejoong. Yunho tersenyum mendapati tangannya dijabat oleh Siwon.



"Memangnya apa yang salah?", heran Yunho mencoba melupakan. Siwon membuang nafasnya.



"Gomawo.", ucap Siwon lega. Tidak ada lagi pertengkaran.



"Semoga kalian berdua bisa bahagia.", ucap Yunho sambil tersenyum lebar dan menyantap makanannya tanpa mau melihat keduanya. Jaejoong memandang sendu ke arah Yunho.



"Yun.", panggil Jaejoong lembut. Yunho mendongak, menatap Jaejoong.



"Waeyo?", heran Yunho. Jaejoong tersenyum.



"Teman.", pelan Jaejoong. Yunho terkekeh dan melirik ke arah Siwon.



"Aku kira kau perlu minta ijin dulu pada Siwon untuk berteman denganku.", gurau Yunho yang membuat Siwon terkekeh.



"Asal jangan kau ambil Jaeku. Aku tidak apa-apa.", gurau Siwon balik. Yunho mengangguk.



"Hahaha. Sepertinya tidak akan pernah bisa aku mengambilnya darimu walaupun aku berusaha keras. Tenang saja.", Yunho berusaha setegar mungkin mengatakan itu. Jaejoong memalingkan wajahnya, ia tahu itu sebuah sindiran keras untuknya.



"Kau benar. Karena dia adalah milikku sekarang.", mantap Siwon. Ia memeluk erat tubuh Jaejoong dan mengecup puncak kepalanya. Sedangkan Yunho hanya dapat tersenyum palsu. Andai ada yang tahu. Ini terasa jauh lebih sakit.





.....





Bruukk.

Taemin terjatuh karena jalannya yang daritadi hanya terus melihat ke bawah, sampai tidak melihat ada seseorang di hadapannya.



"Tae, kau tidak apa? Mianhae.", khawatir orang itu. Ia mengusap telapak tangan Taemin yang kotor untuk membersihkannya. Sudah bersih.



"Apa terasa sakit?", tanya orang itu kemudian. Taemin menggeleng.



"Tidak sakit oppa.", saut Taemin mencoba untuk kuat.



"Jangan berjalan menunduk lagi. Oke.", pesan orang itu. Taemin mengangguk, tapi enggan menatap matanya.



"Ne.", singkat Taemin. Orang itu mengelus puncak kepala Taemin.



"Aku pulang duluan ya?", pamitnya yang jelas sudah pasti seorang pria.



"Minho oppa.", panggil Taemin yang sudah tidak kuat menyembunyikan bulir air matanya. Entah karena sakit pada lutunya yang ternyata sedikit berdarah, atau karena perasaan rindunya pada Minho.



"Omo Taemin, lututmu berdarah.", panik Minho, ia meniup tepat pada lukanya.





"Apa masih sakit?", tanya Minho. Taemin menggangguk.



"Sakit. Tapi hanya sedikit.", elak Taemin padahal ia sudah menangis deras.



"Aku antar pulang. Ayo naik.", Minho langsung memberikan punggungnya pada Taemin. Taemin memeluk leher Minho dan naik ke punggung Minho. Sudah lama tidak digendong seperti ini. Sangat rindu pada punggung dan pemiliknya.



"Gomawo oppa.", ucap Taemin pelan di telinga Minho. Minho tersenyum kecil.



"Cheonmaneyo.", balas Minho. Taemin menaruh wajahnya di pundak Minho. Mengintip wajah tampan itu dari samping.



"Taemin untuk yang waktu itu. Kata-kataku terdengar terlalu menyakitkan bukan? Mianhae.", sesal Minho yang mengingat kembali kata-katanya. Taemin mengangguk.



"Tidak apa-apa oppa.", jawab singkat Taemin yang menghapus air matanya. Minho membuang nafasnya. Keduanya hanya diam. Taemin bahkan menutup matanya, untuk menikmati gendongan Minho.



"Taemin. Ayo turun.", suruh Minho saat sudah sampai di mobilnya. Tapi tidak ada jawaban. Ia menoleh ke samping dan malah mendapati Taemin yang ketiduran dalam gendongannya. Ia terkekeh kecil. Jarak yang mereka tempuh tidak terlalu jauh dari gedung sekolah ke halaman parkir. Tapi sudah mampu membuat Taemin tertidur. Begitu nyamankah berada dalam gendongan Minho? Minho dengan hati-hati meletakkan tubuh mungil Taemin di jok mobil agar tidak terbangun.



"Lucunya Nae Taemin. Menggemaskan.", Minho mengelus wajah Taemin sayang. Mengecup kening Taemin sekilas dan mengecup pipi Taemin dan terakhir pada bibir tipis itu.



"Eungg.", lenguh Taemin yang sedikit terusik tapi tidak sampai terbangun. Minho terkekeh. Untung saja.



"Cantiknya.", gumamnya sebelum menutup pintu mobil, dan memutar untuk mengambil alih kemudi.





.....





"Beibi. Kenapa sih daritadi cantiknya aku diam saja? Hmm?", tegur Jinki yang memeluk Kibum dari belakang, menempelkan pipinya pada pipi mulus Kibum. Dan menggerak-gerakan tubuh langsing itu seperti anak kecil. Mereka baru saja selesai kuliah, dan seperti biasa Jinki akan mendatangi Kibum di kelasnya. Tapi ada yang berbeda, Kali ini Kibum tidak cerewet seperti biasanya, bahkan malah terkesan teramat diam. Padahal Jinki terus saja bersikap manja kepada Kibum. Tapi Kibum hanya membalasnya dengan senyuman kecil. Entahlah suasana hatinya masih kacau sejak beberapa hari yang lalu. Kecewa masih teramat dalam sepertinya. Dan membuat suatu hal yang mengganjal di benaknya.



"Tidak apa-apa baby.", sangkal Kibum mencoba meyakinkan Jinki dari wajahnya. Ia berbalik dan membelai setiap lekuk wajah Jinki. Ia tatap sendu wajah chubby yang tampan itu.

"Aku mau pulang baby.", pinta Kibum lembut. Jinki memajukan sedikit bibirnya.



"Waeyo? Apa tidak mau jalan-jalan dulu?", tanya Jinki yang sedikit heran. Kibum menggeleng. Ia lelah, perasaannya yang terlalu lelah. Apakah percuma saja usahanya untuk membuat Jinki percaya padanya selama ini?



"Aniyo, baby aku lelah. Aku ingin tidur. Tidak apa kan?", jelas Kibum menatap penuh permohonan. Kali ini saja, turuti permintaannya tanpa penolakan pada awalnya. Jinki mengecup kening Kibum sayang. Tersenyum lebar.



"Ne. Kita pulang beibi.", Jinki menggenggam jemari Kibum sepanjang perjalanan mereka ke lahan parkir. Membukakan pintu untuk putrinya. Tanpa ada sepatah katapun sedaritadi. Memutar dan duduk di belakang kemudi setir, menyandarkan punggung di sandaran jok, memandang ke arah Kibum yang hanya menatap keluar jendela di sampingnya. Jinki mendekatkan tubuhnya ke arah Kibum.



"Beibi jeongmal saranghaeyo.", bisik Jinki di telinga Kibum. Kibum sedikit tersentak kaget, tapi segera berbalik menatap Jinki. Ia tersenyum kecil dan mengecup pipi Jinki.



"Aku tahu. Sudah jalan saja baby.", suruh Kibum datar. Jinki menggelengkan kepalanya. Ada yang aneh dari Kibum, dan ia menyadari pasti itu karena kesalahannya.



"Kau marah padaku?", tanya Jinki lirih sambil mengais poni yang sedikit menghalangi wajah cantik Kibum.



"Ani baby.", sangkal Kibum dengan senyuman samar. Jinki mengerucutkan bibirnya. Ia tahu kekasihnya berbohong padanya.



"Aku lebih baik kau memarahiku, daripada aku kau diamkan seperti ini.", rengek Jinki seperti anak kecil.



"Aku tidak marah. Kenapa selalu bilang aku marah.", kesal Kibum pada akhirnya. Jinki menggembungkan pipinya.



"Itu kau marah.", sindir Jinki menusuk-nusuk pipi Kibum dengan telunjuknya. Kibum membuang nafasnya. Kenapa semua terlihat seperti gurauan? Kibum menatap Jinki, kenapa ia tidak bisa marah? Hei. Dia ingin marah. Kembali ia hembuskan nafasnya.



"Katanya tadi lebih suka aku marahi.", sindir Kibum balik sambil menyipitkan mata. Jinki terkekeh geli, menjulurkan lidahnya.



"Tidak jadi. Aku lebih suka kau peluk.", gurau Jinki dengan mata berbinar-binar dan bibir dibuat imut.



"Pabo. Baby pabo.", raut wajah Kibum berubah sendu. Ia memeluk Jinki erat dan memukul-mukul dada Jinki. Jinkinya yang sangat ia cintai tapi menggores kekecewaan besar di hatinya.



"Kau tahu, aku kecewa padamu. Kau jahat. Jahat.", raung Kibum, air matanya mulai mengalir deras. Jinki tidak peduli sakit yang diterimanya dari pukulan Kibum. Ia terima sampai pada akhirnya pukulan itu melemah dan Kibum akhirnya jatuh ke dalam pelukannya.



"Mianhae beibi. Memang salahku. Umm. Aku jahat padamu. Jangan menangis lagi.", rajuk Jinki, ia menghapus air mata yang mengalir dengan ibu jarinya. Mengecup kedua kelopak mata yang tertutup itu bergantian. Jarang melihat Kibum menangis, kalau bukan karena dia yang sudah keterlaluan. Ia menyadari itu.



"Aku berusaha baby untuk tidak membuat salah lagi padamu. Tapi kenapa kau malah seperti itu.", lirih Kibum. Jinki menatap sendu Kibum. Begitu kecewakah Kibum kepadanya?



"Maafkan aku.", pinta Jinki tulus. Kibum menghapus air matanya.



"Bukan salahmu. Tapi salahku.", sautnya. Dan lagi-lagi Kibum membela Jinki padahal jelas ini salah pria itu.



"Sulit berdebat denganmu beibi. Kau tahu, ini salahku. Tanpa penyangkalan. Oke. Dan maafkan aku. Aku menyesal.", tekan Jinki menyorot tajam mata Kibum. Sedangkan sang gadis mengganggukan kepalanya seperti terhipnotis. Jinki tersenyum dan mengacak rambut Kibum.



"Kita pulang ya beibiku.", Jinki menekan pedal gasnya. Kibum hanya mengangguk setuju. Jinki melirik ke arah Kibum. Dibuangnya nafas beratnya. Benar-benar salahnya.





.....





Hangeng membuka pintu kamar Heechul dengan sebelah tangannya dengan segelas susu yang berada pada tangan satunya lagi. Heechul meletakkan majalahnnya dan tersenyum.



"Malam appa.", sapanya dengan suara anak kecil pada Hangeng. Hangeng terkikik.



"Malam aegya appa.", sapa balik Hangeng yang menghampiri Heechu. "Nah sekarang saatnya minum susu untuk umma yang sedikit bandel.", gurau Hangeng menyodorkan segelas susu coklat kehadapan Heechul dengan senyum kecilnya. Lalu dengan cepat Heechul meraihnya. Hangeng segera berjongkok dan menundukkan tubuhnya, meletakkan telinganya di perut Heechul.



"Bayi appa sehatkah di dalam perut umma? Ehmm?", tanya Hangeng mencoba mengajak sang janin bicara. Heechul terkekeh geli, pemandangan yang lucu. Hangeng tersenyum mengelus perut Heechul sayang. Sudah seperti layaknya seorang ayah yang begitu menunggu kehadiran bayi kecilnya. Heechul meletakkan gelas di nakas kecil samping tempat tidurnya.



"Terimakasih sudah mengakasihani anakku.", ucap Heechul pelan. Hangeng langsung mendongak menghadap Heechul.



"Apa maksudmu?", sepertinya Hangeng tidak suka pada perkataan Heechul. Tapi bukan berarti, ia mengerti maksud Heechul sepenuhnya.



"Kau sudah mau menjadi appanya. Aku tahu kau hanya kasihan pada bayiku. Sulit menjadikan diri sebagai orang tua dari anak yang bukan darah daging sendiri bukan? Karena itu aku sangat berterimakasih padamu Han. Tapi, kalau suatu saat nanti, kau menemukan seseorang yang kau cintai. Kau bisa membatalkan niatmu. Bayiku akan mengerti. Aku tidak akan memaksamu.", bicara Heechul santai. Ia juga tahu diri. Tidak akan selamanya Hangeng hidup seorang diri seperti ini. Suatu saat nanti, pasti ada seseorang lain di kehidupan Hangeng. Dan Heechul inginkan kebahagiaan Hangeng. Ia tidak ingin menjadi beban Hangeng, hanya karena ia dan bayinya.



"Kau salah. Jangan bicara seperti itu lagi. Kau pikir aku dengan begitu saja berkata ingin menjadi appanya hanya karena kasihan? Bukankah itu terlalu jahat untuk bayi ini. Ehmm?", bicara Hangeng. Heechul mengangkat bahunya. Hangeng membelai wajah Heechul dengan punggung tangannya.



"Aku menyayangi anakmu seperti anakku. Kau tahu, tidak ada yang aku cintai selain gadis bernama Kim Heechul. Kenapa kau berpikir terlalu bodoh untuk ini?", lembut Hangeng. Heechul mengerjapkan matanya. Apa yang baru saja ia dengar?



"Tidurlah. Kau tidak boleh lelah Chullie. Ne.", suruh Hangeng penuh perhatian. Ia merebahkan tubuh Heechul, menarik selimut sampai dada Heechul. Tersenyum manis pada gadis itu.



"Selamat malam.", ucap Hangeng hendak keluar kamar Heechul.



"Hangeng.", panggil Heechul. Hangeng menghentikan langkahnya dan berbalik.



"Maukah menemaniku malam ini?", tanya Heechul penuh harap. Hangeng tersenyum dan menghampiri Heechul.



"Sampai kau tertidur. Aku akan disini.", sautnya. Heechul menggeser tubuhnya, menepuk kasur agar Hangeng duduk di sana. Hangeng menuruti.



"Apakah benar yang kau katakan tadi?", tanya Heechul yang meletakkan kepalanya di dada Hangeng. Deg. Deg. Ah, jantung Hangeng kembali berdetak kencang.



"Ah i-itu. Iya aku menyayangi anakmu Chullie. Anak kita.", kata Hangeng gugup. Heechul memajukan bibirnya.



"Yang satu lagi. Katakan lagi.", pinta Heechul memelas. Hangeng menggaruk kepalanya.



"Yang mana? Hmm?", sangkal Hangeng karena malu.



"Itu yang kau cintai hanya aku. Katakan lagi.", pinta Heechul, Hangeng tersenyum malu.



"Yang i-i-tu. Ehmm. Ne. Aish. Ehmm. Ne aku mencintaimu.", gugup Hangeng. Heechul tersenyum. Bahagia. Hei. Gadis ini baru kali ini merasakan kebahagiaan seperti ini.



"Sejak kapan?", cecar Heechul menatap Hangeng. Wajah Hangeng memerah.



"Sejak dulu. Sejak masuk kuliah.", jawab Hangeng cepat. Heechul membesarkan matanya.



"Kenapa kau tidak pernah bilang padaku?", heran Heechul, pasalnya terlalu lama jika sejak masuk kuliah. Hangeng mengelus tengkuknya.



"Soal itu aku sangat malu Chullie. Kau benar-benar cantik dan aku tidak sebanding denganmu. Tentu saja tidak merasa pantas.", jelas Hangeng. Heechul terkekeh dan mengeratkan pelukannya.



"Kata siapa? Aku suka padamu. Kau tampan dibandingkan siapapun. Buktinya, saat kita bertabrakan waktu itu. Aku selalu mengingat wajahmu walau samar. Dan itu sangat tidak biasa untukku.", bicara Heechul yang mengingat memori-memori saat itu. Hangeng merasa senang mendengarnya, tapi juga malu.



"Jangan menggodaku terus. Aku malu. Cepat tidur.", galak Hangeng karena malu. Heechul menggeleng manja.



"Katakan lagi. Katakan lagi.", rengek Heechul seperti anak kecil.



"Apanya?", heran Hangeng. Heechul memajukan bibirnya.



"Kau mencintaiku. Ayo cepat.", manja Heechul. Sangat lucu untuk seorang Kim Heechul. Apa ini karena bawaan bayi?



"Aku mencintaimu. Sudah.", cepat-cepat Hangeng. Ah. Jika sekali lagi Heechul menggodanya, dapat dipastikan wajahnya akan seperti kepiting rebus yang baru matang. Sangat merah.



"Aku juga. Hehe. Selamat malam appa yang tampan.", ucap Heechul menatap Hangeng. Hangeng hanya tersenyum.



"Tidak ada night kiss?", protes Heechul yang bibirnya sudah dikerucutkan. Hangeng menyipitkan matanya. Heechul yang mengerti hanya dapat menggembungkan pipinya.



"Ah baiklah tidak ada dan tidak akan. Huhu.", sindir Heechul yang memejamkan matanya kesal. Sedangkan Hangeng terkekeh geli melihat tingkah Heechul yang menggemaskan bukan main. Malam yang indah untuk calon ibu yang manja dan ayah yang pemalu.





.....





Pagi-pagi sekali Yoochun sudah tiba di rumah Junsu. Ia menunggu gadis itu di depan pintu gerbang sedaritadi. Gadisnya pasti keluar pagi-pagi begini, hanya untuk jogging di sekitar taman dekat rumahnya. Ini hari Minggu yang sejuk bukan, untuk jogging berdua. Gadis cantik dan pria tampan.



"Aku pergi.", teriak Junsu pada orang rumah, menutup pintu rumahnya. Dan berlari kecil menuju gerbang. Yoochun tersenyum, ia merapihkan bajunya bersiap-siap menyambut gadisnya. Pintu gerbang telah terbuka.



"Pagi chagiku.", sapa Yoochun yang menyodorkan setangkai bunga mawar tiba-tiba di hadapan Junsu, dan itu membuat Junsu sangat terkejut.



"Kau?", kesal Junsu yang sangat kasar menyingkirkan bunga itu.



"Kau tidak suka bunga?", sedih Yoochun. Junsu menyipitkan matanya. Wajah bodoh.



"Kalau begitu coklat.", Yoochun mengambil sebatang coklat dari sakunya. Tapi ditampik Junsu cepat.



"Jangan menggangguku.", galak Junsu yang akhirnya berlari meninggalkan Yoochun. Yoochun membuang nafasnya dan segera mengejar Junsu.



"Seksi tunggu aku.", pinta Yoochun sambil berteriak. Junsu tidak peduli, ia terus saja berlari.



Greepp.

Yoochun berhasil menangkap Junsu. Ia memeluk gadis itu dari belakang. Terlalu berusaha untu cepat langkah kakinya untuk mengejar Junsu yang sangat cepat.



"Chagiku larinya cepat sekali. Hiuh. Hosh. Hosh.", protes Yoochun yang nafasnya terengah-engah.



"Hentikan memanggilku chagi Chun.", kesal Junsu. Yoochun menggembungkan pipinya.



"Kenapa memangnya? Kau kan masih kekasihku. Kau ingatkan.", ngeyel Yoochun licik. Junsu berdesis.



"Yasudah. Kita putus sekarang.", putus Junsu. Yoochun menggeleng dan meletakan kepalanya di pundak Junsu.



"Akunya tidak mau. Pokoknya kau selamanya adalah kekasihku yang sangat kucintai.", bicara Yoochun seperti anak kecil. Mereka berubah, si playboy bersikap layaknya anak kecil yang harus mendapatkan apapun yang ia mau. Sedangkan seorang periang ini menjadi gadis dingin dan galak pada seseorang yang memeluknya. Tahukah ini hanya trik mereka berdua. Yoochun menggunakannya agar Junsu luluh, mau kembali padanya, memaafkannya tersenyum, tertawa di hadapannya seperti dulu. Dan semua itu tulus ia lakukan, karena pria ini sadar mencintai Junsu sepenuhnya. Sedangkan Junsu menggunakannya hanya untuk menjadi topeng kelemahannya, sakit hatinya, kerapuhannya, dan kebenciannya. Dan itu terpaksa ia lakukan, karena terlalu besar rasa cintanya yang ia sangkal untuk Yoochun.



"Chun lepaskan aku.", ronta Junsu. Yoochun menggeleng.



"Aku tidak mau.", kukuh Yoochun. Junsu menunduk.



"Kenapa kau selalu membuatku sakit Chun?", tanya Junsu yang hatinya sudah hancur dengan peristiwa itu, jadi jangan ditambah lagi penderitaan ini. Yoochun menggeleng. Ia mengeratkan pelukannya.



"Maafkan aku. Aku sungguh-sungguh. Kau bisa mendengarku? Aku mencintaimu Su. Apa perlu aku ulang lagi? Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Aku mencintaimu, .....", bisik Yoochun berulang kali tanpa lelah. Junsu memejamkan matanya.



"Hentikan.", teriak Junsu. Tapi Yoochun menggeleng.



"Aku mencintaimu. Aku mencintaimu. Tidak akan berhenti sampai kau percaya dan memaafkanku. Aku mencintaimu, Aku mencintaimu, ....", kukuh Yoochun. Sepertinya ini usaha kerasnya.



"Cukup. Aku memaafkanmu, aku percaya padamu. Dan kita tidak usah bertemu lagi. Anggap saja kita tidak pernah mengenal satu sama lain. Mencintaiku berarti kau setuju Chun. Semua selesai. Bisa lepaskan aku.", ucap Junsu membuat Yoochun melepaskan pelukannya perlahan. Kenapa seperti tercabik pisau?



"Apa tidak bisa kita seperti dulu Su?", lirih Yoochun. Junsu menggeleng.



"Apa kesalahanku terlalu fatal?", lirih Yoochun lebih-lebih. Junsu menggangguk.



"Apa tidak ada cara untuk memperbaikinya? Sedikit saja.", mohon Yoochun. Junsu tetap menggeleng.



"Semua selesai?", yakinkan Yoochun pada dirinya.



"Selesai.", ucap Junsu yang akhirnya untuk kesekian kalinya menangis.



"Baiklah.", lemah Yoochun. "Annyeong.", pamit Yoochun yang kembali ke mobilnya. Semua sudah selesai bukan? Tapi bukan berarti usahanya sia-sia sebelumnya. Junsu berlari ke dalam rumahnya saat mobil Yoochun melintas di hadapannya. Berlari ke kamar, menangis lagi dan hanya ditemani boneka lumba-lumbanya.





.....







Tbc

No comments:

Post a Comment