Sunday, March 13, 2011

Fan Fiction.. Story.. Part 9a.. YAOI

Title: Story



Author: Anka 'bubu'



Lenght: 9A of ?



Cast:



- Kim Heechul (female)



- Tan Hangeng



- Kim Jaejoong (Female)



- Jung Yunho



- Kim Junsu (female)



- Park Yoochun



- Cho Kyuhyun (fémale)



- Shim Changmin



- Kim Kibum (female)



- Lee Jinki



- Lee Taemin (female)



- Choi Minho





Cekidot.





------------------------------------------------





Ny. Tan melirik jam di dinding dapur. Sudah jam delapan pagi. Aish, bukankah ini sudah lewat dua jam dari jadwal sarapan pagi. Kenapa rumah masih terlihat sunyi, padahal dia sudah kembali lagi dari berbelanja di pasar tradisional. Huft. Selalu saja seperti ini. Wanita tua paruh baya ini akhirnya ke dapur, meletakkan barang belanjaannya dan melanjutkan pekerjaan untuk membuat sarapan pagi, walau sudah telat, tetap saja perut harus diisi. Tiga minggu tinggal bersama anaknya, sudah terasa dipekerjakan seperti seorang pembantu. Memang tidak ada yang menyuruhnya, tapi kalau tidak seperti itu, siapa yang akan apik mengurus apartement ini. Hangeng? Sudahlah. Dia pria, biarkan pekerjaan rumah ini menjadi pekerjaan para wanita. Lalu menyuruh Heechul? Ya Tuhan, bisa bunuh diri Ny. Tan dengan gadis nakal itu. Lihat saja jam segini, Heechul baru saja membuka matanya. Gadis ini selalu saja membuang poin positif di mata Ny. Tan, karena selalu bangun siang. Ia melirik ke sekeliling kamarnya, tidak ada siapa-siapa. Ia tersenyum lega, lebih baik tidur lagi.



"Hoamm.", tanda Heechul masih mengantuk. Ia mengambil gulingnya kembali dan dipeluknya erat. Tapi.



"Yaa Kim Heechul! BANGUN. Ini sudah siang. Cepat bantu aku.", teriak Ny. Tan dari dapur. Seperti terdapat sebuah ikatan batin antara ia dan Heechul. Wanita ini tahu, kalau sebenarnya Heechul sudah terbangun. Mendengar teriakan Ny. Tan, Heechul menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dengan mata masih terpejam, ia berjalan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan sikat gigi.



"Iya mama.", saut Heechul malas. Ny. Tan yang mendengarnya hanya tertawa kecil. Dasar 'menantu'nya itu. Sedangkan Hangeng yang sedang membaca buku di kamarnya, langsung keluar kamar karena teriakan ibunya.



"Aish mama, pagi-pagi sudah teriak-teriak.", protes Hangeng sambil duduk di sofa ruang keluarga. Menyalakan televisi, untuk menonton berita.



"Kalau tidak begitu kekasihmu tidak akan bangun.", ketus Ny. Tan. Hangeng menoleh ke belakang, dimana memang ruang keluarga dan dapur hanya berbatas meja panjang.



"Biarkan saja mama, bayiku kan harus banyak istirahat.", bela Hangeng untuk Heechul. Ny. Tan berdecak kesal, selalu saja membela kekasihnya, walaupun kekasihnya itu memang nakal.



"Terserahmulah.", kesal Ny. Tan yang sudah lelah berdebat tentang tingkah Heechul dengan Hangeng.



"Ada apa mama?", tanya Heechul dengan wajah masih mengantuknya yang buru-buru tiba di dapur. Sebenarnya ia ingin memeluk Hangeng terlebih dahulu, tapi nanti calon ibunya ini memberi ceramah panjang lebar. Malas mendengarnya. Ny. Tan menyeringai.



"Ayo cepat buat sarapan. Ini sudah siang Chullie.", suruh Ny. Tan galak. Tatapan mata saja sudah mampu membuatnya ketakutan. Tapi yang benar saja, masa disuruh membuat sarapan, cara menyalakan kompor saja tidak bisa.



"Tapi mama. Aku kan tidak bisa memasak.", protes Heechul, bibirnya dicuatkan. Ny. Tan menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Ada-ada saja anaknya itu memilih kekasih.



"Bagaimana mau menjadi istri anakku. Kalau memasak saja tidak bisa.", sindir Ny. Tan tajam. Heechul menundukkan wajahnya. Menyesal. Seharusnya dulu ia minta minta diajari Hangeng memasak. Kalau beginikan dia juga yang kena.



"Mianhae mama. Tapi kan Hangeng bisa memasak mama. Jadi kalau aku tidak bisa memasakkan tidak apa-apa.", ngeyel Heechul yang selalu saja menjawab nasihat Ny. Tan. Membuat pukulan bersarang di kepalanya.



"Appo.", ringis Hèechul mencuatkan bibirnya. Tapi Ny. Tan tidak peduli, ia memicingkan matanya.



"Yasudah, iris cabai dan bawang itu, lalu tumbuk jadi satu.", perintah Ny. Tan galak. Heechul mendengus pada Hangeng yang malah menertawakannya. Dasar pria menyebalkan.



"Hikz. Mama, mataku perih. Hikz.", eluh Heechul yang air matanya mengalir. Matanya perih, karena mengiris cabai. Kali ini Ny. Tan tidak dapat menahan tawanya lagi. Ia tertawa sekeras-kerasnya. Membuat Heechul mengerucutkan bibirnya. Hangeng yang akhirnya merasa kasihan pada Heechul, mendatangi keduanya di dapur.



"Aish, sudahlah mama. Chullieku kasihan, lihat sampai menangis. Sudah biar aku saja yang membantu mama.", ucap Hangeng membela Heechul. Gadis itu mengangguk-angguk setuju sambil membelai perutnya.



"Baby kasihan juga.", timpal Heechul membuat Ny. Tan heran pada keduanya.



"Pantas saja kekasihmu nakal seperti ini. Kau selalu saja memanjakannya berlebihan.", sindir Ny. Tan sambil memandang tidak suka. Heechul takut, ia berlari ke arah Hangeng dan bersembunyi di balik tubuh pria itu sambil memeluknya sedikit. Ckckckck. Mencuri kesempatan.



"Hah. Kau ini Chullie. Bisakah satu hari saja tidak berpelukan. Kalian ini sulit sekali dipisahkan.", kesal Ny. Tan. Heechul mengeratkan pelukannya sementara Hangeng tersenyum lebar dan berbalik badan untuk dapat membelai rambut Heechul. Gadis itu merasa senang.



"Memang seperti itu mama. Jadi jangan pisahkan kami. Kasihan nanti babynya kalau rindu apanya bagaimana?", jawab Heechul mengeyel dan rasa bangga yang kuat. Ny. Tan menatap malas keduanya. Ia memisahka pelukan mereka dengan kesal.



"Menjawab saja. Dasar anak muda jaman sekarang. Sudah kau Chullie, duduk di sana. Jangan dekat-dekat Hangeng. Dan kau Hangeng, bantu mama memasak.", atur Ny. Tan. Bagaimana ini? Tentu saja Heechul menggeleng.



"Mama, aku mau di sini saja sama Hangeng. Ya mama.", rajuk Heechul mengeyel. Ny. Tan menyipitkan matanya. Heechul sebal, ia memasang wajah memelas pada Hangeng agar membantunya.



"Mama. Baby sedang rindu padaku. Boleh ya ma.", rajuk Hangeng juga. Heechul tersenyum menang.



"Hah. Kalian ini. Sudahlah, cepat pergi dari hadapanku, membuatku kesal saja.", usir Ny. Tan yang akhirnya menyerah. Kekuatan cinta HanChul tidak dapat dipisahkan. Heechul tertawa dalam hati.



"Terimakasih mama.", senang Heechul. Ia mengecup pipi Ny. Tan sekilas, lalu mengapit lengan Hangeng. "Ayo appa, kita nonton televisi.", ajak Heechul yang langsung menarik Hangeng ke ruang keluarga dengan penuh semangat. Ny. Tan hanya dapat tertawa dibuatnya. Menantunya itu sebenarnya lucu dan ia sangat menyukainya. Hanya saja, uuh. Terlalu berani. Ckckck. Tapi ia menyadari perilaku anak muda seperti Heechul. Dasar Kim Heechul.





.....





Junsu tersenyum kecil, mengingat mimpinya tadi malam. Mimpi indah bersama Yoochun, dimana mereka berada di sebuah padang bunga. Merebahkan diri berdampingan di tengah padang bunga tersebut. Serasa seperti di dalam sebuah film romantis. Dimana Yoochun begitu banyak mengeluarkan kata-kata cinta untuknya, dan itu mampu membuat Junsu berada di angkasa luar. Semakin terlihat wajah Junsu yang merona saat sampai dimana Yoochun mengecup keningnya dengan mesra dan mengucapkan 'saranghaeyo'. Gadis ini dulu saat ia kecil, pernah memimpikan akan adanya sosok pangeran tampan dengan kuda putih menggenggam tangannya, mengecup keningnya, mengatakan pengakuan cinta dan terakhir dan paling mendebarkan saat pangeran itu mengajaknya untuk menikah. Hanya sebuah pemikiran gadis kecil yang polos. Bahkan Junsupun tertawa geli, mengingat kembali khayalan masa kecilnya itu.



Junsu memejamkan matanya, ia tahu baik sekarang ataupun dulu memang hanyalah sebuah mimpi. Ia sadar telah melepas mimpinya yang sebenarnya dapat terwujud. Tapi sepertinya sudah terlambat. Ia yang mengakhiri semuanya. Dan akan dirasa tidak untuk mereka kembali.



"Hai.", seseorang menyapanya tepat di hadapannya. Junsu membuka matanya dari dunia khayal sebelumnya dan betapa terkejutnya saat seseorang tampan ada di hadapannya dan tersenyum padanya. Junsu membuang wajahnya. Kenapa sikapnya tidak dapat seperti keinginan hatinya.



"Namaku Park Yoochun. Apa aku boleh tahu namamu?", tanya pria yang bernama Yoochun. Ia menjulurkan tangannya pada gadis itu. Junsu mengangkat sebelah alisnya, apa maksud semua ini? Kenapa sikap itu terasa sangat aneh.



"Jangan bermain-main Chun.", tidak suka Junsu. Ia menatap tajam Yoochun. Sedangkan Yoochun tersenyum santai.



"Hei tanganku pegal.", sindir Yoochun dengan mata yang mengarah pada tangannya yang terus menggantung berharap sambutan. Sebenarnya ada apa ini?



"Tidak peduli.", singkat, padat, dan jelas. Junsu berjalan melewati Yoochun tanpa mau menatap wajah itu sedikitpun. Muak untuk dipermainkan lagi. Memangnya ia bodoh. Yoochun mengejar langkah Junsu yang cepat. Berjalan dengan santainya, saat mereka sudah sejajar.



"Aku hanya ingin berkenalan denganmu nona. Karena kita belum saling mengenal. Bolehkah aku mengenalmu lebih dekat?", tanya Yoochun penuh harap. Seperti playboy mencoba memancing mangsanya. Cukup! Ada apa? Kenapa seperti ini? Junsu benar-benar muak pada Yoochun, pria itu bertingkah seperti tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.



"Aku tidak mengerti denganmu.", kesal Junsu yang berusaha menusuk Yoochun dengan perkataannya. Ia kembali berjalan menjauhi pria itu. Cukup, ia kesal bukan main. Tapi tetap saja, Yoochun turut berjalan di belakangnya.



"Aku hanya mengikuti permainanmu. Bukankah kau pernah meminta padaku, anggap saja kalau kita tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Aku sudah melakukannya. Tapi bukan berarti aku tidak bisa memulainya dari awal kan? Anggap aku baru saja ingin berkenalan denganmu. Apakah sudah dapat menjelaskan semua ini?", bicara Yoochun pelan seakan meremehkan keadaannya. Ia baru memikirkan tadi malam. Ia sangat menyesal, kenapa baru mendapati celah dari semua perkataan Junsu. Tidak mengenal sebelumnya, bukan berarti tidak boleh mengenal setelahnya bukan?



Junsu mendesir pada hatinya, mendengar perkataan Yoochun barusan. Tapi masih saja ia ingin memungkiri itu semua. Ia berbalik badan menghadap Yoochun.



"Kenapa kau keras kepala sekali Park Yoochun.", teriak Junsu penuh emosi, terlihat dari urat-urat pada lehernya yang sedikit timbul. Yoochun menggelengkan kepalanya pelan.



"Darimana kau tahu aku keras kepala? Bukankah kita tidak pernah mengenal sebelumnya?", tanya Yoochun memiringkan kepalanya, memulai lagi sandiwara yang baru saja ia lakonkan. Dan ini sangat berhasil untuk memojokkan gadis itu. Junsu tidak bisa membalas Yoochun, mulutnya seakan terkunci. Yoochun mendekat pada Junsu dengan tatapan hangat.



"Dengarkan aku. Aku hanya ingin mengawali untuk sebuah hubungan yang baru. Dan disana kau akan mengenal Park Yoochun sebagai pria yang menyesal akan semua kebodohannya yang telah dilakukannya kepadamu. Mengenal Park Yoochun sebagai pria yang hanya mencintai gadis bernama Kim Junsu. Hanya itu. Detik ini adalah awal dari perkenalan kita dan aku harap kita dapat mengenal lebih jauh pada nantinya.", bisik Yoochun tepat di hadapan wajah Junsu dengan tutur kata lembut yang dapat meruntuhkan bongkahan es dalam hati Junsu. Junsu menahan air matanya yang sebenarnya sudah ingin keluar. Tapi dia sama sekali tidak ingin menangis lagi. Dia dari awal adalah gadis yang sangat riang. Karena ini adalah awal. Ia akan memberikan kesan dirinya yang sebenarnya. Junsu tersenyum pada Yoochun dan mengerjap-ngerjapkan matanya, LUCU.



"Salam kenal juga, aku Kim Junsu. Panggil saja Junsu. Tapi teman-temanku suka memanggilku Dolphin. Hihi.", ucap Junsu memperkenalkan dirinya sambil tersenyum lebar. Cara perkenalkan khas seorang Kim Junsu. Ini nyata bukan? Bolehkah Yoochun berteriak, kalau ia begitu senang. Tapi itu hanya perumpamaan, nyatanya kini Yoochun hanya dapat menahan kesenangannya di hadapan Junsu. Bolehkah ia berharap gadis itu akan menjadi gadisnya lagi?



"Panggilan yang lucu seperti orangnya.", puji Yoochun. Sebentar itu pujian atau ejekkan? Anggap saja dua-duanya. Paling tidak itu dapat membuat Junsu tersenyum senang.



"Yang benar? Kau bisa saja. Hihi.", malu Junsu tersipu-sipu. Yoochun terkekeh kecil. Ia rindu sikap malu-malu Junsu.



"Itu benar kok.", saut Yoochun. Junsu mengangguk-angguk kecil. "Su. Ehmm. Bisakah kita memulainya dengan berteman?", tanya Yoochun penuh harap. Junsu menatap mata besar Yoochun, tidak seperti matanya yang sipit.*emang chun besar?gak ye dolphin* Perlahan Junsu mengangguk pasti. Tentu saja. Ia suka berteman yang banyak.



"Aku kira bisa. Pasti menyenangkan. Hehe.", jawab Junsu dengan kekehan pada akhir kalimatnya. Apakah kalau sekarang Yoochun boleh berteriak? Dia sudah tidak tahan untuk tidak memberitahukan pada semuanya kalau ia sedang bahagia. Tapi kalau ia berteriak, bukankah terlihat seperti orang gila? Baiklah lupakan saja. Hah. Ia tidak habis pikir. Inikah jalan dari Tuhan untuknya dan Junsu? Terimakasih Tuhan.



"Gomawo dolphin. Bolehkan aku memanggilmu seperti itu?", tanya Yoochun sambil tersenyum. Junsu sudah pasti setuju.



"Tentu saja. Aku senang.", jawab Junsu seperti anak kecil. Yoochun mengacungkan ibu jarinya tanda senang.



"Su. Apa mau aku antar kau ke kelas?", tawar Yoochun dengan mata anak anjingnya yang penuh harap. Junsu memejamkan matanya. Ia sudah putuskan, kalau ia mengingìnkan pria di hadapannya.



"Benarkah? Gomawo Chunnie.", jawabnya malu-malu. Yoochun mengerjapkan matanya, mendengar panggilan Junsu, hanya tinggal beberapa langkah untuk memiliki gadisnya kembali. Ia mempersilahkan Junsu untuk jalan terlebih dahulu dan ia menyusul dengan berdiri di sampingnya. Wajah mereka tampak merona, terlebih Junsu. Ah, mereka seperti anak remaja yang sedang merasakan jatuh cinta untuk pertama kali. Tapi siapa peduli? Bukankah cinta itu mereka yang merasakan?





.....



Sekarang apa yang sedang terjadi? Siwon dengan kasarnya menarik tangan Jaejoong, mungkin lebih tepat dikatakan menyeret. Hei bukankah hubungan mereka baik-baik saja? Tapi mengapa Siwon terlihat marah seperti ini.



"Wonnie, kau kenapa?", tanya Jaejoong heran bercampur takut. Sudah sangat jelas, ia tidak mengerti keadaan Siwon sekarang ini. Siwon hanya diam, bahkan bertambah terlihat mengerikan terpancar dari raut wajahnya. Semua ini bukan tanpa suatu alasan. Akhir-akhir ini Siwon sudah merasa muak untuk menutupi perasaannya. Aish. Sebenarnya semalam suntuk, ia benar-benar mengakui kalu ia sejak awal sudah kalah dan itu membuatnya marah. Bolehkah pagi ini, ia meluapkannya?



Braakk. Braakk.

Siwon menggedor pintu mobil Yunho yang sepertinya baru datang. Yunho yang tidak tahu apa-apa hanya mengerutkan keningnya dan membuka pintu mobilnya.



"Ya ada apa?", tanya Yunho yang sebenarnya sedikit kesal. Terang saja, seenaknya menggedor pintu mobil orang.



Buukk.

Tanpa basa-basi Siwon langsung menghajar Yunho tepat pada rahangnya. Ouh. Keras sekali.



"Hentikan. Ini apa-apaan.", teriak Jaejoong menjauhkan Siwon dari Yunho. Ini gila. Apa kekasihnya itu sudah tidak waras. Yunho menyentuh tempat dimana Siwon memukulnya. Shit! Sakit sekali.



"Kau ini kenapa sih?", heran Yunho menahan emosinya. Akan terjadi hal lebih buruk kalau saja Yunho turut emosi. Siwon mengepalkan tangannya kuat-kuat dan tersenyum meremehkan.



"Hah. Benarkah, kau tidak tahu? Bukankah sudah pernah aku katakan untuk jangan pernah mencoba merebut Jaejoong dari tanganku. Dan ini adalah balasan dariku.", ketus Siwon yang sedikit berteriak. Yunho menyipitkan matanya, tidak mengerti maksud Siwon. Sedangkan Jaejoong sedikit terbelalak mendengarnya.



"Sial. Siapa yang mau merebutnya darimu? Bukankah malah kau yang merebutnya dariku.", kesal Yunho pada akhirnya. Ia menyorot tajam mata Siwon. Jaejoong beralih menatap Yunho, mengharap pada pria itu untuk tidak membalas perkataan Siwon lagi.



"Aku kira pikiranmu sedang buruk hari ini.", sindir Yunho, mengangkat bahunya. Lalu beranjak meninggalkan keduanya untuk masuk ke dalam kampus.



"Aku belum selesai Jung Yunho.", teriak Siwon membalikkan tubuhnya yang dilewati untuk menghentikan langkah Yunho dan itu berhasil. Yunho juga membalikkan tubuhnya, menghadap Siwon dan Jaejoong.



"Kenapa lagi Choi Siwon? Wajahmu jangan menyeramkan seperti itu.", gurau Yunho tersenyum sinis. Siwon menarik tangan Jaejoong dan dilemparkannya ke tubuh Yunho dengan sangat kasar.



"Awwww.", ringis Jaejoong pelan. Yunho langsung memeluk Jaejoong untuk dijadikan penyanggah.



"Gwaencahayo?", khawatir Yunho yang terlalu berlebihan. Jaejoong menggeleng di dada bidang Yunho.*emang maunya ini mah si jae* Yunho beralih menatap Siwon tidak senang.



"Apakah kau tidak bisa memperlakukan seorang gadis dengan lembut?", marah Yunho. Baik. Yunho di puncak emosinya. Apapun alasannya, seorang Jung Yunho tidak akan pernah diam saja, jika itu berhubungan dengan Jaejoong. Apalagi berani menyakiti gadisnya itu.



"Aish, karena itukah Jaejoong lebih memilihmu?", bicara Siwon mengangkat sebelah alisnya. "Sepertinya aku memang harus belajar banyak darimu, bagaimana cara memperlakukan seorang gadis.", lanjutnya, tapi ini seperti sedang bergurau.



"Wonnie.", Jaejoong menatap Siwon bingung. Siwon malah tersenyum tipis.



"Kita putus Jae.", ucap Siwon singkat dan mampu membuat dua orang tersebut terbelalak tidak percaya.



"Aku lelah. Lebih baik mencari gadis lain yang mungkin bisa mencintaiku.*ada kibum.yeay sibum couple*", ucap Siwon terdengar begitu menyakitkan. Siwon tersenyum dan memukul lengan Yunho pelan.



"Sudah aku katakan, jangan mencoba merebut Jaejoong dariku. Karena aku tahu, aku akan kalah darimu. Dasar bodoh kau.", gurau Siwon sambil terkekeh kecil. Tapi itu palsu, sudah dipastikan ini begitu berat untuk Siwon bersikap seperti ini. Yunho melembutkan tatapannya pada Siwon. Sepertinya pria itu terlalu banyak bicara.



"Siwon kau.", sela Yunho tapi terhenti. Hah. Ia tidak tau mau berkata apalagi. Sial. Siwon mengedipkan sebelah matanya.



"Pukulanku tadi anggap saja balasanku karena kau memukulku dulu. Kau tahu? Pukulanmu keras sekali waktu itu.", ujar Siwon dengan nada bergurau. Sementara Jaejoong mulai menitikkan air matanya. Ia menyakiti seseorang lagi. Bodoh. Siwon menyadari itu, ia mendekat dan menarik Jaejoong ke dalam pelukannya.



"Jae, aku tahu. Memang mungkin tidak semuanya. Tapi aku benar-benar tahu. Kalau cintamu hanyalah untuk Yunho. Aku sangat menyadari posisiku sekarang ini yang menghalangi kalian berdua. Itu buruk. Iya kan?", tanya Siwon lembut. Ia membungkuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Jaejoong, menghapus air mata gadis itu dengan ibu jarinya.



"Maaf tadi aku berbuat kasar padamu. Aku sedikit tidak dapat mengontrol emosi, mengingat kalian berciuman di belakangku. Ckckck.", sesal Siwon, dan lagi-lagi dengan nada bergurau. Apa? Jaejoong dan Yunho terbelalak lebar. Apakah Siwon melihat mereka berciuman? Saat kapan? Saat itu, dimana keduanya hendak ke kantin bersama karena ditunggu oleh Seulgi. Bukankah saat itu Jaejoong sudah memastikan bahwa tidak ada orang lagi selain mereka? Ada yang luput dari pengawasan Jaejoong. Pasti ada tembok pembatas disetiap lorong dan disalah satunyalah Siwon berdiri, mengintip, bahkan menguping semua pembicaraan mereka dari awal sampai akhir. Sangat bagus bukan?



"Wonnie mianhae. Hikz.", sesal Jaejoong yang mulai terisak. Dia memang gadis bodoh. Siwon terkekeh kecil.



"Adakah temanmu yang single Jae? Ayo jodohkan denganku.", gurau Siwon membuat Jaejoong menahan tangisannya. Mengapa Siwon baik sekali. Ia mengerucutkan bibirnya sambil menahan tawa. Menghapus air matanya dengan punggung tangannya.



"Ada. Tapi tinggal Junsu dan Kyuhyun. Sayangnya Kyuhyun sudah ada yang membooking. Kalau Junsu. Ehmm. Aku sepertinya tidak yakin, dia mau denganmu. Hehehe.", ledek Jaejoong membalas gurauan Siwon. Siwon tertawa keras disusul tawa Yunho. Pria itu mendatangi Siwon dan memeluk sahabatnya itu dengan erat.



"Kau memang sahabatku.", ucap Yunho dengan bangganya. Siwon terkekeh kecil mendapatinya.



"Memang tidak ada duanya aku ini. Kau tahu.", timpal Siwon dengan gurauan. Yunho semakin mengeratkan pelukannya dan menepuk-nepuk punggung Siwon.



"Nanti akan aku kenalkan dengan gadis-gadisku. Begini-begini kenalanku gadis cantik semua.", ujar Yunho hanya bergurau. Ia tidak mau persahabatan mereka berakhir. Terlalu besar rasa sayang Yunho untuk sahabatnya itu dan Siwon menyadarinya. Siwon terkekeh keras mendengar ucapan Yunho yang layaknya seorang playboy. Tapi lain halnya dengan Jaejoong. Ia tidak suka mendengar perkataan Yunho barusan. Dicuatkan bibirnya sedemikian rupa. Siwon yang berada di hadapan Jaejoong, malah ingin tertawa melihatnya.



"Baiklah aku tunggu gadis-gadis cantikmu itu.", timpal Siwon yang sengaja menambah suasana semakin panas. Ia melepaskan pelukannya pada yunho. "Sudahlah aku mau pergi. Aku takut lama-lama disini.", sindir Siwon yang kemudian pergi. Hanya tidak mau ikut campur jika Jaejoong marah. Licik, ah bukan tapi cerdik. Yunho tersenyum, rasanya ia begitu bahagia. Tak lama, ia melirik ke arah Jaejoong. Akhirnya gadis ini bisa menjadi miliknya lagi. Senangnya. Ia mendekati Jaejoong dengan wajah percaya dirinya.



"Hai cantik.", goda Yunho menyenggol bahu Jaejoong. Gadis itu menyipitkan matanya.



"Apa?", ketus Jaejoong, bersilang tangan di atas dadanya. Yunho heran juga, tapi tidak peduli.



"Galak sekali. Tapi tidak apa, tetap cantik.", gombal Yunho terlihat memuakkan. "Honey, kau mau kan menjadi kekasihku lagi? Huft. Aku rasa, aku tidak bisa tanpamu.", pinta Yunho dengan tatapan penuh percaya diri. Jaejoong memicingkan matanya, mencuatkan bibirnya, lalu mendengus pada Yunho.



"Tidak mau. Malas menjadi kekasihmu. Huh.", ucapnya galak, diakhiri dengan kaki yang ia hentakan karena kesalnya. "Wonnie tunggu aku.", teriak Jaejoong, langsung saja ia berlari ke arah Siwon, mengapit lengan kekar itu. Meninggalkan Yunho sendirian, habisnya ia kesal.



Yunho terbelalak dengan tingkah Jaejoong. Aish, apa-apaan ini? Dia main diacuhkan begitu saja, malah seenaknya pergi bersama Siwon.



"Hei Kim Jaejoong. Mengapa meninggalkanku?", teriak Yunho dari nadanya terdengar kesal. Jaejoong hanya berbalik wajah dan menjulurkan lidahnya pada Yunho. Disana Siwon terkekeh, sangat ia tahu pasti kalau Jaejoong kesal dan cemburu pada Yunho.



"Awas saja dia.", gerutu Yunho yang semakin kesal sendiri dibuatnya.





.....





Kibum tersenyum manis pada Jinki, yang kini sedang membawakannya segelas milkshake cokelat. Hah! Seperti sedang berada di sebuah kafe dengan pelayan tampan yang melayani. Siapa gadis yang tidak suka dengan pelayanan seperti ini? Hah. Tapi tidak akan pernah ada gadis lain yang akan merasakan pelayanan ini. Karena pelayanan ini langsung dari Lee Jinki khusus untuk Kim Kibum seorang. Tentu saja. Sebenarnya Kibum sekarang ini hanya sedang berada di dapur rumah Jinki. Pria itu hanya ingin menyenangkan Kibum dengan masakan-masakan eksperimennya. Jangan salah, seorang Lee Jinki cukup bisa dikatakan adalah seorang koki yang handal.



"Mana makanannya baby. Huh. Aku lapar sekali. Hehe.", tanya Kibum seperti anak kecil yang sudah tidak sabar diajak ke taman bermain oleh ibunya. Jinki tersenyum mendekati Kibum dan mengecup sekilas bibir mungil tersebut. Kibum terkekeh.



"Makanan pembuka. Hehe.", gurau Jinki terkekeh kecil. Kibum memukul lengan Jinki, gemas akan tingkahnya. Dipukul seperti itu membuat Jinki tersenyum lebar tidak bersalah. "Sebentar ya beibi. Kokimu yang tampan ini harus konsentrasi. Soalnya ini makananan spesial untuk Keyku sayang.", gombal Jinki sambil memberikan tampang bodohnya. Kibum mencuatkan bibirnya.



"Tapi jangan lama-lama ya.", pesan Kibum bergurau. Jinki mengangguk dan kembali ke depan kompor. Meracik bumbu masakan ke dalam panci yang airnya sudah mendidih di atas api. Kibum senang melihat kelihaian Jinki dalam memasak, walau ia tahu pasti, Jinki hanya jago memasak jika bahan utamanya adalah ayam dan tahu. Selebihnya bisa serahkan pada Kibum. Koki yang lebih handal. Jinki mulai memasukan ayam yang sudah direbus sebelumnya ke dalam panci yang sudah dicampur bumbu-bumbu, lalu disusul tahu isi ayam dan beberapa jenis sayuran yang juga dimasukkan pada panci yang sama. Kibum terkekeh, melihat kekasihnya itu penuh peluh pada wajahnya. Sangat tampan.



Akhirnya matang juga, Jinki meletakan masakannya dalam mangkuk sedang. Makanan siap dihidangkan untuk putri cantiknya.



"Sop ayam, tahu bumbu rempah ala Onew. Dan aku memberinya nama Chicken Tofu OnKey Soup. Hanya untuk Keyku tercinta.", ucap Jinki dengan penuh semangat dan kebanggaan. Kibum terkekeh kecil mendengarnya. Ia mengatup pipi Jinki dan menatap dalam mata sipit itu.



"Hah. Kau ini, tidak kreatif sekali. Selalu saja. Kalau tidak dinamakan Chìcken OnKey blabla, pasti Tofu OnKey blabla. Ckckckck.", ledek Kibum yang gemas. Dia hanya bergurau sebenarnya. Tapi tetap saja lucu, pasalnya setiap masakan Jinki tidak jauh-jauh selalu dinamakan menggunakan kata OnKey oleh pembuatnya. Entah apa alasannya. Jinki tersenyum lebar.



"Karena memang hanya itu nama yang cocok beibi.", ngeyel Jinki dengan wajah bodohnya. Kibum menggelengkan kepalanya heran. Dasar prianya aneh. Jinki mencubit ujung hidung Kibum. "Sudah kau makan saja. Tadi katanya lapar.", suruh Jinki yang mulai penasaran akan pendapat Kibum untuk masakannya kali ini. Kibum mengangkat bahunya dan mulai mencicipi masakan Jinki. Saat itu juga keningnya dikerutkan.



"Pedas baby.", eluh Kibum yang langsung menyeruput milk shakenya seperti orang kepedesan.*?* Jinki menatap Kibum penuh penyesalan. Bodoh. Apakah terlalu pedas?



"Mianhae. Uuh. Pedaskah? Yasudah tidak usah dimakan beibi. Kita pesan makanan saja ya. Kau lapar kan?", cemas Jinki yang berlebihan. Kibum tertawa keras melihat wajah jinki yang begitu sedih. Mudah sekali dibohongi.



"Hehe. Aku bergurau baby. Masakanmu selalu enak. Sangat enak malahan. Aku suka sekali.", puji Kibum mengacungkan kedua ibu jarinya. Jinki tetap saja memasang wajah sedih. Ia tahu Kibum hanya ingin menghiburnya.



"Benarkah seperti itu?", sangsi Jinki. Kibum tersenyum kecil, ia menyendok sedikit sop miliknya.



"Tidak percaya? Rasakan saja sendiri olehmu. Aaaa. Baby.", suruh Kibum yang bersiap menyuapi Jinki. Ammmm. Enak bukan? Jinki tersenyum senang, setelah mencicipi masakannya. Paling tidak masakannya memang enak untuk Kibum.



"Hehe. Enak.", ucap Jinki menggaruk belakang kepalanya. Kibum tersenyum senang.



"Gomawo. Tahukah baby? Kau itu selalu membuatku bahagia apapun itu.", ujar Kibum sambil menyantap lagi makanannya. Jinki tersenyum palsu, jangan berbohong padanya.



"Bukankah aku malah selalu membuatmu sedih beibi?", lirih Jinki. Kibum meletakkan sendoknya dan menatap penuh Jinki.



"Kalau kau selalu membuatku sedih. Sudah pasti aku tidak mau denganmu baby. Tapi karena kau selalu membuatku bahagia. Jadi aku tidak bisa jauh darimu. Kenapa kau tidak mengerti itu.", bicara Kibum untuk menjelaskan walau pada akhirnya ia sedikit kesal. Jinki terkekeh melihat bibir Kibum yang mencuat.



"Berarti kau berbohong waktu marah karenaku? Kau selalu mengancam dengan kata-kata 'tidak mau membuatku sedih lagi'. Ah ternyata selama ini aku tertipu olehmu. Ckckck.", gurau Jinki menyindir Kibum. Kibum memutar kedua bola matanya. Apa yang harus ia katakan? Ini di luar nalarnya.



"Ehmmm. Kalau yang itu. Ah, kan siapa tahu baby mau membuatku sedih. Jadi ancamanku seperti itu. Makanya baby jangan lakukan sesuatu yang membuatku sedih.", alasan Kibum yang sepertinya tidak mau kalah. Tapi malah membuat Jinki tersenyum aneh.



"Masa? Katakan saja. Memang aku selalu membuatmu bahagia juga. Kalau begitu, aku tidak akan takut lagi dengan ancamanmu beibi.", ucap Jinki terdengar memuakkan, dengan angkuhnya dia berkata, seperti ia adalah seorang pemenang dalam perdebatan ini. Kibum mencuatkan bibirnya.



"Jadi baby tidak takut aku marah lagi?", tanya Kibum yang kesal dibuatnya. Jinki mengangguk mantap.



"Ne. Aku tidak takut lagi padamu.", saut Jinki riang. Kibum menghentakkan kakinya saat itu juga.



"Aku mau pulang. Baby jahat.", rengek Kibum, ia bangkit dari duduknya dan beranjak mengambil tasnya. Jinki terbelalak, apa-apaan ini.



"Omo. Hei beibi kau marah?", tanya Jinki yang takut juga pada akhirnya. Kibum membuang wajahnya. Jinki mencuatkan bibirnya.



"Jangan marah ya. Nanti makananku siapa yang makan?", rajuk Jinki setengah bergurau. Kibum mendengus mendengarnya.



"Jadi yang kau pikirkan hanya makanan. Huh.", geram Kibum dan berbalik membelakangi Jinki. Jinki menggaruk belakang kepalanya. Salah bicara sepertinya.



"Beibi tadi bergurau. Jangan marah ya. Maafkan aku. Huhu.", kali ini Jinki mengguncang-guncang tubuh Kibum. Dia benar-benar takut kekasihnya marah. Tapi tak lama.



"Bbbuuahahaha.", Kibum tak dapat menahan tawanya lagi. Jinki menatap kekasihnya tidak mengerti. "Sepertinya tadi ada yang bilang tidak takut lagi aku marah.", sindir Kibum dengan senyuman penuh kemenangan. Jinki menyipitkan matanya, jadi daritadi ia ditipu oleh Kibum. Bagus sekali.



"Tidak tahu. Terserahmu saja. Sekarang aku mau makan. Kalau kau mau pulang, pulang saja sana.", ketus Jinki yang berbalik marah. Pria itu melahap makanan yang seharusnya milik Kibum dengan menggebu-gebu. Padahal ia malu. Sedangkan Kibum, kini sibuk tertawa tanpa henti. Ini begitu lucu menurutnya. Dasar Jinki bodoh.





.....





Tidak ada yang berani berbicara saat ini. Sang ibu menatap datar anaknya yang sedang melahap makan malam mereka. Bukan tidak berani, hanya ia tidak ingin berbicara apapun. Sedangkan Changmin, ia tidak tahu harus berbicara apa. Setelah perjodohan yang batal waktu itu, akibat Changmin. Sebenarnya, bukan sepenuhnya karena Changmin.





-Flashback-



Sepeninggal Changmin yang menemui Kyuhyun. Kibum yang sedari tadi gelisah, akhirnya angkat bicara.



"Nyonya, saya memohon maaf sebelumnya, karena telah berani bicara tentang ini. Tapi, saya benar-benar menyesal. Dari awal saya sudah menolak perjodohan ini. Maafkan saya. Saya tidak bisa.", ucap Kibum yang kini berlinang air mata. Bukankah sudah ia katakan pada kedua orangtuanya, kalau ia menolak perjodohan ini. Tapi kenapa masih saja dilangsungkan. Aish. Mr. Kim nampak tidak percaya akan keberanian anaknya berbicara seperti itu. Sedangkan Mrs. Kim, ia mendukung apapun keputusan anaknya. Mr. Shim tampak terkagum pada keberanian Kibum. Dalam pikirannya. Andai Kyuhyun gadis pemberani dan kukuh seperti gadis di hadapannya ini. Tidak akan pernah, ia meneruskan perjodohan ini.



"Kim Kibum, kau tidak sopan nak.", tegur sang ayah yang merasa tak enak pada Mrs. Shim. Kibumpun menunduk, ia tahu itu. Tapi mau bagaimana lagi.



"Tidak apa tuan Kim.", ucap Mrs. Shim, ia tersenyum lembut. "Bolehkah aku permisi sebentar.", pamit wanita itu dengan sopan. Tentu saja semua menyetujuinya. Mrs. Shimpun mengundurkan diri dari hadapan ketiganya menuju kemana ia dapat mendapatkan anaknya dan tentu saja dengan Kyuhyun. Ia bukanlah seorang ibu yang bodoh, yang tidak akan mengetahui kenapa dan kemana anaknya meminta ijin.



"Yang namanya Kibum cantik ya?", terdengar suara sindiran Kyuhyun. Mrs. Shim menghentikan langkahnya. Ia mulai menguping dan mengintip di tempat yang sepertinya tidak akan diketahui oleh keduanya.



"Memang. Terus kenapa?", ketus Changmin. Kyuhyun nampak memutar bola matanya. Entah apa yang ia pikirkan.



"Apa kau menyukainya?", tanya Kyuhyun sepertinya takut-takut. Changmin memamerkan senyum liciknya.



"Iya atau tidak apa urusanmu? Tapi aku rasa iya.", ketus Changmin lagi. Mrs. Shim tahu pasti kalau anaknya masih berpura-pura marah. Kyuhyun menghentakkan kakinya, tampaknya cemburu.



"Tidak boleh. Tidak. Tidak.", larang Kyuhyun galak. Changmin melipat kedua tangannya di dada. Mrs. Shim mempertajam inderanya. Uuh, sepertinya semakin menarik.



"Wae?", tantang Changmin dengan tatapan meremehkan. Kyuhyun menundukkan kepalanya.



"Hanya boleh suka padaku.", malu Kyuhyun wajahnya memerah seperti tomat. Changmin terkekeh, mungkin karena gadis itu mengeluarkan perasaannya. Dan itulah kekuatan besar untuknya. Ia percaya itu.



"Cemburu.", goda Changmin menyenggol bahu Kyuhyun. Kyuhyun mengangguk.



"Iya aku cemburu. Takut kau suka padanya. Dia kan cantik, anggun lagi. Jauh denganku. Nanti kau tidak suka lagi padaku.", bicara Kyuhyun dengan sangat manja. Changmin tampak senang, pria ini bahagia mendengarnya. Tidak hanya Changmin, tapi juga Mrs. Shim ada senyum mengembang di wajahnya.



"Aku kira mau menyerah.", bisik Changmin menyindir kembali, tapi masih bisa ditangkap oleh pendengaran Mrs. Shim. Kyuhyun menggeleng. Sepertinya gadis ini mengingat kata-kata Changmin padanya, dan itu akan menjadi kekuatannya.



"Aniya. Kau milikku. Jadi aku melarangmu untuk menyukai orang lain. Hanya aku. Pokoknya tidak boleh. Ingat itu.", kecam Kyuhyun galak. Changmin mengangguk dan berdiri tegap sikap sempurna.



"Siap laksanakan cantik.", ucapnya lantang seperti para wajib militer. Kyuhyun memukul lengan Changmin.



"Sudah sana. Sana. Tolak perjodohannya.", usir Kyuhyun galak. Selesai. Sepertinya sudah cukup untuk Mrs. Shim menyaksikan drama ini. Dia sudah tahu bagaimana akhirnya. Ia tersenyum. Cantik sekali.



"Maaf saya lama.", sopan Mrs. Shim yang kembali duduk di hadapan para tamunya.



"Tidak apa.", saut Mrs. Kim yang turut tersenyum.



"Sebelumnya saya juga harus meminta maaf padamu Kibum. Sepertinya penolakanmu, harus menunggu Changmin terlebih dahulu. Jika ia juga menolak nanti.. Uhmm.", ucapan Mrs. Shim menggantung. Ia menatap sesal pada Mr. dan Mrs. Kim. "Karena keduanya menolak. Saya meminta maaf, lebih baik perjodohan dibatalkan saja. Saya meminta maaf.", sesal Mrs. Shim pada kedua orangtua itu. Ada nafas lega dari keduanya, paling tidak mereka tidak akan mengecewakan putrinya. Lain dengan Kibum, ia masih merasa cemas karena harus menunggu keputusan Changmin terlebih dahulu. Apakah pria itu akan menolak juga?



-End of Flashback-





Ting. Ting.

Suara sendok garpu yang beradu dengan piring. Cukup. Tidak memungkinkan untuk Changmin hanya terus berdiam.



"Umma. Kyuhyun sudah mengatakan tidak akan melepasku. Karena aku hanya miliknya. Karena itu pula, aku mantap menolak perjodohan kemarin.", beritahu Changmin dengan tegas. Mrs. Shim mendongakkan kepalanya menatap sang anak.



"Benarkah? Ah. Kyuhyun juga berkata padaku. Akan melepasmu. Dia menyerah. Kemarin ia bilang seperti itu pada umma.", ucap Mrs. Shim membalas kata-kata Changmin. Changmin mengerjapkan matanya. Apa yang baru saja ia dengar?



"Apa?", terkejut Changmin, ia tidak dapat mempercayai ini. Mrs. Shim terkekeh. Anaknya sangat mudah panik.



"Terdengar sangat meyakinkan bukan? Kata-katamu juga terdengar sangat meyakinkan. Kita sama.", lanjut Mrs. Shim. Semua yang ia katakan hanya bualan. Ia hanya ingin menegaskan pada anaknya, ia hanya akan mempercayai jika itu keluar dari mulut Kyuhyun sendiri.



"Tapi aku tidak berbohong umma. Dia mengatakan itu padaku.", ujar Changmin meyakinkan ibunya. Tidak perlu seperti itu. Sang ibu juga sudah mendengarnya sendiri.



"Iya. Kyuhyun berkata seperti itu.", itu hanya sebuah godaan Mrs. Shim pada anaknya. Agar Changmin berhenti bicara.



"Umma.", kesal Changmin. Mrs. Shim terkekeh lagi. Masih manja seperti ini saja, sudah berani membicarakan cinta. Anak ini.



"Itu benar Nyonya.", suara seorang gadis membuyarkan suasana hangat diantara ibu dan anak tersebut. Darimana asalnya? Mrs. Shim dan Changmin langsung menoleh ke arah sumber suara.



"Kyuhyun.", ucap mereka bersamaan. Benar! Dia itu gadis yang sedang menjadi topik antara ibu dan anak itu, Cho Kyuhyun. Gadis itu lebih mendekat ke arah meja makan dan sedikit membungkukkan tubuhnya untuk sebuah tata krama.



"Semua memang benar adanya. Saya mencintai Tuan muda. Jadi kalau akan ada lagi perjodohan seperti itu. Saya tidak akan menyerahkan Tuan muda pada siapapun. Karena Tuan muda hanya milik saya, dan saya hanya milik Tuan muda.", bicara Kyuhyun dengan tegas. Changmin terbelalak. Apa benar? Yang dihadapannya kini adalah gadisnya? Kenapa terlihat berbeda? Terkesan galak dan egois. Tapi lama-lama senyum mengembang dari wajahnya. Itu memang benar gadisnya. Siapa yang mengajarkannya jadi seperti itu? Ckckck.



"Baiklah aku merestui hubungan kalian.", ucap Mrs. Shim tiba-tiba dan ini lebih mengejutkan Changmin. Bukan hanya Changmin tapi Kyuhyun juga.



"A. A. Pa?", tanya Changmin mencoba meyakini pendengarannya. Mrs. Shim tersenyum simpul.



"Hanya ingin mendengar langsung dari bibir kekasihmu itu. Tapi mengapa sulit sekali. Padahal sangat mudah mendapat restuku. Ckckck.", jelas Mrs. Shim sambil berdecak menyindir Kyuhyun. Tapi Kyuhyun malah tersenyum. Ia membungkukkan badannya berulang kali.



"Terimakasih Nyonya. Terimakasih Nyonya.", ucapnya berulang kali karena terlampau bahagia.



"Terimakasih umma, sepertinya lebih enak di dengar.", gurau Mrs. Shim menatap Kyuhyun. Kyuhyun mengerjapkan matanya. 'Umma?' ouh dia sedang tidak bermimpikan? Changmin menerjang tubuh ibunya itu.



"Terimakasih umma. Kau memang umma yang terbaik di seluruh dunia.", senang Changmin dalam pelukan ibunya. Mrs. Shim terkekeh keras. Anaknya masih seperti anak kecil saja.



"Apakah kau tidak mau memeluk umma Kyu?", tanya Mrs. Shim pada Kyuhyun yang masih mencerna omöngan sang ibu. Kenapa ia jadi bodoh seperti ini? Sampai ada yang menarik tubuhnya ke pelukan wanita itu. Siapa lagi kalau bukan Changmin. Kyuhyun mengerucutkan bibirnya, karena terkejut akibat tarikan Changmin yang tiba-tiba.



"Jangan dimaju-majukan bibirnya. Nanti aku makan lho.", bisik Changmin menggoda Kyuhyun. Mrs. Shim memukul kepala Changmin keras. Apa-apaan anaknya itu? Berani sekali.



"Anak bodoh.", gemas wanita itu pada sang anak. Changmin malah terkekeh tanpa rasa bersalah.



"Terimakasih umma.", ucap Kyuhyun dan Changmin bersamaan. Mrs. Shim mengangguk dan memeluk erat kedua anaknya. Mau bagaimanapun? Seorang ibu sulit untuk mengecewakan anak yang ia sayangi. Tapi turut dengan syarat, jika itu semua terbaik untuk sang anak.





.....





"Oppaaaa!!", teriak Taemin saat baru saja Minho mengangkat teleponnya, membuat Minho terkejut dan harus menjauhkan ponselnya dari telinganya. Bisa pecah lama-lama telinganya itu.



"Apa chagi?", tanya Minho yang kesal. "Bisakan tidak berteriak?", ketusnya galak. Taemin mengerucutkan bibirnya. Kesal pada Minho karena memarahinya.



"Oppa. Jangan marah-marah. Huh. Sebal.", protes Taemin yang sekarang berbalik marah pada Minho. Minho mengacak rambutnya frustasi.



"Baiklah. Aku tidak marah.", mengalah Minho. Harus mulai terbiasa lagi untuk selalu mengalah. Huft. Taemin malah terkekeh senang.



"Benar tidak marah? Ouh. Asik. Oppa. Dalam setengah jam aku tunggu di rumahku. Kalau tidak aku marah.", kecam Taemin sungguh-sungguh. Yang benar saja. Apa yang ia katakan? Setengah jam. Ckckck.



"Omo. Mau apa chagi? Kenapa tidak bilang daritadi.", kesal Minho. Ah gadisnya seenaknya saja.



"Aish oppa. Pokoknya cepat kesini dalam waktu setengah jam, kalau tidak aku marah.", ancam Taemin, kalau sudah begini Taemin adalah benar-benar gadis pemaksa. Tapi terserah. Minho sudah terlanjur kesal akan Taemin.



"Terserah kau saja. Aku malas. Marah saja.", tantang Minho yang sama sekali tidak takut pada ancaman Taemin.



"Oppa. Iih. Kok begitu. Aku kan mau memperkenalkan oppa sama orangtuaku. Yasudah kalau tidak mau. Oppa menyebalkan. Huh.", kesal Taemin, langsung saja ia memutuskan sambungan teleponnya. Minho mengerjapkan matanya. Apa yang barusan kekasihnya katakan? Memperkenalkan pada orangtuanya? Ouh. Sial. Bisa mati dia, kalau sampai tidak datang. Dengan terburu-buru, ia merapihkan diri. Sudah rapihkah? Mematut diri di cermin, memberi gel di rambutnya dan dibentuknya sedemikian rupa. Ah, lengan kemeja terlalu berantakan . Harus lebih rapih. Menggulung kembali lengan kemejanya sampai siku. Sudah sepertinya. Ehmm. Tidak boleh terkesan buruk di hadapan calon mertua nanti. Berjuang.





Di kediaman keluarga Lee, Taemin sedang merengut. Ia memeluk ayahnya dengan bibir yang maju itu. "Minho oppa tidak mau datang appa. Huhu.", adu Taemin sangat manja pada sang ayah. Mrs. Lee terkekeh, melihat tingkah putrinya yang sebenarnya sudah besar, tapi masih seperti anak kecil yang begitu manja pada ayahnya. Mr. Lee membelai lembut rambut Taemin.



"Benarkah seperti itu? Kalau seperti itu, nanti appa marahi.", saut Mr. Lee menimpali kekesalan putrinya. Dia hanya ingin menghibur putrinya. Taemin mengangguk-angguk lucu.



"Marahi saja appa. Minho oppa jahat soalnya sama aku.", panas-panasi Taemin. Mr. Lee menatap Mrs. Lee, matanya seakan mengatakan 'Anakmu benar-benar manja, yeobo'.





Selang berapa lama, "Permisi tuan, nyonya, nona. Ehmm. Ada tuan Minho di depan.", beritahu pelayan rumah keluarga Lee dengan teramat sopan. Taemin tampak terkejut mendengarnya. Benarkah Minho datang?



"Suruh masuk saja.", ucap Mrs. Lee dengan lembut. Pelayan itu mengangguk dan memundurkan diri dari ketiganya. Mr. Lee memandang anaknya dengan tatapan menggoda 'itu datang, tadi siapa yang bilang tidak datang'. Taemin semakin merengut, karena tahu sindiran ayahnya yang tidak langsung itu.



"Annyeong Haseyo.", sapa Minho dengan sopan pada ayah, ibu, dan anak dihadapannya. Mrs. Lee tersenyum ramah.



"Silahkan duduk.", persilahkan Mrs. Lee dengan teramat ramah. Minho tersenyum dan segera mengambil tempatnya di sofa single di hadapan mereka.



"Mau apa oppa kesini?", ketus Taemin dengan mata yang memicing tajam dan tatapan tidak suka. Sedangkan Minho memasang wajah bodohnya.



"Tadi kan kau menyuruhku kesini.", jawab Minho seadanya. Bukankah memang seperti itu? Taemin membuang wajahnya dari Minho dan memeluk sang ibu erat.



"Ehemm. Baiklah. Jadi ternyata kau, pemuda yang membuat anakku menangis setiap hari? Hah?", tanya Mr. Lee seakan sangat galak dan menakutkan. Taemin menatap ayahnya. Ia tidak tahu kalau ayahnya seperti mau memarahi Minho dengan cara ini. Tapi ia senang, terlihat dari senyum yang mengembang. Minho tampak ketakutan. Kepalan tangannya tidak bisa diam karena gugup.



"Ah soal itu aku minta maaf ajjhusi. Bukan maksudku. Hanya saja aku terkadang sering merasa kesal akan tingkahnya. Aku minta maaf. Maafkan aku.", sesal Minho yang kini membungkuk pada pria paruh baya itu. Taemin terkekeh melihat Minho berlaku seperti itu. Asik.



"Jangan dimaafkan appa. Biar saja. Dia itu menyebalkan.", ucap Taemin memanas-manasi ayahnya agar lebih marah. Lalu kemudian menjulurkan lidahnya pada Minho, yang menatap tajam padanya. Aish.



"Kau dengar sendiri Choi Minho. Tidak ada hak untukku memaafkanmu, jika putriku berkata seperti itu. Dan sepertinya sangat tidak baik untuk hubungan kalian.", ucap Mr. Lee dengan nada yang begitu dingin. Minho membulatkan matanya. Apa-apaan ini? Ia dipermainkan? Ckckck. Lihat saja Lee Taemin. Habis kau.



"Apa? Ajjhusi. Saya benar-benar minta maaf.", sesal Minho sungguh-sungguh. Sebuah ancaman besar sepertinya. Taemin semakin senang melihatnya. Sedangkan Mrs. Lee menggelengkan kepalanya, melihat tingkah putrinya yang benar-benar seperti anak kecil. Taemin mendekat pada ayahnya dan membisikkan sesuatu yang sepertinya bersifat buruk untuk Minho.



"Karena kau memohon seperti itu. Baiklah akan aku maafkan, dan kalian aku perbolehkan untuk berpacaran.", ucap Mr. Lee penuh wibawa. Minho tersenyum bahagia. Lega rasanya.



"Ah terimakasih ajjhusi.", senang Minho dengan wajah yang berbinar. Mr. Lee mengangguk kecil.



"Tapi dengan syarat.", lanjut Mr. Lee seakan mematahkan kebahagiaan pria muda ini.



"Apa ajjhusi?", tanya Minho yang sangat penasaran. Mr. Lee menopangkan kedua tangannya di dada. Ouh. Kali ini firasat buruk membelenggunya.



"Tentu saja. Kau harus selalu mencintai putriku. Itu pertama, kedua. Kau tidak boleh membuat putriku menangis sedikitpun. Tidak boleh membuatnya kesal. Apalagi kalau sampai kau memarahinya. Setiap hari kau harus mengantar-jemputnya, kemanapun ia pergi. Dan yang paling penting kau harus mendengarkan dan menuruti semua perkataannya. Tanpa protes dan penolakkan! Kau mengerti?", kecam Mr. Lee galak. Ia hanya mengulangi perkataan Taemin yang dibisikkan kepadanya sebelumnya. Benar, sang ayah tidak dapat menolak perintah putri manjanya sedikitpun, karena itu bersifat 'wajib'. Taemin bertepuk tangan senang, melihat wajah Minho yang seperti ditodong senapan, sangat pucat dan aneh.



"Ba. Baik ajjhusi.", jawab Minho terbata-bata. Ouh! Apa yang barusan ia dengar? Ia tahu pasti ini ulah Taemin.



"Bagus. Karena kalau kau sampai melanggarnya Tuan Choi.", Mr. Lee menggantungkan perkataannya, lalu memajukan wajahnya sedikit ke arah Minho. Minho terlihat sedikit ngeri. "Kau berhadapan denganku.", lanjut Mr. Lee mengancam Minho. Minho mengangguk pelan setelahnya.



"Baiklah kalau begitu. Aku sudah bisa tenang sekarang.", ucap Mr. Lee menghembuskan nafasnya. Ia melirik istrinya. "Yeobo. Sepertinya anak kita ingin berdua dengan sang kekasih.", sindir Mr. Lee sambil menahan kekehannya. Mrs. Lee tertawa dibuatnya, ia bangkit dan menarik tubuh Mr. Lee menjauh dari keduanya. Dan saat itu juga, wajah tegang Minho langsung menghilang. Ia berpindah tempat duduk di samping Taemin. Mencubit kecil hidung kekasihnya itu.



"Ouh appo.", ringis Taemin memegangi hidungnya yang merah. Minho menatap sebal.



"Ini pasti ulahmu kan?", tuduh Minho galak sambil memicingkan matanya. Taemin mengeleng cepat tanpa rasa bersalah.



"Aku tidak tahu apa-apa. Week.", elak Taemin menjulurkan lidahnya. Minho gemas pada gadisnya itu.



"Bohong. Memangnya aku tidak tahu apa.", kesal Minho mencubit pipi Taemin dengan sangat keras.



"Sakit oppa. Huwee.", teriak Taemin yang sengaja merengek. "Aku bilangin appa lho.", ancam Taemin manja. Minho mencibirkan bibirnya pada Taemin, ia tidak takut sama sekali.



"Bilangin saja.", tantang Minho menyeringai. Taemin menatap sebal Minho. Lihat saja, memangnya ia tidak berani untuk mengadu.



"APPAAA!! MIN----", teriakan Taemin terpotöng karena lebih dulu mulutnya dibekap oleh Minho. Ia panik. Ternyata Taemin, tidak main-main. Bisa habis dia nanti.



"Chagiya jangan mengadu. Ne. Maafkan aku. Oke.", rajuk Minho yang mulai ketakutan. Taemin tersenyum lebar. Ia senang. Karena memang Taemin selalu menang. Ckckck.



"Nah gitu dong oppa. Aku makin sayang deh sama oppa. Hehe.", manja Taemin yang langsung memeluk erat Minho. Minho tersenyum palsu. Dosa apa memiliki kekasih seperti Taemin? Tapi mau bagaimana lagi. Ia membutuhkan gadis manjanya itu.





.....

2 comments:

  1. Annyeong author-san~
    Saya sudah membaca sebagian besar fanfictionmu dan those are great! Sayang gak banyak yg komen. Boleh kasih saran? Sebaiknya publish di fanfiction.net saja. Di sana ada wadah utk fanfiction ttg bb or gb. Dan di sana yg jelas rame. Sayang fanfiction sebagus punyamu tak dibaca banyak orang.

    ReplyDelete
  2. Ah gomawo.
    Aku ga ngerti buat begeto-begeto.
    Hehe.

    ReplyDelete