Sunday, March 13, 2011

Fan Fiction.. Story.. Part 5.. YAOI

Title: Story



Author: Anka 'bubu'



Lenght; 5 of ?



Cast:



- Kim Jaejoong (Female)



- Jung Yunho



- Kim Heechul (Female)



- Hangeng



- Kim Junsu (Female)



- Park Yoochun



- Cho Kyuhyun (Female)



- Shim Changmin



- Kim Ki Bum (Female)



- Lee Jin ki



- Lee Taemin (Female)



- Choi Minho







cekidot.



.................................................................







Kibum menghampiri Heechul yang tengah duduk dengan Hangeng di depan kelas yang akan digunakan pada mata kuliah mereka selanjutnya. Pemandangan yang tidak pernah ada sebelumnya. Gadis itu biasanya hanya sendiri, jika tanpa adik-adiknya. Tapi bukan itu yang ada di pikiran Kibum sekarang ini. Ada hal serius yang ingin ia tanyakan pada Heechul.



"Key.", sapa Heechul dengan senyuman, mendapati adiknya berdiri di hadapannya.



"Onnie, kenapa tidak memberitahuku kalau kau diusir dari rumah?", dari nadanya Kibum tampak marah pada kakaknya itu. Hangeng yang mengerti ini bukan dalam ruang lingkupnya. Segera beranjak pergi, dan membiarkan Kibum dan Heechul bicara.



"Jangan bicara disini Key.", Heechul berubah mimik pada wajahnya, menarik lengan Key ke halaman parkir dan mendorongnya masuk ke dalam mobil pink berlist warna putih miliknya.



"Kita ke rumahmu saja. Aku malas jika harus bercerita dua kali. Beritahu semua untuk ke rumahmu.", bicara Heechul saat ia menekan pedal gas mobilnya. Kibumpun langsung mengirim pesan pada empat gadis lainnya.





.....





"Sekarang jelaskan!", perintah Kibum setelah semuanya telah berkumpul. Memang minus Taemin. Entahlah, Taemin masih membenci Heechul sampai saat ini. Mungkin lebih tepatnya sangat benci.



"Taemin dimana?", tanya Heechul yang mencoba mengulur waktu.



"Ahh. Itu dia, ehmm tadi dia bilang tidak bisa datang. Ada kencan dengan Minho.", jelas Kyuhyun gugup yang sedang menutupi keadaan sebenarnya. Mereka semua tidak ingin Heechul sedih jika tahu Taemin begitu membencinya.



"Oh.", Heechul tersenyum, paling tidak, ia senang Taemin sudah berbaikan dengan Minho.



"Yaa sebenarnya ada apa? Jangan terus mengulur waktu.", kesal Jaejoong akhirnya. Dia tidak bodoh untuk menebak akal-akalan Heechul kali ini. Kibum dan Kyuhyun menatap tidak percaya Jaejoong. Beraninya berteriak pada Heechul. Akhir-akhir ini pikiran tentang seorang Jung Yunho, membuat Jaejoong jadi mudah kesal dan lupa diri akan apapun.



"Aku hamil, lalu diusir orangtuaku.", jelas Heechul santai, mengabaikan tingkah Jaejoong padanya.



"Apa hamil?", teriak Kibum, Kyuhyun dan Jaejoong bersamaan. Tidak ada reaksi apapun dari Junsu. Ah! Gadis itu sibuk memeluk lututnya sendiri, menaruh dagu diatasnya, menatap kosong ke arah kasur. Tidak tersenyum ataupun menangis. Ia hanya diam seperti tidak adanya kehidupan. Ini bukan Junsu. Tapi sayangnya tidak ada yang memperhatikan itu, mereka terlalu fokus pada masalah Heechul.



"Ne, aku hamil. Mungkin sekarang sudah delapan minggu. Entahlah aku lupa.", Heechul terlalu santai menanggapi ini. Apakah ini terkesan bukan sebuah masalah baginya?



"Yaa, mengapa kau begitu tenang?", geram Jaejoong. Emosinya keluar lagi.



"Aku kira ini bukan masalah. Bayi ini sudah tumbuh dalam perutku. Jadi mau apalagi.", santai Heechul. "Lagipula kau ini kenapa sih cepat sekali emosi.", sindir Heechul. Jaejoöng mendengus karena merasa tersindir dan tidak percaya dengan pemikiran Heechul.



"Sudahlah.", lerai Kibum. "Lalu siapa appanya?", tanya Kibum penasaran. Heechul mengangkat bahu.



"Aku tidak tahu. Terlalu banyak namja brengsek yang meniduriku.", jawab Heechul lagi-lagi dengan santai. Junsu bereaksi, ia bereaksi hanya karena mendengar kata-kata 'NAMJA BRENGSEK YANG MENIDURIKU', tangannya mengepal keras. Rahangnya mengatup terlalu kencang. Tubuhnya bergetar ketakutan, ditambah air mata menetes satu-persatu. Bayangan malam itu kembali lagi. Saat Yoochun merobek paksa pakaiannya, menciuminya, menikmati tubuhnya walau ia sudah memohon untuk berhenti.



"Hentikan... Lepaskan aku... Aku mohon... Pergi.. Pergi... Aaaaaaaa.", teriak Junsu histeris sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan tangan yang memeluk tubuhnya erat. Dan itu benar-benar berhasil membuat yang ada disana terkejut.



"Junsu, kau kenapa?", panik Heechul menyentuh wajah Junsu. Junsu terisak. Kyuhyun mengetahui pasti, ada apa dengan Junsu.



"Onnie tenang. Jangan takut ada kita disini.", tenangkan Kyuhyun memeluk Junsu. Memang gadis ini pintar sekali merajuk seseorang. Ada kasih sayang seorang ibu dari tingkah lakunya.*aslinya setan abis, hahaha.*



"Pergi.", teriak Junsu namun lemah tidak terdengar. Jaejoong membelai rambut kemerahan Junsu agar sang empu tenang. Dan berhasil, Junsu mulai kembali normal. Tidak histeris seperti tadi walaupun tetap menangis.



"Aku takut.", lirihnya meremas-remas tangan Kibum yang menggenggamnya.



"Sssst.. Ada kita yang akan di sampingmu.", Heechul menaruh telunjuknya di bibir Junsu untuk tidak berbicara apa-apa lagi.



"Aku rindu Junsu onnieku.", gumam Kibum yang akhirnya melelehkan air matanya juga.





.....





Jaejoong melangkahkan kakinya sedari tadi tidak ada fokus-fokusnya pada arah dan jalan yang akan ia lewati. Terang saja, karena yang terus ia pikirkan saat ini hanyalah Yunho, Yunho dan gadis itu. Ia memukul-mukul kepalanya sendiri. Tidak bisa dan tidak boleh. Itu yang memberontak dalam pikirannya.



"Tidak mungkin. Ah Jae. Ani. Ani.", Jaejoong merutuk dirinya sendiri. Tidak sadar ia diperhatikan dengan tatapan aneh oleh setiap pasang mata. Jelas saja, berbicara sendiri sambil bertingkah tidak wajar sepanjang koridor kampus. Siapa yang tidak heran, apalagi ini seorang Jaejoong, sosok yang dikenal dengan keanggunan seorang gadis high class.



Bruuukk.Jaejoong mengerucutkan bibirnya, bisa-bisanya ia menabrak seseorang sampai ia terjatuh.



"Jae kau tidak apa-apa?", khawatir orang itu, yang melihat Jaejoong terduduk dengan bibir yang mencuat. Jaejoong terbelalak, suara itu.



"Yu. Yun. Ho.", terbatanya karena ia tidak tahu harus apa. Yunho berjongkok dan menatap sendu ke arah Jaejoong.



"Mianhae. Apa kau terluka? Apa terlalu sakit?", sesal Yunho karena entahlah ditabrak atau menabrak Jaejoong, yang pasti ia tetap saja begitu perhatian. Jaejoong menggelengkan kepalanya.



"Aniyo. Tidak apa-apa.", saut Jaejoong sambil tersenyum. Yunho mengulurkan tangannya.



"Ayo aku bantu.", tawar Yunho. Jaejoong salah tingkah. Dengan gugup ia meraih tangan Yunho dan perlahan mereka bangkit bersama.



"Gomawo.", ucap Jaejoong sungkan. Ah kenapa suasana menjadi canggung seperti ini. Keduanya seperti baru mengenal satu sama lain benar-benar tidak menyenangkan.



"Sudah lama kita tidak berbicara Jae.", basa-basi Yunho. Jaejoong tersenyum dipaksakan karena terlalu bingung.



"Ah iya.", saut Jaejoong. Yunho tersenyum.



"Bagaimana kalau kita ke kantin. Sudah lama kan tidak makan siang bersama.", tawar Yunho penuh dengan harap. Jaejoong menganggukan kepalanya. Yunho tampak senang, ia berjalan dengan Jaejoong yang berjalan di belakangnya, memang tidak seperti dulu. Ah benar sekali, hanya cukup menatap punggung lebar Yunho saja tidak lebih.





"Kau masih saja suka pedas. Nanti perutmu sakit.", tegur Yunho saat Jaejoong menaburkan bubuk cabai pada makanannya. Jaejoong terkekeh.



"Tidak akan. Perutku kuat.", ngeyel Jaejoong. Yunho menggeleng, dan menggenggam tangan Jaejoong. Tatapannya adalah tatapan cemas seorang Yunho.



"Tapi tidak juga sebanyak ini. Kasihan perutmu.", nasihat Yunho. Sontak wajah Jaejoong langsung memerah. Entah karena perhatian Yunho atau karena genggaman tangan besar itu. Diletakan oleh Yunho bubuk cabai itu di meja.



"Selamat makan.", ucap Jaejoong untuk menutupi kesalah tingkahannya.



"Ne, selamat makan.", balas Yunho. Tapi bedanya, ia tidak langsung menyentuh makanannya, seperti Jaejoong yang sudah menyantap makanannya. Yunho malah menopang dagunya di kedua telapak tangannya, memperhatikan Jaejoong yang asik melahap makanannya. Dan terkadang tersenyum-senyum sendiri. Jaejoong yang merasa dirinya diperhatikan langsung mendongakan kepalanya.



"Ada apa? Apa ada makanan yang tertempel di wajahku?", tanya Jaejoong heran. Ia mengusap bibirnya takut ada makanan yang tertempel. Yunho menggeleng.



"Aniyo. Hanya saja aku merindukan saat-saat seperti ini. Aku rindu makan bersamamu. Rindu menatap wajahmu. Sudah lama aku tidak melakukannya.", lirih Yunho tapi tetap tersenyum. Jaejoong menunduk, matanya memanas.



"Ah itu semua salahku.", sesal Jaejoong. Yunho terkekeh, ia melahap makanannya. Dan saat itu keduanya menjadi hening.



"Semua ini salahku Jae. Bukannya aku yang membosankan? Kalau saja aku bisa sedikit mengertimu. Mungkin semua akan lebih baik.", bicara Yunho di sela makannya. Jaejoong menatap wajah Yunho yang sibuk mengunyah makanannya tanpa memandangnya. Ia berpikir penuh. Apakah benar semua salah Yunho? Apakah benar Yunho tidak sedikitpun mengerti dirinya? Apakah mungkin? Kenapa ia merasa begitu ragu untuk menyetujuinya.



"Yang aku sesalkan hanyalah Siwon. Kenapa harus dengan Siwon? Dia sahabat baikku.", lanjut Yunho dari nadanya ia berusaha menahan amarahnya. Jaejoong mengeraskan rahangnya. Yunho kini mendongakan wajahnya, menumpuk tangan kiri Jaejoong yang berada di atas meja.



"Semoga kalian bahagia. Aku tahu benar, Siwon adalah pria yang baik.", Yunho memamerkan gigi putihnya yang rapih. Ia menelan ludahnya, sebenarnya berkata seperti itu begitu menyakitkan untuknya.



"Tapi bisakah kita tetap berteman? Rasanya kita seperti orang asing.", pinta Yunho. Tangan Jaejoong bergetar saat menyendokan makanan ke dalam mulutnya dengan tangan kanannya. Ia masih menahan tangisnya.



"Mianhae.", ucap Jaejoong pelan. Yunho mengusap puncak kepala Jaejoong.



"Aniyo, kau tidak pernah salah.", bantah Yunho akan perkataan Jaejoong. Jaejoong menunduk dalam. Rasa bersalah kini benar-benar menyelimutinya.



"Lebih baik kita habiskan makanannya. Bukankah nanti kau ada kelas.", ucap Yunho lembut. Jaejoong menelan ludah. Bahkan Yunho masih mau mengingat jadwal kuliahnya. Jaejoong mengangguk. Mereka kembali hening, menyantap makanan mereka masing-masing.



"Oppa.", panggil seorang gadis yang selalu berada disamping Yunho akhir-akhir ini. Ia bergelayut di lengan Yunho.



"Seul Gi.", Yunho tersenyum manis dan mengacak-acak rambut Seul Gi. Jaejoong menggigit bibir bawahnya. Gadis ini lagi. Ia ingin menangis dan marah melihat kemesraan keduanya. Tapi itu tidak mungkin ia jadikan kenyataan sekarang ini.



"Oppa sedang apa disini?", tanya Seul Gi, tampak wajah marah gadis itu pada seorang Jung Yunho. Yunho lagi-lagi tersenyum. Dan itu semakin membuat Jaejoong sakit.



"Aniya. Aku hanya makan siang dengan Jaejoong. Ya kan Jae?", jelas Yunho meminta pembelaan Jaejoong. Jaejoong mengangguk dan tak terasa air matanya menetes, ia langsung menunduk agar tidak ada yang tahu ia menangis. Tapi salah, Siwon yang baru saja menjejakan kakinya di kantin mengetahui itu. Ia langsung saja mendatangi Jaejoong dan memeluk gadisnya itu dari belakang.



"Kita pergi dari sini jagiya.", ada amarah dari nada bicara Siwon yang menatap tajam ke arah Yunho. Hei. Kenapa ini? Bukankah seharusnya Yunho yang marah pada Siwon. Ini semua karena Siwon cemburu melihat Jaejoong yang bersama Yunho. Ia takut, takut kalau Yunho akan kembali mengambil Jaejoong darinya.



"Siwon.", kaget Jaejoong. Siwon mendekap Jaejoong, membuatnya bangkit dan membawa Jaejoong pergi dari sana. Yunho menghembuskan nafasnya menatap pasangan itu semakin lenyap. Seharusnya dia yang memeluk Jaejoong seerat itu. Seharusnya dia yang membawa pergi Jaejoong dari Siwon. Bukan sebaliknya, seperti ini.



"Untuk apa lagi berbicara dengannya oppa?", ketus Seul Gi membuyarkan lamunan Yunho. Yunho tersenyum miris.



"Aku hanya merin~~", bicara Yunho terputus saat Seul Gi menolehkan kepala Yunho untuk menghadapnya.



"Sudahlah oppa. Lupakan Jaejoong Onnie.", pinta Seul Gi pilu. Yunho ia tahu kenapa Seul Gi seperti ini. Ia tersenyum dan menganggukan kepalanya.



"Tentu saja.", saut Yunho mantap. Ia mengacak rambut Seul Gi lembut, membuat Seul Gi tersenyum lebar. Ia senang jika melihat senyum melekat di wajah Yunho.





.....







Kibum menampar keras wajah Yoochun di koridor gedung perkuliahan yang terlihat sepi. Emosinya meluap saat melihat wajah itu terlihat tanpa beban sedikitpun.



"Kau ini apa-apaan?", marah Yoochun yang menyentuh pipinya yang memerah dan terasa panas itu.



"Kembalikan Junsu onnieku.", teriak Kibum keras. Ia memukul dada bidang Yoochun berulang kali. Yoochun mengerenyitkan keningnya. Ada apa sebenarnya yang terjadi?



"Maksudmu apa sih?", heran Yoochun tidak mengerti. Dada Kibum naik-turun karena amarahnya. Apakah tidak ada wajah lebih memuakan dari wajah yang Yoochun pasang saat ini.



"Puaskah Park Yoochun, kau membuat Onnieku seperti mayat hidup. Kenapa harus dia. Kenapa harus dia yang jadi korbanmu. Kenapa harus Junsu onnie yang benar-benar tulus menyukaimu.", teriak Kibum lagi. Dia sudah terlalu frustasi untuk sikap Junsu yang terlalu berbeda dari biasanya. Yoochun mengguncang tubuh Kibum agar diam.



"Kalau bicara yang benar. Jangan membuatku sulit mencerna kata-katamu.", kesal Yoochun pada akhirnya. Kibum menunduk seperti tidak bertenaga.



"Gadis itu menjadi seorang pendiam. Onnieku terlalu sering melamun. Si riang itu terlalu sering histeris seperti orang gila. Dia kehilangan jiwanya. Hilang direnggut namja brengs*k. Sangat brengs*k.", lirih Kibum, wajahnya sudah dipenuhi aliran-aliran air mata. "Dan itu karena kau yang memperkosanya. Kau tidak pernah berpikir kesana kan?", teriak Kibum. Hari ini, seorang Kim Kibum terlalu banyak membuat polusi suara, hanya karena seorang Park Yoochun. Betapa brengse*knya pria di hadapannya. Yoochun menggengam erat tangan Kibum.



"Katakan padanya aku minta maaf.", bicaranya seperti menyesal padahal itu terdengar seperti meremehkan. Kibum mengepalkan tangannya yang bebas, geram menghadapi Yoochun yang juga tidak mengerti. Ia bodoh atau memang dia tidak peduli.



"Ehem. Mianhae aku mengganggu kalian.", deham seseorang yang hanya bermaksud menyindir. Tidak menyangka karena melewati koridor ini, ia harus melewati pemandangan yang sangat buruk.



"Baby.", kaget Kibum. Ia melihat tangannya yang digenggam Yoochun. Ia beranggapan pasti Jinki marah akan hal ini. Bagaimana? Junsu atau Jinki? Ia langsung melepas genggaman Yoochun dan berlari mengejar Jinki. Ya, ia harus jelaskan ini salah paham.



"Yaa, baby tunggu aku.", teriaknya. Jinki tetap saja tidak menghiraukan Kibum, ia tetap melangkah cepat. Kibum berdiri di hadapan Jinki dan tersenyum. Larinya cukup cepat jika dibandingkan dengan langkah cepat Jinki.



"Baby, aku lelah mengejarmu.", eluh Kibum dengan nada manja, ia hanya ingin Jinki memberi perhatiannya.



"Aku tidak menyuruhmu untuk mengejarku.", ketus Jinki. Kibum meraih jemari Jinki. Kibum kembali tersenyum, Jinkinya cemburu.



"Baby mau pulang kan. Kita pulang sama-sama ya.", ajak Kibum dengan manjanya. Ia hanya ingin membuat pikirannya sendiri. Beberapa hari yang lalu, tidak pernah terjadi. Dan itu hanyalah mimpi. Kenyataannya adalah Jinki tetap milik Kibum, begitu juga sebaliknya. Tapi Jinki hanya diam tidak melangkah sejengkalpun.



"Lalu namja tampan itu kau acuhkan?", sindir Jinki mengerdikan kepalanya ke arah Yoochun. Kibum mengerucutkan bibirnya.



"Baby tadi salah paham. Dia itu namja brengs*k dan aku sangat membencinya.", jelas Kibum berharap Jinki percaya padanya. Jinki hanya mengangkat bahunya.



"Kau menangìs? Apakah kau habis ditolak oleh namja itu?", ejek Jinki, tapi ia juga penasaran. Kibum menggembungkan pipinya.



"Aniya, bukan seperti itu.", sedih Kibum, ia menundukan kepalanya.



"Sudah Key, kan masih banyak namja yang lain kau bisa menyatakan cintamu lagi.", Jinki menepuk bahu Kibum memberi semangat.



"Baby kenapa bicara seperti aku yeoja yang gampang?", tanya Kibum menahan tangisnya. Jinki mengerjapkan matanya.



"Aku tidak berpikir seperti itu. Tapi sepertinya setelah kita putus, kau tampak lebih senang. Banyak teman-teman namjamu yang mendekatimu kan? Mungkin salah satunya bisa kau jadikan kekasih. Bukankah kau cantik? Dengan kecantikanmu kau akan mudah mencari kekasih.", bicara Jinki santai tidak peduli dengan perasaan Kibum yang sakit hati.



"Baby jangan berkata seperti itu. Itu menyakiti perasaanku.", pinta Kibum dengan senyuman walau air matanya sudah mengalir. Jinki menelan ludahnya. Ia membuat Kibum menangis.



"Apa aku terlalu kasar?", sesal Jinki. Kibum mengangguk dan menghapus air matanya.



"Tapi tidak apa-apa.", kata Kibum. Ia memaksakan senyumnya kembali.



"Beri satu kesempatan lagi. Aku akan lakukan apapun yang kau suruh. Bahkan jika kau menyuruhku untuk tidak keluar rumahpun, aku akan turuti. Menyuruhku untuk menjauhì semuanya, aku akan turuti. Tidak berbicara pada orang lainpun, aku akan turuti. Aku akan menutup mulutku rapat-rapat. Aku hanya akan bicara denganmu. Aku hanya minta satu kesempatan baby. Jika aku mengecewakanmu lagi, kau boleh benci padaku.", rajuk Kibum sungguh-sungguh dengan air mata yang masih saja tetap mengalir. Jinki tak kuasa melihat orang ia cintai menangis seperti itu, ia menghapus air mata Kibum dengan ibu jarinya.



"Bisakah aku mempercayaimu sekali lagi?", ragu Jinki, tapi Kibum mengangguk. Ia ingin Jinki mempercayainya.



"Hanya sekali lagi. Dan aku akan menggunakannya dengan baik.", yakinkan Kibum. Ia tau ini akan begitu sulit. Tapi bagaimana kalau ia mencobanya terlebih dahulu.



"Satu kali lagi. Buat aku selalu dapat mempercayaimu beiby.", ucap Jinki yang diakhiri dengan sebuah senyuman manis. Sorak-sorai Kibum rasakan bergemuruh di dadanya. Ia tidak bermimpi. Ini benar-benar kenyataan. Hah. Kibum menangis, kali ini tangisan bahagia. Kibum menyentuh wajah Jinki dengan jemarinya.



"Katakan kalau ini masih milikku.", pinta Kibum pelan. Jinki mengecupi jemari itu satu-persatu.



"Lee Jinki masih milik Kim Ki Bum.", bisik Jinki mesra tepat di depan wajah Kibum, bahkan hidung mereka sempat beradu. Kibum tersenyum, ia peluk Jinki erat-erat.



"Kau harus minta maaf padaku atas kata-katamu tadi.", manja Kibum meletakan dagunya di pundak Jinki. Jinki terkekeh, ia sadar tadi sangat keterlaluan.



"Tapi tadi kau bilang tidak apa-apa.", gurau Jinki dengan tatapan dalam pada mata Kibum. Kibum menggigit bibir bawahnya.



"Baiklah tidak usah minta maaf. Hehehe.", mengalah Kibum, ia genggam jemari Jinki. Hanya tidak mau membuat masalah baru.



"Aku minta maaf beiby. Bicaraku tadi benar-benar kasar. Itu karena aku cemburu. Maafkan aku.", sesal Jinki dengan wajah menyedihkan. Kibum tersenyum, ia mengusap wajah Jinki.



"Kkaja kita pulang.", ajak Kibum riang. Ia tidak mau membahasnya lagi. Jinki tersenyum lebar.



"Ah beiby, bagaimana kalau makan ice cream dulu.", tawar Jinki menaik-turunkan alisnya. Kibum tersenyum.



"Aku mau. Hihi. Babyku pintar. Tapi nanti aku tambah ya.", senang Kibum. Ia memang menyukai ice cream. Dulu sebelum bertengkar, Jinki sering kali mengajak Kibum makan ice cream bersama dan terkadang Jinki suka mengomel karena Kibum makan ice cream diluar batas.



"Tidak boleh banyak-banyak.", larang Jinki. Kibum mengerucutkan bibirnya.



"Hanya lima kali tambah deh.", rajuk Kibum memasang wajah imutnya. Jinki terkekeh, ia cubit pipi tirus Kibum.



"Tiga porsi cukup. Tidak tambah lagi. Oke.", kecam Jinki galak. Kibum menggembungkan pipinya.



"Ah pelit sekali.", protes kibum. Jinki memicingkan mata.



"Katanya akan menuruti yang aku suruh.", sindir Jinki. Kibum tersenyum lebar.



"Aku kira ini tidak masuk hitungan. Hehe.", malu Kibum ia menggaruk belakang kepalanya. Jinki tersenyum lebar, berhasil mengerjai kekasihnya.



"Aku hanya bergurau beiby. Tapi tetap saja kau tidak boleh makan ice cream terlalu banyak.", lembut Jinki mengusap puncak kepala Kibum. Kibum mengangguk pasti.



"Baiklah nae baby.", patuh Kibum memeluk Jinki erat. Jinki tetap saja mengusap puncak kepala Kibum.



"Jangan kecewakan aku.", bisik Jinki penuh harap. Kibum mengangguk lagi terus-menerus.



"Aku akan lakukan apapun yang babyku suruh.", ikrar Kibum bersungguh-sungguh. Ia dongakan kepalanya dan tersenyum lebar. Sebenarnya hal bodoh apalagi ini. Apakah nantinya Jinki benar-benar akan mengendalikan hidup Kibum sebagai sebuah bonus dari cinta Kibum untuknya. Lalu orang-orang menyalahkan Kibum karena rasa cintanya itu, ia menjadi boneka barbie Jinki. Sepertinya kekuatan cinta di antara mereka terdapat sebuah kesalahan yaitu rasa ketakutan. Rasa takut akan kecewa, takut akan kehilangan.



"Cium baby.", manja Kibum memajukan bibirnya. Jinki mencubit pipi Kibum dan benar-benar memenuhi permintaan Kibum untuk menciumnya.



Kibum tersenyum. "Lebih enak dari ice cream.", Kibum menjilat bibirnya. "Kalau yang ini aku boleh meminta tambah yang banyak kan?", genit Kibum. Jinki terkekeh mengingat kalau gadisnya itu selalu saja genit. Ia tidak habis pikir jika suatu hari nanti Kibum genit pada pria lain. Tidak boleh.



"Boleh, dengan syarat kau hanya genit padaku. Mengerti.", kecam Jinki. Mulai lagi, pria ini dengan cemburu-cemburu tidak pentingnya. Tapi Key tetap mengangguk pasti.





.....







Taemin mengerucutkan bibirnya lalu digerak-gerakan karena merasa kesal dan hampir menyerah, ia lelah kalau terus begini. Ah tapi kenapa itu malah terlihat lucu sekali.



"Oppa mianhae. Ne. Ayo oppa maafkan aku. Jangan marah terus.", rajuk Taemin menusuk-nusuk pipi Minho dengan telunjuknya. Gadis ini sedang sibuk merayu Minho sejak bel pulang sekolah berbunyi. Tapi sudah setengah jam berlalu, tidak juga mendapat hasil. Ini karena rengekan Taemin tadi pagi, membuat Minho kesal dan marah lagi. Tapi sepertinya ada yang salah disini. Pemandangan ini sepertinya terbalik. Bukankah biasanya Minho yang selalu sibuk merayu Taemin. Tapi sekarang Taemin yang malah merayu Minho.



Taemin mencari wajah Minho yang berpaling darinya. Ia tampilkan wajah imut dengan mata berbinar seperti anak anjing.



"Oppa seperti anak kecil. Marah-marah terus sama aku.", sindir Taemin yang terkekeh kecil. Minho menyipitkan matanya.



"Ah jadi kau mau menyindirku. Bukannya kau yang anak kecil.", ketus Minho yang menjadi semakin kesal. Taemin tersenyum lebar.



"Hehe. Habisnya oppa marah sama aku. Huhu. Jahat.", manja Taemin yang memasang wajah memelasnya. Ia mengerucutkan bibirnya tepat di depan wajah Minho. Minho menghembuskan nafasnya lalu mencubit hidung Taemin gemas.



"Terkadang aku heran. Kenapa aku mau denganmu ya?", eluh Minho seakan menyesal. Akhirnya pria yang selalu marah akhir-akhir ini tidak tahan juga melihat wajah itu terus merajuk. Taemin terkekeh senang dan bertepuk tangan, karena Minho sudah tidak marah lagi.



"Itu kan karena oppa cinta padaku. Week.", ledek Taemin menjulurkan lidahnya.



"Percaya diri sekali kau ini.", gemas Minho yang kini mencubit pipi Taemin. Taemin memukul lengan Minho dan memajukan bibirnya.



"Ish oppa. Menyebalkan. Huhu. Aku dikatain, terus dicubit. Kan sakit.", rengek Taemin. Huh. Dia kesal, benar-benar menyebalkan kekasihnya itu.



"Yaa chagi, kau kan sudah janji untuk tidak manja lagi.", ingatkan Minho mencubit pipi Taemin gemas sekali lagi. Taemin menggaruk kepalanya dan tersenyum lebar. Dia benar-benar lupa kalau saja dia sudah benar-benar berjanji untuk tidak manja lagi. Dan itu berlaku sejak dua hari yang lalu. Sejak Minho untuk pertama kali memaafkannya.



"Hehe. Kan itu tugas oppa, untuk selalu mengingatkan aku biar tidak manja lagi.", ngeyel Taemin dengan gaya manjanya.



"Ah, jadi sekarang Taeminnya aku sudah bisa mengeles ya.", marah Minho berpura-pura. Matanya ia picingkan. Taemin menggembungkan pipinya membuat wajahnya menjadi imut sedemikian mungkin.



"Ah oppa kenapa sih suka marah-marah terus. Nanti cepet tua. Kalo tua aku tidak sayang lagi lho.", takut-takuti Taemin menunjuk-nunjuk hidung Minho dengan telunjuknya dan matanya yang disipitkan. Memangnya akan mempan? Dasar anak kecil. Dikira Minho dirinya yang mudah ditakut-takuti seperti itu. Minho terkikik lucu, kenapa kekasihnya begitu bodoh.



"Gadis pabo.", ledek Minho. Taemin mencibir, diledek lagi. Minho menarik kerah Taemin, menyeretnya pergi dari sekolah itu. Dia membawa Taemin seperti menyeret kucing. Tidak ada lembut-lembutnya.



"Kasar sekali, tidak ada lembut-lembutnya", gerutu Taemin saat di dalam mobil sambil merapihkan bajunya yang berantakan.



"Pelajaran pertama untuk tidak manja. Jangan mengeluh jika aku tidak sesuai yang kau inginkan.", peringatkan Minho keras. Hey! Ini tidak adil. Kalau begitu kenapa Minho mengeluh jika pada kenyataannya Taemin adalah gadis yang manja.



"Ah iya oppa. Iya.", malas Taemin menggembungkan pipinya. Minho tersenyum, ia menepuk puncak kepala Taemin berapa kali.



"Good Girl.", senang Minho. Taemin tidak peduli. Lebih baik ia tidur. Malas meladeni Minho yang selalu meledek dan membuatnya kesal.





"Chagi kita mau makan apa? Aku lapar.", tanya minho. Tapi tidak ada jawaban. Minho menoleh dan mendapati Taemin yang sedang tertidur bersandarkan kaca jendela mobil.



"Chagi. Chagi.", Minho menusukan telunjuknya di pipi Taemin.



"Eungg.", erang taemin yang merasa tidurnya terganggu. "Mumumumu.", igaunya dilengkapi bibir kecil itu yang bergerak-gerak. Dia tidak terbangun ternyata.



"Aish. Hihi. Tidurnya lucu. Enak kalau diganggu.", licik Minho. Ia melajukan mobilnya dan mencari kedai terdekat dan berhenti di sebuah kedai yang menjual banyak makanan khas Korea. Ia mendekat pada Taemin.



"Chagi ireona.", suruh Minho mencubit-cubit pipi Taemin dan dimainkannya gemas. Apakah tidak tau kalau cubitannya itu terlalu keras saking gemasnya.



"Uhhhh.", dumel Taemin dalam tidurnya. Minho terkekeh senang.



"Hehe. Taemin jelek. Jelek. Jelek. Ayo bangun.", Minho menarik hidung Taemin keras-keras. Dan berhasil membangunkan Taemin. Tapi itu sakit sekali.



"Oppa appo.", ringis Taemin. Ia mengerucutkan bibirnya. "Hikz. Sakit sekali.", rengek Taemin mengusap-ngusap hidungnya yang merah. Sedangkan Minho tertawa keras.



"Ayo turun chagi. Hahahahaha.", ajak Minho yang masih tidak bisa menahan tawanya. Ia turun dari mobil.



"Oppa. Bukain. Tidak romantis sekali.", kesal Taemin menunjuk-nunjuk pintu mobil di sebelahnya. Minho memicing mata.



"Buka sendiri.", galak Minho lalu masuk ke dalam kedai begitu saja, meninggalkan Taemin. Taemin memasang wajah sedihnya.



"Kenapa Minho oppa galak sekali.", sedih Taemin meneteskan air matanya. "Jahat.", dumel Taemin menghapus air matanya dan turut masuk ke dalam kedai dengan berlari kecil.





"Kenapa kau cemberut seperti itu?", tegur Minho yang merasa heran. Taemin menggelengkan kepalanya.



"Gwaenchana oppa.", sangkal Taemin. Minho hanya ber'oh' ria.



"Oppa mau makan apa?", tanya Taemin ramah. Minho tersenyum me

ndapatkan Taemin yang seperti ini.



"Apa saja yang kau pesankan.", ucap Minho dengan senyumnya. Taemin tersenyum mendengarnya. Terdengar manis, apalagi jika ditambah kata 'aku suka' di belakangnya. Mungkin Taemin akan langsung berlonjak kegirangan.





"Selamat makan.", riang Taemin saat masakannya datang dan langsung saja ia menyantapnya seperti orang yang belum makan dua hari. Minho menggelengkan kepalanya.



"Makannya tidak usah seperti itu.", tegur Minho heran. Taemin memicingkan matanya. Kenapa sih soal makan juga harus diatur.



"Biar saja. Huh.", kesal Taemin yang makannya semakin menjadi-jadi. Minho menyipitkan matanya. Berani sekali Taemin.



"Terserah.", kesal Minho. Kenapa dengan Minho? Dia suka sekali marah.





.....







"Kau mau kemana?", tegur Hangeng yang melihat Heechul hendak pergi. Ini sudah jam sebelas malam, terlalu larut untuk gadis ini keluar rumah. Ditambah pakaian Heechul yang mini dan teramat seksi membuatnya semakin curiga.



"Ke club, aku butuh hiburan. Terlalu banyak masalah. Aku pergi dulu ya Han.", jelas Heechul membuka pintu apartement Hangeng, tapi Hangeng dengan cepat menahan lengan Heechul sebelum melangkah lagi.



"Ini sudah sangat larut. Jangan pergi.", larang Hangeng pelan. Heechul mengerutkan keningnya. Pria di hadapannya bodoh atau berpura-pura bodoh. Club memang buka setelah larut malam, kenapa dia jadi melarangnya untuk tidak pergi larut malam.



"Tapi aku benar-benar jenuh. Sudahlah aku mau pergi. Kau mau ikut?", tawar Heechul yang melepas genggaman Hangeng pada lengannya. Hangeng menggeleng dan menutup pintu apartementnya kembali.



"Bayimu butuh istirahat. Lebih baik kau tidur.", usul Hangeng dengan lembut. Heechul berdecak kesal.



"Kau mulai mau mengaturku?", tuduh Heechul yang tidak suka akan sikap Hangeng saat ini. Hangeng menggeleng kepalanya lagi.



"Aku hanya ingin kau menjaga bayimu Chul.", jelas Hangeng dengan senyuman. Heechul menatap malas pada pria itu.



"Aish.", kesal Heechul dan meraih gagang pintu lagi. Ia tidak peduli. Menurutnya si bayi juga masih kecil, belum meminta untuk dijaga. Hangeng tidak akan membiarkan itu. Ia menarik lengan Heechul dan menyeretnya masuk ke dalam kamar.



"Selama bayimu belum lahir. Kau tidak boleh ke tempat-tempat seperti itu.", kecam Hangeng dan keluar dari kamar Heechul. Heechul mengumpat, apa-apaan ini. Berani sekali pria yang baru ia kenal itu mengaturnya. Saking frustasinya, ia mengacak-acak rambut kuning emas panjangnya. Ia sambar tasnya mengaduk-aduk mencari sesuatu di dalamnya. Diambilah sebungkus rokok dan sebuah korek api. Ia memang bukan seorang perokok, hanya saja ia merokok di saat ia butuh menenangkan diri.





Hangeng menggeleng saat melihat Heechul yang tengah sibuk membumbungkan asap rokoknya. Ia masuk ke dalam kamar dan meletakan segelas susu di atas meja kecil di samping tempat tidur. Ia merampas batang rokok dari jemari Heechul dan mengambil korek dan sebungkus rokok itu. Ia menunduk mensejajarkan wajahnya dengan wajah Heechul yang kesal, lalu tersenyum begitu manis.



"Daripada kau merokok, lebih baik minum susumu. Supaya bayimu sehat.", kata Hangeng lembut. Ia mengusap puncak kepala Heechul dan beranjak keluar dari kamar Heechul. Gadis itu mengerjapkan matanya, mengusap puncak kepalanya yang dijamah Hangeng. Aneh.



"Hangeng.", panggil Heechul sebelum pria itu hilang dari pandangan.



"Hmmm.", gumam Hangeng berbalik badan.



"Aku tidak suka susu putih. Bisa bikinkan yang coklat.", pinta Heechul melembut. Hangeng terkekeh, menggaruk tengkuk belakangnya.



"Hehe aku tidak tahu, jadi aku asal membelinya. Mianhae. Tunggu disini ya. Aku akan membeli susu ibu hamil dulu. Rasa coklat kan?", malu Hangeng yang jadi ribut sendiri. Heechul balas terkekeh, karena lucu melihat Hangeng.



"Aku ikut.", rengek Heechul. Hangeng menggeleng keras.



"Kau istirahat saja ya.", tolak Hangeng halus. Heechul memicingkan matanya.



"Bagaimana jika saat kau pergi, aku menyelinap pergi ke club?", takut-takuti Heechul sebagai taktik. Hangeng memutar bola matanya.



"Hehe. Kau benar juga. Kkaja.", ajak Hangeng. Heechul tersenyum lebar. Ia menghampiri Hangeng dan menggenggam tangan besar pria Cina itu. Sontak Hangeng wajahnya memerah melihat tangan kecil Heechul melekat pada tangannya.





.....





Mereka sudah sampai di tempat parkir sebuah mini market 24 jam.



"Ayo turun.", suruh Hangeng. Heechul mengangguk, ia hendak membuka pintu mobil. Tapi ditahan Hangeng yang baru menyadari sesuatu.



"Pakai ini. Pakaianmu terlalu mencolok. Hehe.", gurau Hangeng memberikan jaket yang ia pakai pada Heechul yang masih mengenakan mini dress dengan punggung yang terbuka sampai pinggul. Heechul terkekeh.



"Bukankah ini terlihat seksi?", goda Heechul mengedipkan matanya pada Hangeng lalu mengenakan jaket yang ia pegang dan keluar mobil. Sementara Hangeng masih menggaruk tengkuknya malu di dalam mobil. Bukankah itu benar-benar terlihat seksi.





Di dalam mini market, Hangeng sibuk memilih susu ibu hamil yang akan dibelinya. Sedangkan Heechul sibuk menaruh begitu banyak coklat batang, biskuit, makanan ringan, minuman kaleng, dan beberapa botol soju begitu saja di keranjang yang ia pegang. Ini banyak sekali untuk tubuh seramping Heechul. Tidak dapat dipercaya.



"Heechul.", panggil Hangeng. Heechul menghampirinya.



"Ne.", saut Heechul. Hangeng memperlihatkan dua kotak susu ibu hamil.



"Kau mau yang mana?", tanya Hangeng yang bingung. Heechul menunjuk asal salah satu kotak.



"Ini saja.", katanya. Hangeng mengangguk.



"Baiklah.", Hangeng menaruh kotak itu ke keranjang yang dipegang Heechul.



"Yaa apa-apaan ini?", kagetnya mendapati botol-botol soju. Langsung saja ia merebut keranjang itu dan mengembalikan soju-soju itu ke tempatnya.



"Aish, kau ini kenapa sih?", kesal Heechul akan tingkah Hangeng yang terus saja melarangnya.



"Tidak sampai bayimu lahir.", galak Hangeng. Heechul memicingkan matanya. Hangeng telah menyulut amarah gadis ini.



"Kenapa kau bertingkah seperti kau adalah suamiku? Bukankah kau tidak ada hak apapun atas hidupkau. Kau hanya sebatas orang yang menampungku. Jadi bersikaplah seperti itu.", marah Heechul menggebu-gebu. Semua yang ada disana menatap heran, akan keributan ini. Ada apa ini? Hangeng menelan ludahnya, benar sekali semua yang dikatakan Heechul. Ia tidak berhak atas kehidupan Heechul.



"Maafkan aku. Aku hanya khawatir padamu dan bayimu. Maafkan aku.", sesal Hangeng yang menundukan kepalanya. Heechul mendengus gadis ini sudah terlanjur kesal, ia berjalan keluar mini market. Lebih baik ia menunggu diluar saja. Hangeng menghembuskan nafasnya, membayar semua barang-barang dan pulang kembali ke apartement dalam diam. Ia tidak mau bertengkar lagi dengan Heechul.





.....









Junsu berjalan sambil menundukan kepalanya, mendekap erat diktat-diktat tebal yang ada dalam pelukan tangannya. Dengan sepasang bola mata yang memperhatikan lekat-lekat keramik-keramik yang tertata rapih di sepanjang koridor kampus. Apa yang dipikirkan? Tidak ada untuk saat ini. Hanya terlihat begitu memprihatinkan. Wajahnya tampak pucat pasi. Rambutnya terlihat seperti tidak disisir. Apakah ia sedang sakit? Emmm.



Seseorang tidak sengaja menabrak bahunya. Karena sibuk berbincang dengan teman-temannya sambil berjalan. Junsu tersentak. Ia terkejut dan berbuah perasaan tidak tenang. Ketakutan.



"Mianhae.", ucap Junsu ketakutan badannya bergetar hebat, menjauh secepat mungkin, menghindari reaksi si penabrak. Tapi yang ada, bahunya malah tidak sengaja terbentur dengan bahu orang lain. Junsu menggigit kuku jarinya. Tubuhnya semakin bergetar hebat. Ia semakin ketakutan, wajahnya ingin menangis.



"Mianhae.", ucap Junsu masih dalam ketakutannya. Ia mendekap kembali diktatnya erat. Berjalan lagi dengan cepat, ia menghindari reaksi orang itu. Yang ada dalam pikirannya hanyalah rasa takut. Tadi malam ia kembali bermimpi, cuplikan-cuplikan malam kelam bersama Yoochun waktu itu, dan berhasil membuat dampak seperti ini. Kalian tahu? Ia terlihat tidak lebih dari seorang gadis yang memiliki kelainan pada kejiwaannya. Takut menatap mata orang lain. Menganggap semua orang akan menyakitinya. Ia takut. Bukankah ini mengenaskan? Gadis riang ini kehilangan keceriannya. Matanya selalu kosong walaupun saat itu, ia sedang takut.



Junsu berlari tanpa sepatah katapun, saat ia tak sengaja menabrak seorang gadis hingga terjatuh. Tampak wajah kesal pada gadis itu. Dan itu yang membuat Junsu sangat ketakutan.



"Umma.", gumam Junsu sambil terus menggìgiti kuku jarinya.





Sedangkan mata Yoochun tak lepas dari pemandangan yang aneh ini. Hatinya berdesir tidak tenang, tidak suka akan ini. Bahkan sudah seringkali hatinya memberontak, meneriakan untuk Junsu berhenti bersikap seperti itu. Apakah benar semua ini karena ulahnya? Sepertinya dampak ini terlalu berlebihan hanya karena ia meniduri Junsu. Tapi kenyataannya seperti itu. Yoochun tidak habis pikir.



"Jadi ini salahku?", pikir Yoochun mengingat kemarahan Kibum padanya tempo hari ditambah kesaksiaannya sendiri akan sikap Junsu. Ia menggeleng, tidak mampu, karena semua ini memang ulahnya.



Yoochun menghentikan kebodohannya, ia harus menyampaikan penyesalannya. "Su.", Yoochun menyentuh pundak Junsu dari belakang. Ah suara itu teralun begitu merdu. Masih bolehkah, jika ia menyesal sekarang?



Junsu membalikan tubuhnya. Matanya membulat, kali ini bukan tatapan kosong. Ada tatapan kebencian, ketakutan, dan penuh cinta yang bercampur menjadi satu.



"Pergi.", ucapnya pelan seakan tidak ada lagi tenaga untuk berkata-kata. Yoochun menggelengkan kepalanya. Ia genggam jemari Junsu. Ia ingin perasaan sesalnya benar-benar Junsu rasakan.



"Maafkan aku.", sesal Yoochun. Playboy ini bersungguh-sungguh. Suatu yang jarang terjadi. Junsu menatap wajah itu sendu, menangis.



"Pergi. Pergi. Pergi.", tiba-tiba Junsu menjadi histeris, ia mendorong tubuh Yoochun untuk menjauh darinya. Yoochun panik. Ia tidak tahu harus bagaimana sekarang.





Plaaakk.Heechul menarik tubuh Junsu ke dalam pelukannya dan keras menampar wajah Yoochun.



"Mau kau apakan lagi Junsuku?", teriak Heechul. Tahukah kalau sekarang ini wajahnya benar-benar memancarkan aura kemarahan. Tidak ada lagi senyum santai yang biasa ia umbar. Heechul benar-benar sudah marah.



"Aku hanya ingin minta maaf.", lirih Yoochun. Ia sadar benar ini salahnya dan entahlah ia benar-benar tidak tenang mendapati Junsu seperti ini.





Plaaakk.Heechul menampar lagi wajah Yoochun. Meminta maaf lalu akan dipermainkan lagi? Ia muak jika seperti itu.



"Tidak usah mendekatinya lagi. Kau berhadapan denganku Tuan Park.", kecam Heechul, ia menunjuk wajah Yoochun dengan telunjuknya dan tatapan hendak membunuh pria di hadapannya.



"Biarkan aku meminta maafku dulu.", teriak Yoochun saat Heechul membawa Junsu pergi darinya. Tapi Heechul tidak peduli. Yoochun menghembuskan nafasnya, menatap lirih punggung Junsu yang ia tau sedang menangis.



"Kenapa kau begitu menyesal Park Yoochun?", pikir Yoochun yang menyentuh keningnya dan dipijitnya perlahan.





"Dia sudah tidak ada Su. Jangan bersedih lagi.", Heechul menenangkan Junsu di kursi taman. Junsu menatap Heechul, ada yang ingin ia ceritakan.



"Tadi malam dia datang lagi. Aku takut Onnie.", adu Junsu ketakutan. Heechul menghapus air mata yang mengalir di pipi Junsu.



"Itu hanya mimpi chagi. Dia tidak akan mengganggumu lagi. Akan selalu ada yang menjagamu. Akan selalu ada yang berdiri di sampingmu. Percaya padaku.", yakinkan Heechul, ia tersenyum pada Junsu, menggenggam erat tangan dingin yang terus bergetar ketakutan. Junsu memiringkan kepalanya menatap Heechul, menarik ujung bibirnya kecil. Ia merasa tenang akan kata-kata itu. Heechul tanpa terasa menangis, Junsu kembali tersenyum, ia dapatkan senyum Junsu walau hanya kecil.



"Terus tersenyum seperti ini. Kau terlihat sangat cantik.", pinta Heechul, ia menghapus air matanya. Junsu mengerjapkan matanya dan kembali tersenyum kecil.



"Apakah aku sudah lama tidak tersenyum onnie?", tanya Junsu pelan. Heechul terkekeh mengacak rambut Junsu dengan sayang.



"Sangat lama sampai aku begitu merindukannya.", jawab Heechul. Junsu menunduk, ia menyesal akan itu.



"Maaf.", katanya singkat. Heechul tersenyum.



"Tidak apa-apa.", saut Heechul yang merasa sangat senang. Ia memeluk Junsu, perlahan adiknya kembali baik.





..................





"Hai cantik.", sapa Changmin pada Kyuhyun yang sedang menata kebun belakang rumah.



"Tuan, mengagetkan saja.", eluh Kyuhyun, karena Changmin muncul tiba-tiba dari arah belakang. Changmin terkekeh senang.



"Sepertinya bunga ini tidak lebih cantik dari Kyuhyunku.", gombal Changmin yang memetik setangkai bunga anggrek putih dan diselipkan di telinga Kyuhyun. Kyuhyun terlihat tambah cantik karenanya.



"Tuan, tahukah itu bunga kesayangan Nyonya. Nanti aku pasti dimarahi.", kesal Kyuhyun bercampur takut. Bibirnya mencuat tanda ia tidak senang. Changmin malah tertawa keras. Ia mencubit bibir Kyuhyun.



"Aku yang akan membelamu, kalau Kyuku dimarahi umma.", kata Changmin begitu mantap. Kyuhyun mendengus lalu melanjutkan kegiatan berkebunnya, tidak peduli pada Changmin. Changmin yang benar-benar merasa tidak diacuhkan, menjadi kesal sendiri. Ia dekati Kyuhyun yang sedang menyemprot bunga-bunga lalu dipeluknya dari belakang.



"Nanti saat kita sudah punya anak. Pasti anak-anak kita akan berlarian di kebun ini. Mengganggu ummanya yang sedang sibuk sekali berkebun, seperti appanya sekarang ini.", bisik Changmin di telinga Kyuhyun. Kyuhyun terdiam, ia tidak menanggapi kata-kata Changmin. Tapi tidak dapat disangkal perkataan Changmin mengusik perasaannya.



"Kau ingin kita punya anak berapa?", tanya Changmin tanpa melepaskan pelukannya. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Kyuhyun.



"Lepas tuan. Ini tidak enak jika dilihat orang lain.", risih Kyuhyun mencoba melepas pelukan. Changmin mengerjapkan matanya.



"Bagaimana kalau tiga Kyu? Pasti rumah kita ramai.", racau Changmin, tidak peduli akan sikap Kyuhyun sekarang ini. Kyuhyun menghela nafasnya.



"Tuan. Lepas.", bentak Kyuhyun. Changmin terkejut dan segera ia lepaskan pelukannya itu.



"Permisi tuan.", pamit Kyuhyun dengan langkah yang terburu-buru meninggalkan Changmin. Lama-lama di dekat Changmin, membuatnya semakin mencintai pria itu. Ia akui, ia mencintai majikannya sejak dulu. Tapi bukankah rasa itu harus ia kubur dalam-dalam. Karena ini bukanlah suatu yang benar.



Changmin tersenyum, langkah santai dengan kakinya yang panjang cukup mudah untuk membuat jarak dekat di belakang Kyuhyun.



Changmin dengan cepat menahan pintu kamar Kyuhyun yang akan tertutup. Ia menerobos masuk, lalu menutupnya pelan.



"Boleh kan aku masuk?", tanya Changmin yang langsung duduk di kasur dengan tingkah seenaknya.



"Berada di rumah ini membosankan jika tidak bersamamu. Jadi aku ingin selalu dekat-dekat denganmu. Sangat menyenangkan.", bicara Changmin santai. Tidak tahukah bahwa jantung Kyuhyun kini berdetak sangat kencang.



"Sini duduk di sebelahku.", Changmin menarik tangan Kyuhyun mendekat padanya. Keduanya hening. Bahkan Changmin hanya menggerak-gerakan kakinya.



"Apa kau percaya padaku Kyu?", tanya Changmin sambil tersenyum pada Kyuhyun. Kyuhyun memiringkan kepalanya.



"Maksud tuan apa?", tidak mengerti Kyuhyun. Changmin mengecup bibir Kyuhyun cepat. Tidak peduli akan keterkejutan Kyuhyun saat itu.



"Percaya kalau aku begitu mencintaimu, tulus dari dalam.", Changmin mencubit hidung bangir Kyuhyun dengan gemas. Kyuhyun mengerjapkan matanya.



"Tapi tuan.", sangsi Kyuhyun. Ia tidak bisa berkata-kata lagi. Changmin menekan bibir Kyuhyun dengan telunjuknya.



"Aku akan buat umma merestui kita. Biar bagaimanapun, umma sangat menyayangiku. Dan sekarang semua hanya ada padamu. Kau yang memegang kendali Kyu. Kau mengerti kan?", bicara Changmin menatap dalam kedua bola mata Kyuhyun. Dan berhasil membuat Kyuhyun masuk ke dalam mata itu.



"Maukah kau menolongku?", pinta Changmin lembut membelai rambut Kyuhyun. Tanpa sadar Kyuhyun mengangguk.



"Katakan kalau kau mencintaiku. Dan semua akan jadi lebih baik.", pinta Changmin bersungguh-sungguh. Kyuhyun menundukan kepalanya. Semua kata-kata Changmin berputar di kepalanya. Dan sekarang apa yang harus ia lakukan. Tapi tak lama Kyuhyun, ia mendongak, tersenyum manis untuk Changmin dan berakhir dengan mengecup bibir Changmin singkat.



"Apakah sudah bisa menjadi sebuah kekuatan?", tanya Kyuhyun jahil. Changmin terkekeh geli karenanya. Kyuhyun menyatakan perasaannya secara tidak langsung. Ia senang.



"Hanya sedikit.", kata Changmin. Kyuhyun menundukan kepalanya, ia malu jika harus mengatakannya.



"Ne aku mencintaimu.", ucap Kyuhyun malu-malu. Changmin tersenyum lebar. Ia dengan kesenangan penuh memeluk Kyuhyun erat-erat.



"Percaya padaku. Aku bisa dapatkan restu umma Kyu.", yakinkan Changmin. Kyuhyun menganggukan kepalanya. Mulai sekarang, ia akan percaya penuh pada Changmin. SELURUHNYA.



"Aku percaya padamu Tuan.", saut Kyuhyun membalas pelukan Changmin. Tapi Changmin malah merenggangkan pelukannya.



"Panggilan apa itu?", marah Changmin mendengar kata tuan lagi dari mulut Kyuhyun. Kyuhyun tersenyum lebar, ia mengais poni yang jatuh di kening Changmin.



"Panggilan dari anak pelayan untuk majikannya.", jelas Kyuhyun tenang. Changmin menggeleng.



"Aku bukan majikanmu. Aku kekasihmu.", tekan Changmin memicingkan matanya. Kyuhyun berdiri.



"Aku akan jadi kekasihmu kalau nyonya sudah merestuinya.", kata Kyuhyun mengerdipkan sebelah matanya. Changmin memajukan bibirnya, lalu memeluk pinggang Kyuhyun. Menyandarkan kepalanya pada perut Kyuhyun.



"Tapi jangan panggil aku Tuan, jika kita hanya berdua. Panggil Minnie, seperti saat kita kencan kemarin.", manja Changmin menusuk-nusuk perut Kyuhyun agar keinginannya dipenuhi.



"Karena kau merengek. Baiklah, mulai sekarang aku akan memanggilmu Tuan Minnie.", gurau Kyuhyun menahan tawa, karena ia tau Changmin akan protes lagi. Changmin menggigit pinggang Kyuhyun.



"Awww.", ringis Kyuhyun refleks. Changmin mendengus, dan memicingkan matanya tajam.



"Makanya kalau aku bilang Minnie. Ya Minnie.", kesal Changmin layaknya seorang egois. Kyuhyun tertawa karena hal ini. Majikannya benar-benar seperti anak kecil.



"Kau cepat marah Minnie.", sindir Kyuhyun. Changmin tetap mengerucutkan bibirnya.



"Jangan selingkuh ya kalau tidak di dekatku.", kecam Changmin. Kyuhyun menaikan alisnya. Ada apa dengan Changmin? Kenapa tiba-tiba berbicara seperti itu.



"Kau kenapa Kyu?", heran Kyuhyun. Changmin menggeleng dan bangkit dari duduknya.



"Kyu aku lapar. Bikinkan makanan yang enak dan banyak, terus antar ke kamarku. Kita makan bersama. Oke.", Changmin memainkan alìsnya lalu pergi keluar kamar Kyuhyun. Kyuhyun hanya menggeleng. Tapi tak lama kepala Changmin menyembul dibalik pintu.



"Sebentar lagi kau akan menjadi kekasihku. Aku mencintaimu Kyuku.", katanya yang di akhiri kedipan mata genit sebelum Changmin menutup pintu kamar Kyuhyun kembali. Dan itu membuat Kyuhyun geli sendiri pada Changmin.



Kyuhyun menghembuskan nafasnya. Apa benar keputusannya untuk memberi Changmin celah untuk masuk ke dalam kehidupannya? Apakah ia benar-benar bisa mempercayai janji Changmin? Entahlah, tapi ia bahagia teramat sangat hari ini.





.....













TBC

No comments:

Post a Comment